Yoongi (25 Juli 2022)

97 18 0
                                    

Arah dimana matahari terbit💜
_______

Aku membuka mataku di tengah malam. Saat itu hujan. Umpatan keluar dari mulutku secara otomatis saat aku bangkit dari tanah. Aku duduk diam untuk beberapa saat. Seluruh tubuhku basah kuyup karena hujan. Aku merasa gemetar dan kedinginan.

“Jika kamu akan melarikan diri lagi, jangan pernah kembali.” Suara Hoseok terdengar di telingaku. Yang bisa aku ingat setelah meninggalkan rumah sakit Jungkook adalah bahwa aku terus terhuyung, menabrak benda, dan jatuh. Dicekam oleh mabuk, sakit kepala, ketakutan, dan putus asa, aku tidak menyadari berapa lama waktu telah berlalu atau dimana aku berada. Saat itulah aku bertemu Hoseok. Pada saat itu, aku merasa tercekat. Itu adalah setengah kegembiraan dan setengah lega. Untuk beberapa alasan, aku percaya bahwa dia akan dapat memahami kebingungan dan ketakutan ku meskipun aku tidak dapat memahami diri ku sendiri.

Tapi Hoseok membuang muka. Dia berpura-pura tidak melihatku. Segera tanda berubah dan aku hanya berdiri di sana melihatnya pergi. Kemudian seseorang mendorong ku dan aku jatuh ke tanah. Aku mendengar orang-orang berteriak dan mendecak lidah mereka pada ku.

“Kenapa kamu tidak pergi menemui JungKook? Apa kau tidak tahu apa artinya kamu baginya?” Tentu saja aku tahu. Mungkin itu sebabnya aku tidak bisa masuk ke kamarnya. Aku yang berubah dan menjengkelan. Siapapun yang mencoba mendekatiku pasti akan terluka.

Aku mengangkat kepalaku dan melihat ke jalan pegunungan yang sunyi. Ada dua arah. Aku bisa berjalan lebih dalam ke gunung atau aku bisa berbalik dan turun kembali. Aku mulai bergerak menuju hutan gelap. Aku selalu mengambil kesempatanku di persimpangan jalan. Aku tidak punya tujuan. Aku sudah kehilangan kesadaran akan waktu. Mungkin aku berputar-putar. Rasanya lutut ku akan lemas sebentar lagi karena dingin dan kelelahan. Aku kehabisan napas, dan jantung ku berdebar-debar. Bagaimana jika aku pingsan di sini dan mati?  jika aku ditakdirkan untuk mati di sini, maka di sinilah aku akan mati. Aku terjatuh.

Tetesan hujan jatuh di wajahku. Gelap dengan mata terbuka seperti saat tertutup. Aku menghilang dalam lapisan kegelapan. Aku memikirkan kematian lagi dan lagi. Aku ingin lari dari ketakutan dan keinginan yang terus menghantuiku. Aku ingin lari sejauh-jauhnya dari objek menakutkan yang membuat ku tak berdaya tetapi tidak bisa melihat langsung, penderitaan yang mendorong ku dari satu kejadian luar biasa ke yang lainnya. Sekarang pasti waktunya. Itu semua menjadi lebih baik.

Aku telah menyakiti orang lain karena aku menderita rasa sakit yang lebih besar. Aku berpaling dari luka mereka. Aku tidak ingin bertanggung jawab. Aku tidak ingin terlibat. Itulah aku. Kejadian ini pasti menjadi berkah bagi semua orang. Aku berkedip perlahan dan mulai tertidur. Rasa dingin, nyeri, dan kelelahan menghilang. Dan aku menjadi mati rasa terhadap kegelapan, terang, dan lingkungan ku. Semuanya menjadi redup.

Aku membuka mata lagi saat mendengar suara piano. Itu sunyi. Kecuali suara tetesan air hujan yang jatuh dan daun-daun bergemerisik. Di tengah keheningan, suara piano yang rapuh dan lembut terus melayang ke arahku. Seseorang Memainkan piano jauh di pegunungan di tengah malam? Aku pikir itu hanya halusinasi, tetapi itu berlanjut.

Aku menyeringai. Melodi itu. Melodi itu aku berusaha keras untuk mengingatnya. Sesuatu yang substansial hilang, yang membuatku begadang sepanjang malam selama berhari-hari. Mengapa hal itu datang kepada ku pada saat seperti ini di semua kesempatan? Aku berkonsentrasi lebih keras, tetapi lagunya masih nyaris tak terdengar dan jauh terganggu oleh suara hujan. Aku mulai batuk.

Aku mencoba untuk berdiri tetapi berhenti. Apa yang akan aku lakukan sekarang bahkan jika aku dapat membedakan melodi? Apa yang akan berubah bahkan jika aku menyelesaikan musikku? Aku tidak pernah ingin dikenali oleh orang lain, menerima tepuk tangan, atau terkenal. Aku tidak pernah ingin membuktikan diri. Lalu apa artinya menyelesaikan bagian ini?

Tapi aku memaksa diri ku bangun dari tanah dengan satu tangan dan mulai menuju ke arah asal suara itu. Aku terhuyung-huyung dan tubuhku gemetar. Wajah dan tangan ku mati rasa. Aku tidak bisa merasakan kakiku. Sepertinya tidak ada bagian tubuh ku yang berada di bawah kendaliku. Tetapi aku mengambil langkah tegas, satu per satu, untuk lebih mendekati melodi.

Tetesan hujan deras menerpa kepalaku. Kemejaku basah kuyup. Setiap sendi dan otot seolah menjerit. Kakiku menggigil begitu hebat hingga aku tidak bisa mengangkat kakiku dari tanah. Kakiku terpeleset di rumput basah, dan ranting berduri menyentuh pundakku. Aku merasa kedinginan dan hampir pingsan. Langkahku semakin lambat dan lambat. Melodi piano telah mereda dengan setiap langkah yang aku ambil.

Aku dengan sekuat tenaga mempercepat langkah ku untuk menemukan sumber musik sebelum berhenti. Aku takut, jika ya, aku tidak akan pernah bisa mendengarnya lagi. Aku melangkah maju, tidak bisa membedakan jalan setapak hutan. Aku menabrak cabang-cabang yang jatuh. Kemudian, tiba-tiba, lutut ku berkerut dan aku jatuh ke tanah. Aku sangat kehabisan nafas sampai ingin muntah. Semua indra ku kembali dengan cepat, dan aku merasakan dingin, kelelahan, dan lingkungan aneh di dalam gunung dengan begitu jelas. Saat aku semakin mempercepat langkahku, saat aku menabrk lebih banyak cabang, saat kaki ku tergelincir lebih keras, suara piano menjadi lebih jelas. Semakin parah rasa sakitnya, semakin keras suara itu.

Aku akhirnya berhenti berjalan setelah berkelana di tengah hujan selama berjam-jam. Melodinya lebih hidup. Itu meledak di kepala ku karena digabungkan dengan apa yang telah aku buat beberapa hari yang lalu. Aku menutupi kepala ku dengan kedua lengan dan menunduk. Itu lebih dekat dengan emosi kasar daripada musik. Ini merangsang rasa sakit ku daripada pendengaran ku. Itu adalah kombinasi dari penderitaan, harapan, kegembiraan, dan ketakutan. Itu semua yang ku usahakan dengan keras untuk menjauhinya.

Tiba-tiba, pemandangan dari suatu sore yang cerah muncul di depan mata ku. Akh sedang memainkan lagu di depan piano di ruang kerja ku. Melodi itulah yang terus berputar di kepalaku. “Ini terdengar sangat bagus”. Jungkook mendekat. Aku terkekeh. "Kamu selalu mengatakan itu."

Itu bukan melodi tunggal. Itu adalah kombinasi dari berbagai kenangan. Dari hari-hari ku biasa memainkan tuts piano sebagai seorang anak. Dari hari-hari teman ku menari selaras dengan penampilan ku di ruang kelas yang berubah menjadi ruang penyimpanan. Dari hari-hari ketika aku begadang sepanjang malam menulis dan menghirup udara pagi yang segar. Piano ku ada di samping ku di setiap momen bahagia. Kenangan indah ini selalu berakhir dengan hancur berkeping-keping, tetapi tidak dapat disangkal.

Apa artinya menyelesaikan bagian ini? Aku masih belum bisa menemukan jawabannya. Tapi ada sesuatu yang mendahului pertanyaan ini dan jawabannya. Aku ingin menangkap semua ini sebelum tersebar ke udara. Itu bukan untuk menyenangkan siapa pun atau untuk membuktikan sesuatu. Itu bahkan bukan untuk diriku sendiri. Aku hanya ingin menangkap emosi, rasa sakit, dan ketakutan ini, yang akan meledak di kepala dan hati ku, dengan musik. Itu tidak harus menandakan awal dari sesuatu. Itu tidak harus berarti apa-apa. Aku hanya ingin menyelesaikan musik ini.

Suara piano tidak lagi terdengar. Hujan berangsur-angsur reda, tapi tubuhku gemetar tak terkendali. Aku memejamkan mata dan merasakan segala sesuatu di sekitarku dengan lebih jelas. Tetesan air hujan yang jatuh di pipiku, menciprat ke tanah, dan mengalir di sungai, angin dingin, bau tanah, suara gemerisik dedaunan. Dan napasku. Ketika aku bangkit, tanda mata air mineral mulai terlihat. Aku pikir aku telah menjelajah jauh ke dalam gunung, tetapi aku kembali ke tempat aku memulai. Dan jalan setapak masih terbentang ke dua arah yang berlawanan. Aku membelokkan langkahku ke arah matahari terbit.

💜

HYYH The Notes 1 [Terjemahan Indonesia] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang