Fiza memasuki kelas dengan wajah sangat pucat, Elvano segera menghampiri memeriksa keadaan perempuan itu.
"Mau pulang?" Telapak tangan Elvano ditempelkan di dahi Fiza, semakin panas.
"El," lirih Fiza menatap Elvano berkaca-kaca.
"Pulang yu? Lo panas banget." Fiza menganggukan kepalanya pelan. Elvano kemudian mengambil tasnya dan tas Fiza.
"Gue izin nganterin Fiza, dia sakit," ucap Elvano pada absensi lalu merangkul bahu sahabatnya yang sudah lemas.
"Kuat jalan?" tanya Elvano khawatir. Fiza hanya mengangguk.
Setelah mendapat izin dari sekolah, Elvano melajukan motornya keluar gerbang sekolah menuju rumah Fiza. Sesampainya di depan rumah, Elvano kembali merangkul bahu Fiza berjaga-jaga jika tumbang. Ia mengetuk pintu di depannya, menampilkan Rere yang sudah terkejut melihat wajah putrinya yang sangat pucat.
"Kamu sih Mamah bilang gak usah sekolah, bandel banget," ujar Rere.
"Pusing Mah," ucap Fiza pelan.
"Yaudah kamu ke kamar sekarang, Mamah mau nyiapin bubur dulu. Tolong bantu Fiza ya Elvano." Elvano menganggukan kepalanya lalu memasuki kamar. Ia menempatkan tubuh Fiza di kasur dengan posisi tidur dan menarik selimut.
"Gak akan ganti baju Za?" tanya Elvano.
"Nanti aja, gue lemes banget," balas Fiza lemah.
"Pipi lo ko merah Za?" tanya Elvano lagi saat menyadari pipi kanan Fiza memerah.
"Oh..., ini. Gue kan lagi demam, wajar aja sih," jawab Fiza sedikit tergugup. Sedangkan Elvano hanya ber-oh saja.
"Lo balik ke sekolah sana."
"Ngusir mulu lo ah."
"Ke sekolah Elvano!"
"Gak mau, mau disini aja. Lagi males belajar gue." Elvano terbaring di lantai sembari memainkan ponsel.
"Lo tidur aja Za, gue gak akan ganggu."
"Dingin loh disitu El," ucap Fiza.
"Lo istirahat, gak usah perduliin gue," balas Elvano tanpa mengalihkan pandangan. Fiza berdecih lalu menutup kedua mata karena rasa pusing di kepalanya semakin menjadi.
"Za gue mau nanya boleh?"
"Tadi disuruh tidur," sahut Fiza tanoa membuka mata.
"Jawab pertanyaan gue, udah itu langsung tidur."
"Mau tanya apa?" Elvano menyimpan ponselnya dan menatap Fiza dengan tatapan sulit diartikan.
"Gue sama lo sahabat kan Za?"
"Iyalah, lucu banget lo nanya gitu." Fiza membuka matanya dan balik menatap Elvano.
"Lo gak nyembunyiin sesuatu dari gue kan Za?"
***
Perihal Naya, kondisi perempuan itu mulai membaik dan sudah dipindahkan ke kamar khusus yang dibatasi pengunjungnya. Orang tua Naya sangat senang mendengar kabar baik tersebut.
"Mamah, kak Naya ko belum bangun?" tanya Dava polos. Tangan mungil itu menggenggam tangan Naya erat.
"Kakak Naya masih mau istirahat. Nanti dia bangun ko," jawab Andin.
"Kapan Mah?"
"Itu gimana kakak kamu sayang."
"Kakak tidur lama banget, Dava kangen kak Naya." Dava menatap wajah Naya penuh harap.
"Kak Naya bangun dong, main sama Dava yu," ucap Dava. Deno yang melihat itu hanya mengelus rambut anak bungsunya lembut.
"Dava sayang kak Naya?" tanya Deno dibalas anggukan cepat Dava.
"Dava sayang banget kak Naya! Dava pengen banget main sama kak Naya. Tapi kak Naya kayak yang benci Dava, Dava punya salah ya Pah?"
"Kamu gak salah Dava," ucap Deno.
"Kakak maaf kalau Dava punya salah sama kakak. Maaf kalau Dava cengeng, buat kakak marah. Dava janji gak akan cengeng lagi ko! Biar kakak gak dimarahin mamah, papah." Air mata Andin mendengar itu, hatinya seakan tersayat akan ucapan polos Dava.
"Kak Nay bangun ya." Hanya suara alat elektrokadiogram yang terdengar.
"Kak Naya pasti bangun Dava," ucap Andin.
"Dava pulang sama mamah ya?" sahut Deno ketika jam besuk hampir habis.
"Gak mau Dava mau disini temenin kakak!"
"Besok kan bisa kesini lagi."
"Gak mau!!" Deno menatap Andin mengkode agar membujuk Dava.
"Dava, kan ada papah yang jagain kak Naya disini. Besok kamu bisa kesini lagi ko."
"Dava gak bisa nginep Mah?" Dava menatap Andin penuh harap dibalas gelengan pelan.
"Janji besok kesini lagi?" ujar Dava mengacungkan jari kelingking. Andin mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking mungil Dava.
"Janji."
"Ayo." Andin menggandeng tangan Dava.
"Bentar Mah, Dava mau pamitan sama kak Naya."
"Kakak, Dava pulang dulu. Besok Dava janji kesini lagi, nanti Dava ceritain kakak dongeng! Dava sayang kakak." Di kalimat terakhir, Dava sedikit mencondongkan tubuhnya bermaksud agar Naya mendengarnya lebih jelas. Kedua sudut bibir Andin tertarik.
Naya, kamu bisa mendengar itu? Dava sangat menyayangi kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Подростковая литератураIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...