Menikmati waktu.

319 37 0
                                    

"Elvano," panggil seseorang. Elvano menatap orang itu malas.

"Apa?"

"Besok tugas kelompok kita dikumpulin, minggu kemarin sempet diundur kan. Gue mau ngajak lo dari kemarin tapi kayaknya lo lagi gak bisa." 

"Hm."

"Nanti istirahat atau pulang sekolah?"

"Istirahat, di perpustakaan," jawab Elvano datar.

"Emang lo gak akan laper?"

"Ada jam istirahat kedua."

"Oh oke." Luna kembali menduduki kursinya.

***

Sesuai perjanjian, keduanya sudah berada di perpustakaan. Luna nampak memilih buku untuk dijadikan bahan tugasnya. Tapi ada salah satu buku di tempatkan di rak tinggi, ia berjinjit berusaha menggapai buku itu. Sebuah tangan terulur mengambil buku itu dengan mudah, Luna menolehkan kepalanya terkejut. Wajahnya dengan dada bidang Elvano sangat dekat sampai-sampai aroma tubuh Elvano tercium. Sangat harum dan menyegarkan.

"Udah? Cepet," ucap Elvano menyadarkan Luna, kemudian berjalan ke meja yang memang disediakan disana.

"Lo cari di buku ini, dan gue disini. Nanti kita gabungin dan buat kesimpulannya," ucap Luna sedikit gugup. Elvano mengangguk lalu mengambil buku itu dan membacanya dengan teliti sesekali menuliskannya di buku yang menurutnya penting.

Sedangkan Luna, menatap seseorang di depannya dengan tatapan kagum. Ketampanan Elvano terlihat berkali-kali lipat seperti biasanya dengan sedikit terpancar sinar matahari dari arah jendela. Wajahnya yang sedang seirus menambah kesan plus pada lelaki itu.

Rasanya tidak membosankan melihat wajah itu, sampai akhirnya suara Elvano membuatnya kembali mengerjakan tugas.

"Cepet kerjain."

"Iya." Keduanya nampak serius mengerjakan setiap bagiannya.

"Masih lama?" tanya Elvano.

"Ini dikit lagi ko." Setelah itu menjadi hening, Luna mendongakkan kepalanya melihat lelaki itu sudah tertidur dengan buku-buku sebagai bantal.

Luna menyimpan pulpennya dan mensejajarkan kepalanya dengan Elvano. "Nanti lehernya sakit kalau posisinya gitu," gumam Luna pelan. Ia kini bisa menatap wajah Elvano dengan jelas.

Sudah beberapa menit berlalu, Luna masih saja betah dengan posisinya. Kedua sudut bibir Luna tertarik, rasanya menyenangkan bisa sedekat ini dengan lelaki itu. Tangannya terulur hendak menyentuh rambut Elvano, namun lelaki itu nampak akan membuka mata. Segera Luna menarik tangannya dan menegakkan tubuhnya kembali.

Elvano meregangkan lehernya yang terasa kaku. "Udah?" tanya Elvano.

"Udah ayo." Luna membereskan barang-barangnya dan mengembalikan buku ke tempatnya semula.

"Terus kesimpulannya?"

"Nanti gue yang buat aja di rumah, di ketiknya juga sama gue aja biar sekalian." Sebenarnya Luna belum menyelesaikan tugasnya dan Elvano juga nampak kelelahan. Pulang sekolah ia akan meminjam buku itu kembali untuk dikerjakan di rumah.

"Ayo, ke kelas."

***

"

Guru matematika peminatan gak akan masuk, karena lagi sakit. Jadi ngasih tugas dan disuruh dikumpulin sekarang juga," ucap Gavin selaku ketua kelas.

"Nanti dikumpulin di meja guru. Tugasnya udah gue kirim ke grup kelas. Rangkum dan kerjain soalnya. Yang tidak mengerjakan akan dianggap tidak hadir." Ucapan Gavin membuat semua orang berucap tidak terima. Soal yang diberikan pun tidaklah sedikit.

"Jangan ngebantah, kerjain cepet." Gavin berjalan menuju kursinya. Begitu pula dengan Elvano yang sudah menduduki kursi Naya.

"Nanti jangan pelit jawaban ya Za, gue lagi males mikir," ucap Elvano. Fiza mendengus mendengarnya.

"Emang kapan lo mikir hah?"

"Nanti kalau udah waktunya, pasti gue mikir."

"Hilih alesan doang." Fiza mengerjakan tugasnya dalam diam, begitupun dengan Elvano yang mengerjakan tugas menyalin lebih tepatnya.

"Nulisnya jangan cepet-cepet Za!" gerutu Elvano.

"Lo nya aja yang lambat."

"Jangan di balik dulu gue belum selesai!"

"Cepetan makanya!!" Elvano mempercepat tulisannya sehingga sama sekali tidak terbaca.

"Gue kasian sama gurunnya nanti meriksa tugas lo."

"Udah!! Sekarang lo tinggal ngisi aja Za, gue tungguin."

"Kerjain sendiri Elvano!"

"Gak mau."

"Kenapa coba?"

"Susah," jawab Elvano dengan wajah memelas.

"Gak dicobain mana bisa ngomong gitu."

"Emang dari dulu mantan selalu nyusahin Za." Fiza memutar bola matanya malas.

"Emang lo punya mantan?"

"Nggak sih, kan Naya satu-satunya."

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang