Monokrom.

380 43 2
                                    

Seorang lelaki nampak mengaduk-ngaduk makanan tanpa niat memakannya. Elvano hanya seorang diri, tanpa ditemani oleh Fiza. Perempuan itu seakan-akan sedang menghindar.

Banyaknya orang-orang di kantin, tapi ia merasakan hampa. Elvano melirik ke samping, dimana ada meja kosong disana.

"Elvano mah!!" ujar Naya berusaha merebut kembali ponselnya dari genggaman Elvano.

"Makan dulu Nay!"

"Iya! Tapi kembaliin dulu hp gue!" Elvano semakin menjauhkan ponsel Naya.

"Makan dulu baru gue balikin," ucap Elvano membuat Naya mencebik kesal lalu memakan makanannya malas.

"Jangan pedes-pedes Naya!!" larang Elvano ketika melihat Naya sedang memasukkan banyak sambal ke dalam makanannya.

"Bodo!"

"Kenapa sih lo bandel banget! Heran gue!" Elvano mencubit hidung Naya gemas.

"Jangan pegang-pegang, gue benci sama lo!" balas Naya menghempaskan tangan Elvano kasar sembari melanjutkan acara makannya.

"Yakin bisa benci gue Nay?"

"Yakin!"

"Masa? Ko gue gak percaya?" ucap Elvano menggoda.

"Bener ko!"

"Yaudah gue pergi kalau lo benci gue." Elvano berancang-ancang pergi, namun ada tangan menahannya.

"Apa? Katanya benci gue?"

"Hp gue dulu balikin, baru lo pergi sana hush!"

"Lo ko nyebelin Nay?" Naya hanya mengedikkan bahu.

"Sumpah ya kalian drama banget, kayak nonton sinetron gue," celetuk Fiza.

"Yang jomblo dilarang bicara," balas Elvano.

"Anjir ya lo Elvano!!"

"Makanya cari pacar!"

"Gue lagi nunggu seseorang aja."

"Hilih so-soan nunggu lo," ujar Elvano terkekeh pelan.

"Bacot!" balas Fiza kesal.

Kedua sudut bibir Elvano tertarik mengingat itu, ia tidak menyangka kini situasinya mulai berubah. Dari yang berwarna cerah menjadi monokrom.

"Gue boleh duduk sini?" sahut seseorang. Elvano melihat orang itu sekilas. "Hm."

"Maaf ya."

"Hm."

"Lo gak akan jauhin gue kan El?" tanya Luna. Elvano terdiam, enggan membuka suara.

"Elvano?" panggil Luna.

"Hm."

"Pulang sekolah bisa anter gue gak?" Elvano menatap perempuan di depannya tak suka.

"Gak."

"Gue gak ada yang jemput soalnya."

"Gue mau ke rumah sakit."

"Lo mau jenguk Naya?"

"Hm."

"Rumah gue searah ko sama rumah sakit."

"Gak."

"Kenapa sih lo selalu Naya yang diutamain?!" Nada suara Luna menjadi meninggi.

"Dia bentar lagi juga mati! Lupain aja! Ada gue Elvano yang siap menggantikan Naya di hati lo," lanjutnya. Elvano menggebrak meja kencang sehingga setiap pasang mata tertuju padanya.

"Gue udah bilang Lun, Naya gak akan pernah tergantikan! Dia juga akan sadar! Jadi tutup mulut lo," ujar Elvano hendak pergi namun sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Kadang gue bertanya-tanya, kenapa Naya gak langsung mati aja kemarin? Menyebalkan." Luna beranjak pergi dari kantin.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi nyaring, Elvano segera membereskan barang-barangnya lalu nendekati meja Fiza.

"Za?"

"Apa El?"

"Ayo jenguk Naya," ajak Elvano. Fiza terdiam sebentar lalu menatap Elvano.

"Gue gak bisa maaf."

"Kenapa Za?"

"Papah pulang sekarang, gue harus langsung pulang soalnya."

"Tapi Za..."

"Lo kabarin aja nanti kondisi Naya, gue duluan." Fiza berlalu pergi, segera Elvano mengejar sahabatnya itu.

"Besok lo mau jenguk?"

"Gak tau."

"Dia sahabat lo Za, lo gak akan jenguk dia?" Langkah Fiza terhenti, ia menatap Elvano sendu.

"Gue gak bisa. Lo tau papah gue gimana."

"Gue bisa ngomong ke papah lo sekarang."

"Gak usah."

"Naya pasti sedih kalau lo gak jenguk dia Za," ujar Elvano.

"Sedih? Dia sadar aja nggak," ucap Fiza.

"Lo kenapa jadi gini Za?"

"Gue gak papa, tadi asal ngomong aja. Nanti gue jenguk dia. Gue duluan." Fiza kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Elvano yang terdiam menatap kepergiaan sahabatnya itu.

"Mungkin dia lagi sedih," gumam Elvano. Berharap yang ia gumamkan tadi adalah sebuah kebenaran.

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang