Sedikit menaruh curiga

383 36 12
                                    

Elvano mengetuk pintu di depannya, nampaklah seorang wani paruh baya membukakan pintu. "Kamu Elvano kan?"

"Iya Tante," jawab Elvano.

"Kenapa kesini pagi-pagi?" heran Andin.

"El boleh tanya Tante?"

"Mau tanya apa?"

"Apakah Tante masih menyimpan baju seragam Naya?"

"Memangnya ada apa Elvano?"

"El mau memastikan sesuatu." Andin membuka pintu lebih lebar mempersilahkan masuk.

"Kamu duduk dulu, biar Tante ambil dulu," ucap Andin berlalu memasuki kamar Naya dan kembali membawa sebuah kotak.

"Tante mau buang seragam ini, untung kamu dateng cepet." Andin memberikan kotak itu pada Elvano.

"Terima kasih Tante, maaf merepotkan datang pagi-pagi seperti ini."

"Memangnya kamu gak akan telat ke sekolah?" tanya Andin.

"El cuman sebentar ko Tante."

"Mamah," sahut Dava keluar dari kamar sembari mengucek-ngucek matanya khas bangun tidur.

"Kamu udah bangun sayang? Ayo mandi dulu yu. Kamu kan mau sekolah," ujar Andin menggandeng tangan Dava kembali memasuki kamar, tapi sebelum itu ia mengatakan sesuaru pada Elvano.

"Tante permisi dulu, kalau kamu sudah selesai bisa langsung pergi saja tanpa pamitan. Tante ngurusin Dava dulu."

"Iya Tante." Elvano membuka kotak itu. Seragam putih Naya terdapat bercak merah yang tidak terlalu jelas. Mungkin seragam itu sudah dicuci, tapi darahnya tidak bisa hilang sepenuhnya. Ia segera memeriksa setiap kancing baju yang ternyata lengkap tidak ada yang hilang satu pun.

Jadi sebenarnya milik siapa jika bukan Naya?

***

Bel masuk berbunyi tepat Elvano menginjakkan kakinya di sekolah. Untung saja tidak telat. Ia segera berlari menuju kelasnya dan menduduki kursi Naya, di sebelah Fiza yang sedang memainkan media sosial.

"Telat bangun lo?" tanya Fiza tanpa mengalihkan pandangan.

"Enak aja, gue bangun pagi!"

"Terus? Kenapa telat?"

"Kepo lo ah."

"Idih."

"Za lo tau gak?"

"Nggak," jawab Fiza.

"Dengerin dulu, gue mau serius!!"

"Iya cepetan!"

"Gue ne---" ucapan Elvano terpotong ketika Fiza kembali menyahut.

"Bentar tahan dulu, bantuin gue dulu!" Elvano mencebik kesal.

"Apaansih Za, padahal penting banget ini."

"Bantuin lipetin seragam gue dong, ganggu banget sumpah!" Fiza mengulurkan tangannya pada Elvano. Dengan malas lelaki itu mengikuti permintaan Fiza.

"Satu lagi," ucap Fiza mengganti dengan tangan satunya.

"Lo emang bener-bener nye---" Elvano tidak melanjutkan ucapannya saat menyadari lengan seragam Fiza tidak memiliki kancing hanya ada seuntai benang.

"Kenapa El?" tanya Fiza menatap keterdiaman Elvano.

"Nggak ko." Elvano melanjutkan aktifitasnya yang sempat tertunda.

"Udah."

"Oke makasih!"

"Em Za?" panggil Elvano sedikit hati-hati.

"Kenapa?"

"Kancing lo kemana? Gue liat tadi ilang satu."

"Oh gue juga gak tau, tau-tau ilang gitu aja. Biar aja sih, males jait juga gue. Kenapa emang?"

"Nggak nanya aja."

"Oh iya, lo tadi mau bilang apa? Katanya penting?"

"Nggak jadi. Gue ke kursi dulu," ucap Elvano kembali ke kursinya. Tatapan Elvano tertuju ke depan dengan segala pertanyaan bermunculan di kepala.

"Woy El, so-soan serius lo mikirin apaan sih?" tegur teman sebangkunya, Rey.

"Kepo banget lo kayak cewek," balas Elvano.

"Hilih najis banget ya lo. Tumbenan duduk disini, biasanya nempel mulu sama sahabat lo," sindir Rey. Elvano menolehkan kepala menatap Fiza dengan tatapan sulit diartikan.

"Tatep aja terus, gak akan ilang ko Fizanya. Gak usah diliatin kayak gitu. Nanti baper berabe loh," cerocos Rey. Matanya beralih ke arah Rey.

"Bacot banget sih lo!"

"Yaudah atuh sana samperin kasian sendiri. Gue gak papa. Udah terbiasa sendiri ko," ucap Rey dengan waut wajah sedih.

"Lo jelek, makanya gak ada yang mau. Harusnya ganteng kayak gue, biar punya pacar."

"Astagfirullah kamu ini berdosa banget!"

"Jomblo mulai aktif ya Bund."

"Sialan emang lo El!"

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang