Bel masuk berbunyi, kelas yang asalnya ricuh menjadi terdiam ketika seorang guru muda memasuki kelas. Para kaum hawa nampak terkagum melihat paras guru itu yang dapat dibilang tampan. Karena setiap angkatan berbeda lantai, jadi mereka baru mengetahui guru itu.
"Selamat pagi anak-anak."
"Pagi Pak!"
"Sekarang kalian sudah naik ke kelas 11 ya, sudah jadi kakak kelas. Bagaimana dengan kalian? Sudah saling mengenal satu lain?"
"Sudah." "Belum."
"Bapak harap kalian bisa saling mengenal dan bisa kompak ya. Oh iya nama Bapak Andra, saya guru Bahasa Indonesia dan saya disini akan menjadi wali kelas 11 Mipa 1." Semua orang bersorak ria, karena senang mendapat wali kelas yang masih terbilang muda. Untung saja tidak mendapat wali kelas yang killer.
"Bapak sangat senang mendapat respon baik dari kalian," ujar Pak Andra tersenyum lebar.
"Disini kita akan membentuk organisasi kelas. Siapa yang siap menjabat sebagai ketua kelas?" ucapan Pak Andra membuat kelas menjadi hening. Tidak ada satupun yang mengacungkan tangannya.
"Masa tidak ada?"
"Saya Pak," ujar seorang laki-laki yang menjadi pusat perhatian semua orang.
"Nama kamu siapa?"
"Arvin."
"Oke Arvin, kamu benar-benar siap menjadi ketua kelas?" tanya Pak Andra kembali.
"Siap Pak."
"Saya percayakan pada kamu." Pak Andra menulis nama Arvin di papan tulis.
"Wakilnya? Ada yang berminat?" Kelas kembali hening.
"Bapak pilih aja ya?" Pak Andra membuka buku absen dan meneliti setiap nama.
"Ezra, kamu jadi wakil ya?" Lelaki yang bernama Ezra hanya bisa mengangguk lemah mengiyakan permintaan wali kelasnya.
"Sekarang, bendahara."
"Saya Pak," acung seorang perempuan dengan wajah juteknya.
"Pak jangan Elisa Pak!!" sahut lelaki di samping meja perempuan bernama Elisa itu.
"Lah kenapa?" tanya Pak Andra bingung.
"Pak saya pernah sekelas sama dia, dia jabat jadi bendahara juga. Galaknya bukan main Pak!" Elis melempar bukunya kesal kearah lelaki yang tadi berbicara.
"Yasudah Elisa saja, dia juga udah ada pengalaman kan." Semua orang di kelas hanya menghela nafasnya kasar. Siap-siap saja mereka akan diamuki bila memiliki bendahara seperti Elisa.
Sampai akhirnya organisasi kelas sudah terbentuk. Naya, Fiza, dan Elvano memilih menjadi murid biasa saja tanpa jabatan apapun di kelas.
"Bapak harap orang-orang yang tertera di papan tulis dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Bapak percaya sama kalian. Segitu aja dari Bapak, silahkan kalian pakai waktu kosong untuk saling mengenal dengan teman baru kalian. Bapak permisi." Pak Andra berlalu pergi keluar kelas. Kelaspun menjadi berisik seketika. Ada yang sedang berkenalan, mengobrol, dan juga bermain.
"Hai, gue Abel," ucap seseorang di depan meja Naya dan Fiza.
"Gue Fiza, dan ini sahabat gue Naya."
"Salam kenal ya, ini juga sahabat gue Luna." Perempuan bernama Luna hanya tersenyum.
"Salam kenal juga," balas Naya dan Fiza.
"Untung aja ya kita dipisah ga sendiri-sendiri. Jadi gak terlalu sepi gitu di kelas baru dan orang-orang baru," ucap Abel membuka obrolan.
"Iya yaampun. Lo asalnya kelas berapa?" tanya Fiza.
"Gue di kelas 10 Mipa 3, kalian?"
"Kalau kita di kelas Mipa 5."
"Kenapa harus dipisah-pisah coba? Kan enak si kelas lama udah saling kenal banget," ucap Luna.
"Ya kan biar kita saling mengenal semuanya, gak satu kelas aja" jawab Naya.
"Iya lo bener." Abel tersenyum lebar.
"Nay, Fiza kantin yu? Laper gue gak sempet makan gara-gara telat bangun," ajak Elvano yang sudah memaksakan diri untuk duduk di kursi sebelah Naya. Terjadilah Naya dan Fiza menjadi berdempetan.
"El! Awas ih, suka gak nyadar badan lo!" kesal Fiza.
"Gak mau, mau deket-deket Naya."
"Dasar bucin." Sedangkan Luna sudah terpaku pada wajah Elvano yang masuk kriteria cogan. Fiza tahu, kemana perempuan itu sedang menatap.
"Ini Elvano, sahabat gue dan pacarnya Naya," ucap Fiza sembari menekankan kata pacar agar Luna tidak bisa berharap. Benar saja, Luna langsung membalikkan badannya dan berpura-pura memainkan ponsel.
"Hai Elvano, gue Abel."
"Hai." Lelaki itu hanya membalasnya singkat.
"Ayo ke kantin," ajak Elvano lagi.
"Fiza, mau gak?" tanya Naya yang dibalas anggukan oleh Fiza.
"Eh Abel, Luna, mau ikut gak?" ajak Naya.
"Nggak deh, gue mau disini aja baca novel hehe," tolak Abel sedangkan Luna tidak berucap apapun. Tak ingin memikirkan soal Luna, ketiganya berlalu keluar kelas menuju kantin karena hari ini mereka tidak akan belajar melainkan hanya perkenalan wali kelas saja.
"Lo tau gak Nay? Tuh si Luna natep Elvano terus. Curiga gue," kata Fiza.
"Jangan gitu mungkin lo salah."
"Eh bener Nay. Makanya pas gue bilang Elvano pacar lo dia langsung ngadep ke depan. Malu mungkin haha."
"Mungkin karena terpana melihat kegantengan gue," celetuk Elvano.
"El?" panggil Naya.
"Apa?"
"Emang lo ganteng?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NayaVa (END)
Подростковая литератураIni tentang sebuah kisah dimana semua orang berjalan melewati jalan berduri untuk sampai keujung jalan yang penuh kejutan. Semuanya pasti terluka, secara fisik maupun batin. Tapi kelak akan tersenyum ketika sampai pada tujuan. Sudah siap berkelana d...