46

5.8K 566 27
                                    

Happy reading guysss😚
.
.
.
.
.

Rintik hujan baru saja membasahi segala sesuatu yang ada di bawahnya. Lantai koridor menjadi sedikit basah akibat angin yang membawa setiap tetes air dari langit, hingga membuat beberapa Siswa/siswi harus berjalan dengan hati-hati jika tidak mau terpeleset.

Alfian melangkah menuju kelas sebelas IPA dua untuk menemui Diana. Hari ini, ia berencana mengajak Diana untuk makan siang bersama di kantin.

Dari ambang pintu mata Alfian bergerak mencari sosok gadis yang sedang dicarinya. Tapi nihil, tempat duduk Diana kosong yang ada hanya beberapa buku yang belum dirapikan di atas meja gadis itu.

Alfian melanjutkan langkahnya melewati pintu, menghampiri seseorang yang sedang menyalin beberapa tulisan yang diberikan guru di papan tulis. "Ger, Diana mana?" tanya Alfian langsung pada intinya.

"Tadi keluar," jawab Geri melirik Alfian sebentar.

"Kemana?"

"Nggak tau, kenapa lo tanya gue, 'kan lo pacarnya."

"Lo 'kan teman sekelasnya," jawab Alfian malas. "Ayo lo harus temenin gue makan." Alfian menarik Geri seenaknya, hingga laki-laki itu sedikit terjungkal ke depan, bahkan pena yang dipakai Geri untuk menulis pun terbawa di tangannya.

"Santai, gue hampir jatuh," gerutu Geri.

Alfian terkekeh, tidak peduli jika Geri marah, ia hanya menanggapinya biasa. Yang terpenting sekarang adalah Alfian harus mengisi perutnya yang sedari tadi meminta makan. Seperti pepatah tidak ada Diana, Geri pun jadi.

Wajah Alfian kembali serius saat melihat seorang gadis di depan sana yang berlari menuju arahnya dan Geri. Matanya memicing memperhatikan setiap langkah gadis itu, cipratan air dari atas lantai tercipta akibat dari sepatu yang menapak keras di lantai yang basah.

Bodoh, batin Alfian.

Duk!

"Aww," ringis Ani jatuh tepat di depan Alfian dan Geri.

"Udah tau licin, kenapa juga lari-lari," sindir Alfian tidak berperasaan.

"Gue buru-buru mau ke kelas," jawab Ani pelan.

Geri memperhatikan Ani yang masih setia duduk di lantai, matanya melihat Ani yang menunduk tanpa ada niatan untuk berdiri dari sana. Dengan perlahan, Geri mengulurkan tangannya untuk membantu Ani berdiri.

Ani ragu menyambut uluran tangan itu, matanya menatap Geri yang juga sedang menatapnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Ani menelan ludahnya saat mendapati Geri yang terlihat dingin.

Mengungkapkan cinta ternyata lebih sakit dari yang Ani bayangkan. Ketika seorang yang biasa menebar senyum kini perlahan memudar karena sebuah perasaan yang dirinya sendiri ciptakan. Ani selalu beranggapan bahwa memendam adalah cara untuk membuat diri tersiksa batin karena hanya disimpan sendiri, maka itu Ani mengumpulkan keberanian untuk memberitahu perasaannya selama ini, mengungkapkan rasa yang terpendam, tapi ternyata itu hanya menciptakan malapetaka untuknya. Hubungannya kandas tidak seperti dulu lagi, canggung ketika bertemu, dan Ani ragu apakah mereka masih bisa disebut teman.

"Lo ngapain? Gue lapar." Alfian langsung menarik Geri dan meninggalkan Ani di sana sendirian.

Ani menatap nanar punggung Geri dan Alfian yang semakin menjauh. Sejenak ia menyesal karena telah melakukan hal murahan terhadap Geri, hatinya terasa kosong saat menyadari perubahan sikap Geri.

Tangan Ani terkepal, matanya berubah menjadi merah menahan amarah. Hatinya mencelos merutuki Alfian yang selalu membuatnya diam tidak bisa melawan dan berkutik, bahkan Ani kesal terhadap laki-laki itu yang mencoba menghalangi Geri untuk membantunya tadi.

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang