Teka-teki yang sulit terpecahkan.

309 35 11
                                    

"Mau lo apa?"

"Harusnya dari awal Naya pilih gue, bukan lo yang gak bisa ngelindungin dia sama sekali." Elvano segera mencengkram kerah lelaki itu dengan emosi tak tertahankan.

"Nggak usah banyak bacot lo."

"Gue ngomong fakta ko." Satu pukulan mengenai rahang Aldo sehingga tersungkur ke belakang. Aldo mengelap sudut bibirnya yang berdarah sembari terkekeh kecil.

"Padahal gue gak main fisik loh." Aldo bangkit kembali mendekati Elvano.

"Lo ganggu gue," balas Elvano memberi tekanan disetiap katanya.

"Ceweknya lagi koma, tapi malah sibuk sama yang katanya sahabat. Ko gue curiga ya? Jangan-jangan kalian main di belakang Naya? Wow!" Aldo bertepuk tangan, hal itu membuat emosi Elvano semakin tersulut.

Namun, pandangannya turun ketika menyadari kancing kedua hilang di seragam Aldo.

Soal kancing lagi?

"Kenapa diem? Jangan-jangan bener." Pukulan lain ia layangkan pada Aldo namun kali ini lebih keras. Elvano mencengkram kerah seragam Aldo lagi.

"Jawab pertanyaan gue, lo dimana pas kejadian Naya?" Aldo tertawa kecil.

"Gue..., ada dimana ya? Lupa." Ingin rasanya Elvano menghabisi wajah di depannya sampai hancur.

"Yang bener bangsat!!"

"Gue lupa El, gimana dong?" Elvano mendorong tubuh Aldo. Lelaki itu benar-benar  ingin bermain dengannya.

"Lo ada di atap sekolah kan?" tebak Elvano. Namun Aldo malah tertawa padahal tidak ada yang lucu sama sekali.

"Jawab gue bangsat!!!"

"ELVANO, ALDO! APA YANG KALIAN LAKUKAN!!"

  ***

Elvano menduduki kursinya dengan wajah kusut. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi kemudian membenamkan wajahnya di meja.

Kepalanya rasanya ingin pecah memikirkan hal-hal yang menyangkut Naya. Sebenarnya siapa yang bersama Naya di atap sekolah? Hal itu terus saja terngiang di kepalanya.

Masalah ini terlalu rumit untuk dipecahkan.

"Lo kenapa El? Gila?" celetuk Rey di sebelah Elvano yang sedari tadi melihat gerak-gerik temannya.

"Gue harus gimana argh!!" Elvano memukul meja kencang, sehingga semua orang di kelas menatapnya aneh. Elvano meringis kecil kemudian berkata, "Maaf gak sengaja. Lanjutin aja aktifitas kalian."

"Lo bener gila El," sahut Rey yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Elvano karena lelaki itu sudah membenamkan kepalanya lagi.

Di lain tempat, Fiza memilih kembali ke kelasnya setelah beristirahat di UKS. Ia berjalan di koridor yang sepi, kepalanya masih sangat pusing. Tiba-tiba ada tangan menariknya ke dalam ruangan olahraga yang sempit dan terdapat banyak barang.

Tubuh Fiza terhimpit oleh orang di depannya yang tidak terlihat sangking tidak adanya cahaya di ruangan tersebut. Jantungnya berdegup lebih cepat, ia sangat ketakutan.

Fiza berteriak walaupun mulutnya dibekap. Ia berusaha melepaskan diri dengan mendorong dan memukul orang itu dengan sekuat tenaga. Namun, ia semakin terhimpit sampai-sampai deru nafas terasa di telinganya.

"Sttt..."

"Jangan berisik manis, nanti kita ketahuan," bisik orang itu.

"Breb..., sek!! Lebas!!" racau Fiza tidak karuan.

"Diem. Atau akan ada kabar seorang siswi meninggal di ruang olahraga." Hal itu membuat Fiza menghentikan aksinya. 

"Gadis pintar." Orang itu melepaskan bekapan. Air mata mengalir begitu saja di ujung matanya.  "Jangan nangis..." Fiza membuang muka ketika merasakan elusan di pipinya.

"Jangan pegang gue, gue jijik sama tangan kotor lo." Sebuah tamparan melayang di pipi kanan Fiza.

"Mulai berani ya?" Sosok di depannya mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu.

Seseorang tolong gue...

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang