30

7.2K 684 25
                                    

Happy reading guysss
.
.
.
.
.
.

Brak!

"Geri," panggil Yasinta membuka paksa pintu ruangan yang sudah tak asing baginya, sehingga menimbulkan suara keras dari pintu yang terbentur tembok.

Uhuk! uhuk!

Geri yang sedang makan langsung tersedak tatkala melihat kedatangan Yasinta yang mengejutkannya. Buru-buru Geri meneguk minuman dalam kemasan botol yang ia bawa dari rumah, untuk meredakan rasa sakit tenggorokannya.

"Wahhh, gue masih belum terlambat 'kan?" Yasinta dengan seenaknya melangkah masuk ke dalam ruangan basket itu tanpa permisi.

Geri kesal melihat Yasinta. Ia merasa datangnya Yasinta selalu mengganggunya entah itu sengaja ataupun tidak sengaja, yang pasti Geri harus meningkatkan kewaspadaannya ketika Gadis itu menampakkan wajah di depannya.

"Apa?"

Yasinta menarik kursi mendekat ke arah Geri dan duduk di sebelahnya. Dua kotak bekal yang sengaja Yasinta bawa ia letakkan di atas meja, hingga dengan lihai jari-jemari Yasinta membuka satu persatu kotak bekal itu. Kotak pertama yang hanya berisi nasi putih, dan kotak kedua berisi penuh dengan ayam goreng dan telur mata sapi.

"Ngapain?" tanya Geri.

"Mata lo buta ya? Enggak liat gue mau makan?"

"Maksud gue ngapain makan di sini?" dengus Geri.

"Memangnya nggak boleh?"

"Enggak boleh," jawaban penolakan tanpa sungkan keluar dari bibir Geri.

"Bodo amat, enggak ngaruh larangan lo sama gue," cuek Yasinta. Tangannya menggapai sendok mengambil ayam goreng dan telur mata sapi, Yasinta meletakkannya ke kotak bekal milik Geri yang nasinya sudah tinggal setengah. "Gue mau makan bareng lo, kebetulan Mama masak banyak."

Geri tidak berkomentar, ia menerima begitu saja lauk yang diberikan Yasinta. Setidaknya Geri ingin makan dengan tenang tanpa dibumbui dengan perdebatan kecil yang bisa jadi semakin besar nantinya.

Yasinta makan sambil tersenyum, matanya melirik bekal bawaan Geri, menu makan yang dibawa Geri hari ini hanya nasi dan tempe saja. Untungnya Yasinta datang tidak terlambat, ia sengaja membawa bekal dari rumah dan membawa banyak lauk untuk berbagi dengan Geri, Yasinta sedikit tergerak hatinya saat kemarin melihat Geri yang makan dengan hanya lauk tahu saja.

"Gue heran deh, ini gue yang nggak konsisten atau lo yang mempengaruhi gue," ucap Geri tanpa melihat Yasinta.

"Maksudnya?" tanya Yasinta tidak mengerti.

"Padahal kita buat perjanjian untuk tidak bertegur sapa apalagi ngobrol kayak gini, tapi kenapa kita malah seolah lupa dengan perjanjian itu." Geri menelan makananannya dengan perlahan.

"Kenapa memangnya? Lo nggak mau ngobrol sama gue? Gue 'kan cantik jadi nggak malu-maluin kalau ngobrol sama lo," kata Yasinta.

"Lo nggak malu ngomong sama gue? Gue 'kan cuma cowok miskin, jelek, dan nggak pantes buat lo."

Ucapan Geri kembali mengingatkan kejadian pada saat Yasinta menolak Geri sewaktu laki-laki itu menyatakan cinta kepadanya. Yasinta meringis saat kenangan yang mungkin menyakitkan bagi Geri itu kembali terbayang.

"Gue nggak malu kok, karena sekarang gue sadar kalau lo itu ganteng juga," ungkap Yasinta blak-blakan.

Geri meletakkan sendoknya dan beralih memegang dahi Yasinta. Tatapan yang tidak terbaca oleh Yasinta itu, bagai sebuah desiran dari dalam diri Yasinta saat mata hitam legam itu memperhatikannya.

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang