Kedatangan 'Tamu'

289 28 0
                                    

"Za ayo pulang," ajak Elvano pada Fiza yang sedang membereskan barng-barangnya dengan tergesa-gesa.

"Gue dijemput papah El."

"Papah lo udah di depan?"

"Iya."

"Yaudah ke depan bareng."

"Gue duluan El!" Fiza berlari keluar kelas meninggalkan Elvano yang terheran-heran. Penasaran, Elvano segera mengikuti Fiza secara diam-diam.

Lelaki itu langsung bersembunyi saat Fiza terlihat sedang menelepon seseorang.

"Mau ngapain lagi?"

"Berhenti ganggu Fiza!"

"Gak akan!!" Raut wajah Fiza amat sangat tidak bersahabat.

"Argh!!!" Fiza melempar ponselnya ke lantai koridor sampai layarnya pecah. Ia langsung membuang ponsel itu ke tempat sampah kemudian berlalu pergi.

Siapa itu sebenarnya? -batin Elvano bertanya-tanya.

***

Elvano menatap malas orang yang berada di sofa. Mau tidak mau ia menghampiri sosok itu karena tatapan dari Rita seakan-akan menyuruhnya.

"Oma," panggil Elvano pelan. Nita tersenyum lebar melihat cucunya, langsung saja ia mendekap tubuh Elvano erat.

"Oma kangen banget sama kamu," ucap Nita. Elvano hanya terkekeh pelan, namun terkesal terpaksa.

"Gimana sekolah kamu?" tanya Nita ketika melepaskan dekapannya. Elvano merasakan bahaya mendengar pertanyaan omanya.

"Baik Oma."

"Nilai kamu gak turun kan?"

Tuh kan..., firasat gue bener.

"Nggak Oma," alibi Elvano. Padahal mendengarkan guru saja jarang.

"Pokoknya jangan sampai turun. Kamu harus masuk jurusan hukum." Elvano menghela nafasnya kasar.

"El gak minat masuk hukum Oma."

"Kamu gak bisa nolak El, Oma udah carikan universitas terbaik untuk kamu atau kamu mau dapet guru les? Biar Oma cariin."

"Oma stop ngatur masa depan El!"

"Ini juga buat yang terbaik untuk kamu."

"Elvano juga punya mimpi Oma." Raut wajah Nita berubah menjadi datar.

"Mimpi? Kamu mau terus bermimpi? Sudah waktunya untuk bangun dan melihat kenyataan Elvano! Tidak usah bermimpi yang tidak jelas."

"Masa depan El, El yang bakal ngejalanin bukan Oma. Jadi El berhak memilih mau bagaimana kedepannya."

"Pilihan Oma tidak akan salah, kamu masuk jurusan hukum dan akan sukses nanti!"

"Mah, udah jangan paksa El," ucap Riyan.

"Mamah mau yang terbaik untuk cucu Mamah, itu salah?"

"Nggak salah Mah, tapi cara Mamah yang salah."

"Jadi kamu menyalahkan Mamah sekarang?"

"Elvano anak aku Mah, aku aja ngebiarin dia milih jalannya sendiri tanpa harus diatur. Dia udah mulai dewasa, harus bisa mempertanggung jawabkan pilihannya sendiri," ujar Riyan. Ia memang tidak suka apabila Elvano terus saja diperlakukan seperti jika bertemu.

"Elvano tidak akan jadi apa-apa tanpa bantuan Mamah," ucap Nita tetap teguh pada pendiriannya.

"Mah! Berhenti bersikap egois!"

"Setelah kamu menikah dengan Rita, kamu jadi berani bicara gitu sama Mamah!! Biasanya kamu anak yang sangat patuh tidak pernah membantah!" Nita menatap Rita yang sudah menunduk dengan tajam.

"Kenapa Rita dibawa-bawa disini? Dia gak ada sangkut pautnya dalam masalah ini. Tolong Mah, jangan ganggu keluarga aku."

"Mamah tidak mengganggu keluarga kamu Riyan!"

"Mamah selalu menjelek-jelekkan Rita, dan Mamah juga selalu memaksakan Elvano. Riyan gak suka Mah. Jadi tolong, bersikap selayaknya ibu mertua dan oma yang baik untuk keluarga aku."

"Soal Elvano, aku yakin dia akan sukses dengan pilihannya," lanjut Riyan. Nita yang kesal segera berlalu pergi dari rumah.

"Riyan, gak baik loh ngomong ke mamah kamu kayak gitu," ucap Rita.

"Mamah kali ini udah keterlaluan Rita, aku gak bisa ngebiarin. Aku bakal ngelindungin kalian semampu aku." Riyan merangkul bahu Rita dan Elvano. Sesekali mengelus rambut Elvano penuh kasih sayang.

"Pah?" panggil Elvano.

"Apa?"

"Papah keren banget!! 'Jadi tolong, bersikap selayaknya ibu mertua dan oma yang terbaik untuk keluarga aku' langsung diem dong Oma," ujar Elvano mengikuti gaya bicara Riyan tadi.

"Heh gak boleh gitu!" ucap Rita memperingatkan.

"Habisnya aku kesel Mah, terus aja dipaksa masuk jurusan yang oma mau. Setiap ketemu pasti yang ditanya nilai. Kenapa sih semua orang nganggep nilai itu sesuatu yang paling berharga? Padahal nilai hanya angka."

"Pemikiran setiap orang berbeda-beda Elvano. Mungkin mereka berpikir nilai itu segalanya. Jadi jangan mendengar opini satu orang aja. Kamu beranggapan seperti itu, tapi tidak dengan orang lain. Kamu mengerti?"

"Gak nyangka Elvano, papah bisa sebijak ini. Kerasukan apa Pah?" Riyan menyentil dahi Elvano gemas.

"Bocah kurang ajar."

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang