49

5.1K 533 28
                                    

HAPPY READING GUYSSS😇
.
.
.
.
.

"Kakek, Geri tadi dapat nilai bagus, loh." Seorang anak kecil datang menghampiri pria paruh baya yang sedang fokus menatap televisi yang menayangkan berita dalam negeri.

"Kakek nilai matematika aku tadi dapet 80, kata Bu guru aku pintar," ucap Geri sekali lagi karena tidak mendapatkan tanggapan dari Tyo.

"Teman-teman aku kalau nilainya bagus dapat hadiah, Geri juga mau dapat hadiah dari Kakek."

Geri terdunduk memperhatikan lantai yang ia pijak. Tyo benar-benar tidak menjawab setiap ucapan Geri. Wajah tirus itu tersirat bahwa saat ini ia sedang bersedih, Geri sesekali melirik Tyo yang tidak bergeming masih menatap televisi.

Sudah dua menit Geri tidak beranjak dari sana, dan selama itu juga Tyo masih mendiamkannya seolah menganggap Geri tidak ada. Geri menggerakkan jemari kakinya pegal, ia tetap kekeh pada pendiriannya tidak mau pergi sebelum Tyo meresponnya, Geri mesih berharap Kakeknya itu memberinya setidaknya ucapan selamat.

"KAKEK!" teriak bocah laki-laki dari arah pintu masuk yang langsung menghampiri Tyo.

"Kakek, aku dapat tepuk tangan di kelas. Kakek tau nggak sewaktu guru kasih pertanyaan yang sulit, teman-teman aku nggak ada yang bisa jawab, tapi aku bisa dong Kek jawabnya."

"Alfian serius?" tanya Tyo antusias.

"Iya Kek. Alfian senang karena teman-teman banyak yang memuji Alfian.

"Wah, Alfian pintar ya. Kakek bangga sama kamu, karena Alfian udah buat Kakek senang, sekarang Alfian bilang mau hadiah apa dari Kakek? Apapun yang Alfian mau Kakek akan turuti." Tyo mengangkat Alfian ke pangkuannya.

"Aku mau ngeliat gajah yang besar." Alfian melebarkan tangannya membayangkan bentuk gajah. "Kata teman aku gajah itu besar dan lucu, aku jadi penasaran. Kakek mau 'kan ajak aku melihat gajah?"

Tyo tersenyum. " Nanti kita lihat gajah, monyet, burung, jerapah semuanya kita lihat."

"Asyikkk," sorak Alfian girang.

Geri perlahan memundurkan langkah kakinya, sorot mata kecil itu berkaca-kaca melihat pemandangan di depannya yang begitu membuat Geri iri. Geri juga ingin diperhatikan seperti Alfian, tapi Tyo tidak akan pernah mengabulkan keinginan itu.

Geri yang tidak bersemangat keluar begitu saja meninggalkan Alfian dan Tyo di ruangan itu. Geri melangkah dengan terus menunduk, membayangkan betapa senangnya menjadi seperti anak-anak lain yang selalu mengumbar cerita tentang keluarganya.

Geri duduk di teras rumah dengan lutut di tekuk, bocah berusia tujuh tahun itu meneteskan air matanya dengan sendu, meratapi nasib yang tidak beruntung.

"Kamu," celetuk gadis perempuan sepantaran Geri yang tiba-tiba muncul di hadapan Geri. "Aku benci sama kamu." Gadis itu menunjuk Geri.

Geri mengangkat wajahnya, melihat siapa yang mengatakan itu terhadap dirinya. Mata Geri menangkap Ani yang yang masih setia menunjuk Geri dengan mata menyipit.

"Kamu kenapa benci aku juga? Kamu kena virus Kakek ya? Kakek benci banget sama aku, terus kamu juga benci aku. Sebenarnya aku salah apa?

"Aku benci liat anak laki-laki cengeng kayak kamu," ujar Ani.

"Aku nggak cengeng."

"Itu kamu nangis, dasar cengeng."

Geri menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut yang menekuk. Geri semakin bertambah menangis tanpa bersuara, air mata itu terus saja keluar walaupun Geri tidak menginginkannya.

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang