"Lo gak bawa motor kan Nay?" tanya Elvano ketika berada di parkiran sekolah.
"Nggak," jawab Naya.
"Oke lo pulang bareng gue sekarang!" semangat Elvano menarik tangan perempuan itu mendekat pada motornya.
"Gue pulang sama siapa woy?" ujar Fiza tidak terima.
"Naek umum lah," balas Elvano sekenanya.
"Iya tau yang lagi bucin! Naya gue duluan!!" kesal Fiza berjalan keluar gerbang sekolah.
"Ayo Nay."
"Kasian lo Fiza, padahal bareng dia aja."
"Udahlah Nay, gue udah lama gak bareng sama lo." Bibir Elvano mengerucut. Naya menghela nafasnya kasar lalu mengangguk.
"Oke naik," titah Elvano. Saat hendak naik, Naya dikejutkan oleh suara seseorang.
"Elvano bisa bantuin gue gak?" Raut wajah Elvano menjadi datar melihat siapa itu.
"Apa?"
"Gue gak ada yang jemput, hp gue juga mati jadi gak bisa nelepon orang rumah," ucap Luna.
"Gue pinjemin hp nih." Naya menyodorkan ponselnya pada Luna.
"Gue gak inget nomor rumah."
"Ya terus? Cepet gue mau pulang," ujar Elvano jengah.
"Boleh minta anter gak?" Naya menatap perempuan itu tidak suka.
"Gue nganterin Naya."
"Tolong Elvano gue gak pernah naik umum soalnya," mohon Luna.
"Lo kali ini gak ngehargain gue sebagai pacar Elvano, Lun," ucap Naya membuka suara.
"Pas istirahat gue ijinin lo ke kantin bareng sama El. Tapi El ngomong lo sama sekali gak ngomongin tentang kelompok. Maksud lo apa?" Jika ia mengalah lagi, dirinya akan kehilangan Elvano. Naya tidak ingin itu terjadi. Sedangkan Luna hanya terdiam melemparkan tatapan tajam kepada Naya.
"Lo mau pulang? Gue bisa pesenin lo gojek. Sekian banyak murid di sekolah ini harus banget lo minta bantuan ke Elvano?"
"Gue bukan tipe perempuan yang akan selalu mengalah. Gue tau lo suka Elvano, tapi tolong sadar diri dia udah punya gue. Suka sewajarnya aja, karena wajah lo terlalu baik untuk menjadi perebut. Tapi gue harap lo hilangin perasaan lo, karena gue gak akan pernah lepasin dia untuk siapapun." Naya mengotak-atik ponselnya kemudian menatap Luna lagi.
"Gue udah pesenin lo gojek, tunggu aja," lanjutnya. Naya menaiki motor Elvano lalu menyuruh lelaki itu agar segera pergi dari sana.
"Lo bener-bener keren Nay!" puji Elvano sedikit berteriak agar terdengar.
"Gue emang keren El."
"Dipuji dikit pedenya selangit!" cibir Elvano.
"Bang cepet ya, saya buru-buru soalnya."
"Untung gue sayang lo maemunah! Kalau kagak udah gue turunin di tengah jalan!"
"Emang lo tega?" tantang Naya.
"Ya nggak lah! Mana mungkin!"
***
Semenjak di parkiran waktu itu, Luna selalu melempar tatapan benci pada Naya bahkan secara terang-terangan mendekati Elvano di depan Naya. Padahal Elvano selalu menolak perempuan itu, namun Luna seolah tidak menyerah.
Bahkan sudah beberapa kali Fiza menegur, Tetapi Luna seakan menulikan telinga. Naya mendekati Luna dan mengetuk meja.
"Apa?" tanya Luna.
"Ada yang mau gue omongin," ucap Naya dengan senyuman kecil.
"Apaan?"
"Gak disini, ikut gue." Naya berlalu keluar dari kelas diikuti oleh Luna. Untung saja guru-guru sedang rapat, jadi ia tidak akan mendapatkan hukuman. Naya memilih berbicara di koridor sepi agar tidak ada yang dapat menguping pembicaraan mereka.
"Maksud lo apa Lun? Lo belum ngerti juga apa yang gue omongin pas di parkiran?" ujar Naya menatap perempuan di hadapannya meminta penjelasan.
"Makin kesini lo makin jadi Lun. Bukannya gue lebay atau gimana, sikap lo yang bikin gue gak suka," lanjutnya.
"Gue benci lo Naya," ucap Luna tiba-tiba.
"Kenapa? Kenapa lo benci gue? Selama ini gue gak pernah nyari masalah loh ya, pas kita pertama ketemu juga bi---"
"Gue Alika," sahut Luna.
"Alika?"
"Iya gue Luna Alika, temen sekelas lo waktu SMP." Naya benar-benar terkejut mengenai fakta yang diucapkan oleh Luna.
"Lo lupa? Biar gue ingetin lagi. Alika, perempuan item, dekil, culun, dan selalu dianggap bayangan kelas. Gimana? Udah inget?" Luna terkekeh kecil melihat keterdiaman Naya.
"Kaget ya gue jadi berubah gini?"
"Asal lo tau Nay, dari SMP gue selalu tertekan. Gue cuman jadi bayangan aja. Gue benci ketika lo dapet semua perhatian dari temen-temen sekelas. Sedangkan gue? Sama sekali gak terlihat cuman karena gue jelek. Gue benci saat orang tua gue selalu nuntut supaya kayak lo yang juara satu. Gue? Selalu yang kedua."
"Disaat gue terpuruk, Elvano dateng buat nyemangatin gue. Dari situ gue suka sama dia dan gue berusaha mengubah penampilan gue. Gue sampe ngikutin dia masuk ke SMA ini. Tapi apa? Gue dapet kabar Elvano jadian sama lo. Padahal gue tau sebelumnya kalian itu sahabatan, gue bener-bener gak nyangka," lanjutnya.
"Tapi kenapa pas kita ketemu di kelas yang sama, lo pura-pura kita baru kenal?" tanya Naya tidak percaya.
"Karena gue mau lo natep gue sebagai Luna, bukan Alika yang dulu. Gue udah benci banget sama lo Nay. Maka dari itu, gue gak mau mengalah lagi. Gue bukan Alika, tapi gue Luna! Gue akan dapatkan apapun yang gue mau, walaupun harus menggunakan cara licik sekalipun." Setelah mengucapkan itu Luna berlalu pergi meninggalkan keterdiaman Naya yang berusaha mencerna perkataan Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Teen FictionIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...