Setelah pulang sekolah, ketiganya memilih ke rumah Elvano. Memang disanalah tempat terbaik untuk dijadikan tempat bermain bersama selain rumahnya yang besar, alasan utamanya adalah masakan mamah Elvano. Setiap mereka bermain, mamah Elvano pasti akan memasakkan berbagai macam makanan sampai cemilan untuk mereka bertiga.
"Mamah!" sapa Fiza berlari memeluk tubuh wanita yang masih teihat muda dan cantik.
"Halo anak Mamah."
"Kangen banget sama Mamah."
"Kangen Mamah atau masakannya nih?" sindir Rita sembari terkekeh pelan.
"Dua-duanya hehe."
"Calon mantu gak kangen Mamah?" ucap Rita pada Naya yang sudah berjalan mendekat lalu memeluk tubuh Rita erat. Naya dan Fiza memang sudah terbiasa memanggil Rita dengan sebutan mamah. Dulu, rumah mereka berdekatan tetapi karena ada suatu hal jadi Naya pindah rumah.
"Kalau ada mereka berdua El berasa dianak tirikan," sahut Elvano pura-pura merajuk.
"Mah, gak cape ngurus Elvano?" tanya Fiza.
"Cape sih. Tapi ya gimana, dia anak Mamah," jawab Rita diiringi candaan.
"Pulang sonoh lu Za!" usir Elvano. Sedangkan Fiza hanya mengedikkan bahu lalu berlari memasuki kamar Elvano tanpa permisi.
"Heh cewek bar-bar!" Elvano segera mengejar perempuan itu, sebelum Fiza mengacak-acak kamarnya.
"Kelakuannya masih aja kayak anak kecil, Naya kamu ambil aja cemilan di lemari ya. Mamah mau masak buat kalian," ucap Rita.
"Iya Mah, makasih."
"Kamu kayak kesiapa aja." Rita berlalu pergi menuju dapur dan Naya mengambil beberapa cemilan yang selalu Elvano beli untuk mereka bertiga ketika datang bermain ke rumah, tak lupa juga mengambil beberapa minuman di kulkas kemudian memasuki kamar.
"Kita mau ngapain nih?" tanya Fiza yang sudha membuka salah satu snack.
"Main PS aja," usul Elvano.
"Gak! Bosen gue main PS terus."
"Halah bilang aja lo takut kalah."
"Kata siapa? Lo juga sering kalah sama gue!"
"Nonton film aja," ucap Naya membuka suara.
"Ide bagus!" Fiza menyetujui usulan Naya.
"Nonton apa?" tanya Elvano.
"Apa aja," jawab Naya. Lelaki itu nampak sedang memilih film. Sedangkan Naya dan Fiza sudah menaiki kasur Elvano dengan posisi tengkurap sembari beberapa snack berada di pelukan mereka.
"Buruan El!" seru Fiza tak sabaran.
"Bentar anjir!"
"Lelet banget sih lo jadi cowok."
"Banyak bacot deh lo!" kesal Elvano. Ia memilih film bergenre fantasy, lalu memposisikan dirinya di bawah kasur dan berada ditengah-tengah kepala Naya dan Fiza.
Film sudah dimulai, ketiganya nampak sangat serius memperhatikan tayangan di depannya. Sesekali Naya menyuapi snack pada Elvano. Rita juga sempat datang untuk mengantarkan beberapa potong buah.
Setelah 2 jam berlalu, layar TV berubah menjadi hitam disertai tulisan-tulisan kecil menandakan film telah berakhir. Bahkan Fiza sudah tertidur dengan bahu Naya sebagai senderan.
"Lah ko malah tidur," heran Elvano.
"Dari tadi dia tidur." Naya mengelus rambut Fiza lembut membuat perempuan itu mengubah posisinya menjadi terbaring membelakangi Naya.
Elvano mengkode Naya agar mengikutinya keluar kamar. Keduanya berlalu keluar kamar meninggalkan Fiza yang sedang terlelap namun sebelum itu Naya menyelimuti tubuh perempuan itu agar tidak merasakan kedinginan.
Ternyata Elvano membawanya ke taman belakang. Disana terlihat indah karena Rita selalu merawatnya dan menanam beberapa bunga. Keduanya menduduki sebuah ayunan yang hanya muat untuk berdua.
"Nay?"
"Hm?"
"Lo gak ada niat keluar dari rumah?" tanya Elvano.
"Nggak."
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Itu rumah gue El, kenapa gue harus keluar?"
"Tapi mental lo bisa-bisa kena Nay, kalau setiap hari lo diperlakuin gitu. Gue gak mau lo kenapa-napa." Elvano menatap mata Naya dalam.
Mental gue udah kena El, gue setiap hari harus bergantung sama obat. Ingin sekali Naya memberitahukan semua pada lelaki itu. Tetapi sulit.
"Gue gak papa El." Naya menarik kedua sudut bibirnya meyakinkan Elvano.
"Lo selalu bilang gak papa, padahal lo lagi ada apa-apa. Sesusah itukah lo buat jujur sama gue? Gue bukan cuman pacar lo Nay, gue juga sahabat lo."
"Maaf El."
"Gue cuman lo mau berbagi beban sama gue. Bukan cuman lo sendiri yang menderita. Bukankah sakit memendam semuanya sendiri?" ucap Elvano sendu.
Sakit..., sakit sekali.
"Berhenti nyakitin lo sendiri yang terus-terusan bilang gak papa padahal nggak. Kalau sakit bilang! Kalau udah gak kuat bilang! Kalau mau nangis, nangis aja! Jangan pasang wajah so kuat sambil menebarkan senyum palsu padahal batin lo terluka. Inget Nay, gue sama Fiza selalu akan ada buat lo." Tangis Naya seketika pecah, ucapan Elvano benar-benar menyentil perasannya. Elvano segera memeluk tubuh Naya sembari menepuk nepuk punggung itu bermaksud menenangkan.
"Nangis aja sepuasnya."
"Sakit..., hiks..., hati gue sakit El. Gue cape selalu dibenci sama orang tua gue sendiri." Tangis Naya semakin membuncah. Hati Elvano rasanya nyeri ketika melihat perempuan yang ia sayangi terluka begitu dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Novela JuvenilIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...