"Suatu hari, ada seorang anak kecil berjalan di taman..." Dava membacakan sebuah buku cerita di pangkuannya. Seperti janjinya kemarin, ia mendongengkan Naya.
Elvano yang juga berada disana menjaga Dava sedang mengupas apel untuk anak itu. Hatinya terenyuh melihat apa yang dilakukan oleh adik Naya. Ingin rasanya memiliki seorang adik seperti Dava. Namun sayang, ia anak tunggal.
Pintu terbuka mengalihkan pandangan mereka berdua. Seorang pria datang membawa keranjang buah di tangannya.
"Pak Andra?" Elvano segera menyalami tangan Apk Andra.
"Oh Elvano, kamu sedang menjaga Naya ya?"
"Iya Pak."
"Oh iya, saya cuman bisa bawa ini." Pak Andra memberikan keranjang buah itu pada Elvano.
"Padahal tidak usah Pak."
"Saya nya yang tidak enak kalau gak bawa apa-apa." Pak Andra mendekat untuk melihat kondisi Naya lebih jelas.
"Maafkan saya yang baru bisa menjenguk Naya, akhir-akhir ini sangat sibuk."
"Tidak apa-apa Pak," jawab Elvano. Sedangkan Dava sudah berlindung di belakang tubuh Elvano.
"Dava gak papa ko, kenapa harus sembunyi coba?" Pak Andra menatap Dava dengan tersenyum.
"Dia adik kamu?"
"Adik Naya Pak."
"Oh begitu. Bagaimana keadaan Naya sekarang?" tanya Pak Andra lagi.
"Mulai membaik."
"Baguslah."
"Elvano? Saya boleh bertanya lagi?" Elvano menatap Pak Andra bingung.
"Boleh Pak."
"Apakah Naya pernah berbicara sesuatu pada kamu?"
"Maksudnya?"
"Maksudnya apakah Naya pernah bilang ke kamu gitu, kalau dia lagi tertekan."
"Dia memang kurang terbuka sama saya Pak, saya cuman tau masalah dengan orang tuanya saja." Pak Andra mengangguk paham, lalu melirik jam tangannya.
"Saya tidak bisa lama disini, kalau begitu saya pergi dulu ya," pamit Pak Andra namun sebelum itu ia melirik Naya. "Semoga Naya bisa cepat sadar, dan kembali sekolah." Setelah itu Pak Andra berlalu keluar ruangan.
"Kenapa ngumpet Dava?" tanya Elvano menarik tangan Dava keluar dari persembunyian.
"Dava takut orang asing," ucap Dava pelan. Hal itu membuat Elvano gemas sendiri.
"Nay adek lu buat gue ya?" ujar Elvano menatap Naya.
***
"Anak-anak coba liat sini," ujar seseorang wanita paruh baya mengarahkan kamera pada dua anak perempuan yang sedang bermain bersama di taman komplek.
"Hai aku Naya!! Ini sahabat aku Fiza!!" Naya merangkul bahu Fiza erat sembari memamerkan giginya.
"Halo!!" sahut Fiza melambai-lambaikan tangan pada kamera yang dipegang oleh Andin. Kemudian kamera itu diarahkan pada Rere.
"Eh malu!" Rere menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Terdengar kekehan kecil di balik kamera lalu Andin mengarahkan kamera pada Naya dan Fiza lagi.
"Kalian lagi apa sayang?" tanya Andin agar kedua anak itu berbicara.
"Lagi main!" jawab Fiza girang.
"Naya, Fiza, coba bilang sesuatu ke kamera."
"Naya sayang Fiza!!" ucap Naya tiba-tiba menimbulkan tawa kecil dari Andin dan juga Rere.
"Fiza juga sayang Naya!" Fiza mendekap tubuh Naya erat.
"Gemasnya," sahut Andin ketika melihat kelakuan keduanya.
"Fiza sama Naya akan bersahabat selamanya!!" kini Fiza berucap. Dua anak itu melepaskan dekapannya lalu saling bergandengan tangan.
"Beneran nih bakal selamanya?"
"Iya dong, Fiza kan sahabat Naya yang paling Naya sayangin!"
Tayangan berhenti, Fiza mengusap air matanya yang keluar ketika melihat tayangan video yang sempat terekam dulu untuk dijadikan kenang-kenangan. Tadi ia tidak sengaja menemukan sebuah kaset yang ternyata berisi rekaman dirinya dan Naya saat kecil.
Air matanya lagi-lagi turun, sungguh sesak. Sungguh ia merindukan momen-momen seperti itu.
Dulu, ia dan Naya tidak dapat terpisahkan. Mereka sudah bersahabat sebelum bertemu Elvano. Karena rumah mereka yang bersebelahan, Rere dan Andin selalu pergi menjaga anak-anak bersama. Dari situlah Fiza dan Naya bersahabat.
Rasanya ingin sekali kembali ke masa itu, dimana tidak memikirkan apapun selain bermain.
Fiza menatap layar laptopnya dengan sendu. "Gue takut Nay..., maaf."
![](https://img.wattpad.com/cover/244024131-288-k94213.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Novela JuvenilIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...