Dibalik pembatas jendela kaca

354 39 0
                                    

Elvano hanya bisa melihat kondisi Naya  dari pembatas jendela kaca. Rasanya sangat sakit ketika melihat sosok itu terbaring lemah dengan terpasang banyak alat untuk menujang hidup.

Kondisi Naya semakin memburuk, bahkan lebih buruk dari kemarin. Dokter mengatakan bahwa mungkin perempuan itu tidak dapat bertahan lama apabila kondisinya terus memburuk.

Tangan Elvano ditempelkan di kaca seakan-akan ia sedang menyentuh perempuan itu. Sesak, itulah yang saat ini terasa di dada.

"Nay...," lirih Elvano.

"Bangun..."

Rita mengusap punggung Elvano bermaksud menguatkan. Anaknya benar-benar menyayangi Naya sampai seperti ini.

"Mah..., Naya bakal bangun kan?" tanya Elvano tanpa berpaling dari sosok Naya dibalik pembatas kaca.

"Pasti, Naya kan kuat. Dia pasti bangun."

"Naya emang kuat. Pukulan dia aja sakit, jadi gak mungkin lemah."

"Kamu juga harus selalu berdoa agar Naya cepat sadar dan kembali bersama kita." Elvano mengangguk kecil mengiyakan ucapan Rita.

"El makan dulu yu, kamu belum makan dari kemarin."

"Gak laper Mah, El mau disini nemenin Naya. Kasian dia."

"Kamu harus makan El. Nanti sakit, kalau sakit gak bisa jenguk Naya lagi loh," bujuk Rita. Elvano akhirnya mengangguk pelan.

"Terus Naya siapa yang nemenin?"

"Orang tuanya bentar lagi dateng ko." Elvano berdecih mendengar itu.

"Orang tua macam apa mereka, baru sekarang mereka nganggap Naya ada. Kemana aja kemarin-kemarin? Selalu nyakitin Naya."

"Hush, kamu gak boleh gitu. Mau gimanapun mereka tetep orang tua Naya. Udah ayo kita isi perut kamu dulu." Rita merangkul tangan Elvano dan membawanya menuju kantin rumah sakit.

***

"Mamah, itu Kakak kenapa gak bangun dari kemarin?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Dava. Anak lelaki itu menatap kakaknya dari balik pembatas jendela kaca.

"Mamah kakak kapan bangun? Dava mau ngajak main kakak," tanyanya lagi. Sedangkan Andin dan Deno saling bertatap, hati mereka teriris mendengar pertanyaan polos anak bungsunya.

"Dava, kakak kamu lagi istirahat," ucap Andin.

"Kenapa belum bangun juga Mah? Kakak tidurnya lama banget. Dava aja cuman tidur sebentar."

"Kakak kamu lagi capek Dava, makanya tidurnya lama."

"Kalau gitu Dava pijitin kakak aja, Dava juga suka pijitin Papah kalau lagi capek." Kedua sudut bibir Andin tertarik. Andai Naya tau, bahwa Dava sangat menyayanginya.

"Gak bisa Dava. Kakak kamu cuman butuh tidur."

"Tapi Mah, di badan kak Naya itu apa Mah? Ko banyak banget?" Andin menatap Deno bingung menjawab pertanyaan Dava satu ini.

"Dava, makan yu? Kamu kan belum makan loh." ujar Deno mengalihkan topik pembicaraan. Dava menggelengkan kepalanya cepat.

"Dava mau makan sama kakak."

"Dava ayo," ajak Deno lagi.

"Mah, Pah, Dava mau masuk. Mau nemenin kakak disana." Keduanya menghela nafas kasar.

"Kamu gak boleh masuk Dava, nanti susternya marah loh."

"Yahhhh, kasian kakak."

"Nanti Papah temenin kakak ko, sekarang mending kamu makan dulu ya?" Akhirnya Dava mengangguk menyetujui ucapan Deno.

"Kamu gak akan ikut?" tanya Andin pada Deno yang dibalasan gelengan pelan.

"Kamu aja makan sama Dava, aku tidak lapar." Andin segera menggenggam tangan Dava dan membawanya pergi.  Deno memilih memasuki ruangan, sebelum itu menjalani ketentuan-ketentuan.


Ia menatap Naya dengan sorotan terluka. Tubuh kecil itu terpasang banyak sekali alat, ingin rasanya menggantikan posisi Naya. Sungguh dirinya tidak kuat melihat kondisi Naya yang jauh dari kata baik-baik saja.

Ketika mendengar kabar Naya kemarin, mereka terburu-buru menuju rumah sakit. Deno dan Andin benar-benar seakan tersambar petir saat dokter mengatakan bahwa anak sulungnya koma dengan kondisi sangat buruk.

Deno tidak menyangka bahwa anaknya akan nekat melakukan hal itu. Ia memang bukan orang tua yang baik sampai Naya berbuat hal demikian. Bahkan Deno baru mengetahui Naya mengkonsumsi obat Antidepresan.

Sudah sedalam mana ia menyakiti gadis kecilnya?

Dirinya merasa sangat gagal. Kemana ia ketika Naya sedang terpuruk dan tertekan?

"Naya maafin Papah...," bisik Deno mengelus rambut Naya lembut.

"Bangunlah gadis kecil Papah."

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang