"Mau tidur sampe kapan?" Elvano menggenggam tangan Naya erat. Ia sangat merindukan perempuan itu.
"Kenapa gak bangun? Mimpiin apa sampe betah banget tidur. Pasti mimpiin gue sih."
"Gue rindu banget sama lo, lo tega buat gue nahan rindu kayak gini? Gue cuman pengen ngeliat senyuman lo lagi."
"Sedikit lagi Nay, sedikit lagi gue akan ungkap kebenarannya. Tunggu sebentar lagi, tapi janji lo harus bangun," ucap Elvano asik berceloteh pada Naya yang sedang tertidur panjang. Hanya terdengar suara elektrokardiogram di ruangan itu.
"Gue pulang dulu ya, nanti gue kesini lagi nemenin lo." Elvano mengecup dahi Naya lalu berlalu pergi dari sana.
Langkah kakinya terhenti saat ponselnya berdering. Elvano berdecak melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia segera mengangkatnya.
"Mau apa la---" Elvano tidak dapat melanjutkan ucapannya ketika mendengar dari seberang telepon. Elvano segera mengakhiri sambungan telepon lalu berjalan menuju ruang ICU.
Setelah melakukan persyaratan, Elvano memasuki ruangan ICU dan mendekati seseorang yang sedang terbaring lemah dengan alat-alat terpasang di tubuhnya. Sungguh ia mulai membenci ruangan ini, Karena di ruangan ini, ia melihat orang-orang terdekatnya terbaring tak berdaya.
Elvano menatap tidak percaya, keadaan Aldo benar-benar memprihatinkan. Dokter berkata bahwa kondisi Aldo kritis. Baru saja lelaki itu menghubunginya dan berkata akan datang, tapi sekarang malah terbaring disini dengan tubuh penuh luka.
"Baru aja gue tadi jenguk Naya, sekarang harus jenguk lo juga. Emang ngeribetin ya lo."
"Bawa motor aja gak becus lo, Do. Lo jangan ikut-ikutan kayak Naya deh. Lucunya gue ngeliat lo gini jadi pengen minta maaf. Tapi gue belum bisa percaya lo sepenuhnya."
"Sebenernya apa yang mau lo omongin?"
***
Aldo sudah dipindahkan dari ruangan ICU. Tapi, sudah 4 hari Aldo belum membuka matanya. Setiap hari, Rita yang selalu menjaga Aldo bagaikan anak sendiri. Karena jika bukan dirinya siapa lagi yang akan merawat anak malang itu?
Ayah Aldo, bahkan batang hidungnya saja tidak terlihat. Seolah tidak memperdulikan anaknya mengalami kecelakaan.
Kedua mata Aldo membuka secara perlahan, tubuhnya terasa amat sakit. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan, terlihat asing.
Pintu terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya memasuki ruangan. "Mah...," ucap Aldo sangat pelan. Rita terkejut saat melihat Aldo sudah sadar, segera ia memencet tombol interkom. Datanglah Dokter beserta suster mengecek keadaan Aldo.
Rita dapat bernafas lega mendengar penjelasan Dokter yang mengatakan tidak perlu khawatir lagi akan kondisi Aldo.
"Kamu bener-bener buat Mamah khawatir, Aldo."
"Mi..., num," ujar Aldo. Rita segera mengambil air minum dan membantu Aldo.
"Mamah Rita, makasih."
"Iya sama-sama, kenapa bisa sampe kecelakaan gini sih Aldo? Tau gak kamu Mamah khawatir banget pas ngedenger kamu kritis." Aldo menggenggam tangan Rita erat.
"Aldo seneng, ada yang khawatir akan kondisi Aldo. Terima kasih banyak. Aldo kira, jika matipun tidak akan ada yang peduli."
"Kamu ini bicara apa Aldo, Mamah gak suka ya."
"Iya, maaf." Rita mengusap rambut Aldo lembut. Pintu terbuka, mengalihkan pandangan keduanya.
"Mah," ujar Elvano memeluk tubuh Rita erat. Rita mengerutkan dahinya.
"Kamu kenapa El?"
"Elvano cuman pengen meluk Mamah."
"Kamu ini udah gede juga!" Rita menepuk tangan Elvano sembari terkekeh kecil.
"Ya gak papa lah, El kan tetep anak Mamah," ujar Elvano. Sedangkan ada sorot kesedihan melihat ibu dan anak itu.
"Kamu ini bisa aja ya, itu Aldo udah bangun tuh." Elvano melepaskan pelukannya dan menatap Aldo.
"Bisa bangun juga lo?" Bukan balasan yang ia terima melainkan pukulan di bahunya dari sang mamah.
"Mah kenapa dipukul sih?"
"Omongannya asal ceplos aja! Kamu jagain Aldo dulu, Mamah mau keluar dulu bentar." Rita berlalu pergi keluar meninggalkan Aldo dan Elvano.
"Manja banget harus dijagain."
"Gue gak minta, pergi sanah," ujar Aldo lemah.
"Dih ngusir."
"Ada lo berisik."
"Bodo amat." Aldo menutup kedua matanya memilih tidak menanggapi ucapan Elvano yang tidak akan ada habisnya.
"Eh Do," ucap Elvano.
"Hm."
"Sebelum kecelakaan, lo nelepon gue katanya mau ngomong sesuatu sampe nyusul ke rumah sakit."
"Besok aja, kepala gue masih pusing," balas Aldo tanpa membuka mata.
"Gue penasaran! Soal Naya?"
"Hm."
"Cepet bilang." Tidak ada sahutan sama sekali dari Aldo membuat Elvano ingin memukul wajah menyebalkan itu. Tapi ia harus menahannya untuk kali ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Fiksi RemajaIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...