Teka-teki tak berujung

327 35 2
                                    

Semenjak saat itu, Elvano terngiang-ngiang perkataan yang terlontar dari Aldo. Ia selalu membuang pikiran-pikiran yang tidak mungkin itu benar.

"El!" panggil Fiza menghampiri Elvano.

"Apa?" jawab Elvano.

"Lo mau kemana? Kelas kelewat woy!"

"Ke kelas orang."

"Hah?" bingung Fiza. Elvano tidak menanggapi melainkan langsung memasuki kelas IPS tanpa permisi begitupun dengan Fiza yang mengikuti lelaki itu dengan tanda tanya.

Elvano mendekat kearah seorang lelaki dan mencengkram kerah seragamnya. "Maksud perkataan lo kemarin apaan?" tanya Elvano menatap tajam orang di depannya. Hal itu membuat semua orang mengerumuni mereka penasaran.

"El lo apa-apaansih? Lepas." Fiza berusaha menarik tangan Elvano dari kerah seragam Aldo.

"Udah biarin aja deh Za, gak usah ikut campurn" sahut Aldo tersenyum miring. Mendengar itu, Fiza menarik tangannya kembali sembari menundukkan kepala.

"Urusan lo sama gue, jangan bawa-bawa Fiza!" ucap Elvano.

"Oke bro, gue tau dia perempuan kesayangan lo. Jadi kedatangan lo kesini mau ngapain? Dateng-dateng langsung nyerang aja lo."

"Maksud perkataan lo di rumah sakit apaan? Orang terdekat gue?"

"Lo pasti tau maksud gue."

"Gak mungkin Do! Lo jangan ngada-ngada ya."

"Gue liat dia, gimana dong? Buktinya kurang jelas?" Elvano menurunkan tangannya dari kerah seragam Aldo.

"Gue gak percaya."

"Gak papa, gue gak maksa lo buat percaya sama gue. Tapi itu emang kebenarannya."

"Pasti ada orang lain yang ngelakuin itu. Karena gue juga punya bukti nyata," ucap Elvano berlalu pergi dari kelas Aldo disusul oleh Fiza.

"El," panggil Fiza menahan tangan Elvano agar berhenti.

"Apa?"

"Lo kenapa?"

"Biarin gue sendiri Za, gue cape pecahin teka-teki yang tak berujung ini. Gue cuman berharap Naya bangun, dan ngejelasin kejadian yang sebenarnya." Tangan Fiza dihempaskan secara halus, kemudian Elvano beranjak pergi meninggalkan Fiza disana.

  ***

"Elvano Mahendra?" Guru mata pelajaran PKN sedang mengabsen. Namun tidak ada sahutan sama sekali.

"Elvano Mahendra tidak hadir?" tanyanya.

"Elvano dateng ke sekolah Bu, tapi gak tau kemana," jawab Gavin.

"Membolos ternyata. Kalian jangan mencontoh sikap yang seperti itu ya, kasihan orang tua yang sudah mengeluarkan biaya untuk sekolah kalian."

"Iya Bu."

"Seperti yang sudah saya katakan minggu lalu, hari ini adalah presentasi materi. Tidak semua, karena waktu yang terbatas. Jadi saya panggilkan namanya saja. Untuk yang presentasi akan mendapat nilai tambahan. Untuk yang belum terpanggil, nanti kita melakukan presentasi materi baru."

"Iya Bu," balas semuanya kecuali Fiza. Perempuan itu hanya menatap kursi kosong Elvano dengan khawatir.

Di lain tempat, tepatnya di rooftop sekolah terdapat Elvano yang sedang menyandarkan tubuhnya di pembatas sembari menatap layar ponsel.

Ia terus saja melihat foto-foto Naya, dan mereka bertiga. Sungguh ia sangat merindukan saat-saat mereka berkumpul bersama diiringi gelak tawa.

Tatapannya teralih pada langit biru dihiasi awan. Semilir angin membelai kulitnya. Sungguh nyaman berada disini.

Bagaimana bisa di tempat senyaman ini terdapat rahasia yang tidak diketahui siapapun. Elvano memutar sebuah audio. Suara petikan gitar mulai terdengar dilanjut oleh suara perempuan yang merdu. Itu suara Naya, yang ia rekam diam-diam.

Jika dia tau, mungkin akan menyuruh agar audio itu dihapus. Kedua mata Elvano menutup, menikmati suara  Naya yang membuat rindunya sedikit berkurang.

Sudut bibir Elvano tertarik ketika terbayang senyuman Naya. Sudah lama ia tidak melihat senyuman itu. Juga, ekspresi marah Naya, ekspresi imutnya dan wajah cantik Naya terus saja terngiang.

Lagu diakhiri oleh petikan gitar. Kedua mata Elvano terbuka. Senyum di bibir menghilang, kini ia harus kembali pada kenyataan pahit.

Gue gak akan nyerah buat cari kebenarannya, Nay.

NayaVa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang