Atap Sekolah

356 37 5
                                    

Kalau kalian ngerasa ceritaku ini gak seru, aku akan unpub setelah aku nyelesain cerita ini sampe ending. Karena aku mau nyelesaian hasil kerja keras aku sampe akhir selama berbulan-bulan.

Jujur aja gak papa, aku tau ceritaku jauh dari kata sempurna. Mohon maklum, karena ada sesuatu, cerita baruku malah makin jelek semuanya.

Selamat membaca:)
Makasih yang udah baca:)

Sepulang sekolah, Fiza memilih menuju atap sekolah. Setelah kejadian Naya, ia tidak berani lagi menuju kesana. Tapi dirinya harus mulai memberanikan diri.

Namun ia dikejutkan ketika ada seseorang disana. "Halo cantik, kenapa lama?" Jantung Fiza berdegup dua kali lebih kencang, ia hendak kabur namun tangannya sudah ditahan.

"Lepasin gue brengsek!"

"Mau kemana? Ada yang mau diomongin dulu bentar." Fiza berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman lelaki itu.

"Gue akan ungkapin semuanya!"

"Silahkan, tapi kamu gak akan hidup tenang setelah itu."

"Brengsek!!" Satu tamparan mengenai pipi kanan Fiza, sampai darah keluar dari sudut bibirnya sangking kerasnya. Lelaki itu berjongkok, kemudian menjengut rambut Fiza sehingga terdengar ringisan kesakitan.

"Jangan main-main cantik."

"Gue gak akan takut lagi sama lo! Gue akan ungkapin semua kebusukan lo!!" Jengutan di rambut Fiza semakin menguat.

"Kamu semakin berani ternyata." Tangan satunya lagi mengelus pipi Fiza. Fiza berusaha menjauhkan tangan itu dari pipinya.

"Jangan sentuh gue, tangan lo kotor."

"Wow takut." Satu tamparan mengenai pipi Fiza lagi.

"Gimana? Masih mau ungkapin semuanya?"

"Pukul aja terus, gue gak takut. Justru disini lo yang takut gue akan buka mulut. Pengecut." Lelaki itu melepaskan jengutannya kasar sampai kepala Fiza terbentur lantai atap, lalu menendang perut Fiza.

"Sudah dibilangin, jangan macam-macam cantik. Atau kamu akan bernasib sama dengan teman kamu itu."

Fiza memegangi perutnya yang terasa sakit. Penglihatannya pun memburam, benturan tadi terasa amat sangat keras.

"Lain kali turuti apa yang diperintahkan. Sebaiknya kamu tutup mulut, agar bisa hidup." Lelaki itu berlalu pergi dari sana meninggalkan Fiza yang masih meringis kesakitan disertai air mata yang mengalir deras.

Fiza berusaha mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Namun tidak diangkat sama sekali.

"El..., tolong angkat." Fiza terus saja menghubungi Elvano, namun gagal. Akhirnya ia memilih menghubungi seseorang.

"Rey..., tolong gue."

'Lo kenapa Za? Sekarang lo dimana?'

"Atap."

'Lo ngapain sih kesana Za?' tanya Rey dari seberang telepon. Namun tidak ada sahutan sama sekali dari Fiza.
'Gue kesana sekarang!'

***

Elvano yang sedang tertidur merasa terganggu akan suara dering ponsel yang tak henti-hentinya berbunyi. Ia segera mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menghubungi.

"Ganggu banget anjir, gue lagi tidur!"

'Lo kemana bangsat? Gue telepon dari tadi!'

"Mau ngapain?"

'Fiza di rumah sakit bego!' Elvano langsung terbangun mendengar itu.

"Lah ko di rumah sakit? Dia kenapa?"

'Dateng aja kesini buruan!' Sambungan diputusakan oleh Rey. Elvano melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dari Fiza. Ia mengambil jaket dan kunci motornya lalu menuju rumah sakit.

Sesampainya disana, Elvano segera mencari ruangan yang sudah diberitahukan oleh Rey melalui pesan. "Rey!" panggil Elvano ketika melihat sosok Rey di dekat kasur Fiza.

"Fiza kenapa bisa gini?" tanya Elvano.

"Gue gak tau, dia nelepon gue minta tolong. Ternyata dia ada di atap. Disana gue liat Fiza udah gak sadar, mana banyak luka," ucap Rey memberi pejelasan.

"Luka?" Elvano melihat pipi Fiza yang sedikit membengkak.

"Kepalanya cuman kena benturan kecil, perutnya memar kayak bekas tendangan, pipi sedikit begakak. Tapi untuk gak ada masalah serius kata Dokter."

"Makasih banget Rey, gue gak tau kalau lo gak bantuin dia bakal gimana."

"Yaudah karena udah ada lo, gue pulang dulu ada urusan."

"Makasih sekali lagi Rey."

"Yoi!" Rey berlalu pergi dari ruangan. Sedangkan Elvano menduduki kursi di sebelah  kasur Fiza. Ia menggenggam tangan perempuan itu erat.

"Apa yang terjadi sama lo Za?"

"Gue gagal lindungin lo, maaf. Maaf juga gue gak ngasih lo waktu buat ngejelasin."

"Iya gue maafin," lirih Fiza. Elvano mendongakkan kepalanya, melihat Fiza sudah sadar.

"Lo kenapa sih Za? Kenapa bisa kayak gini?"

"Gue gak papa El."

"Gak papa gimana! Bilang ke gue siapa yang ngelakuin itu ke lo?" Fiza hanay tersenyum menanggapinya.

"Kenapa malah senyum?"

"El," panggil Fiza pelan.

"Apaan?"

"Gue akan ungkap kebenarannya, jadi tolong lindungin gue."

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang