10

8.6K 876 12
                                    

"Harus ya pakai cara kayak gitu?" Yasinta menarik kerah baju Geri dengan kuat. Raut wajahnya terlihat sangat marah, tatapan benci tak luput ia pancarkan untuk orang di depannya.

"Gue tegasin sekali lagi kalau gue nggak suka sama lo, sadar diri Ger ngaca lo itu siapa."

Ucapan dengan nada penuh penekanan keluar dari mulut Yasinta, sepertinya rasa benci di dalam dirinya sudah berada pada tingkat paling atas. Tidak peduli laki-laki maupun perempuan, bagi Yasinta semua sama saja. Jika ada yang mengusiknya, maka ia tidak akan segan membuat perhitungan.

Tatapan remeh selalu Yasinta umbar tiap kali bertemu Geri. Ya, Yasinta sangat tidak menyukai Geri, "apa perlu gue beliin kaca supaya lo sadar?"

"Apasih datang-datang marah nggak jelas?" Geri melepas cengkraman Yasinta dengan kasar, tangannya membetulkan dasi yang mengendur sambil terus menatap Yasinta datar.

Dinginnya AC terkalahkan dengan Atmosfer panas yang tercipta antara Yasinta dan Geri, keduanya sudah seperti air dan minyak yang tak akan pernah bisa bersatu. Kalaupun di satukan, mereka ibarat seperti api dan bensin. Akan menciptakan kobaran api besar nan ganas yang sulit ditaklukan.

"Nggak usah pura-pura bego," cecar Yasinta sinis.

"Gue tau lo nggak suka sama gue, tapi marah-marah nggak jelas kayak gini bukannya lo yang terlihat bego?"

Entah kenapa setiap ucapan yang keluar dari mulut Geri membuat Yasinta semakin emosi. Memang benar kata orang, jika sudah membenci maka semua yang dilakukan orang tersebut, bahkan kebaikan sekalipun hanya akan terlibat buruk.

"Lo tau nggak kenapa gue benci sama lo? Karena lo itu nggak tau diri, buka mata lo Ger kita itu beda. Jadi, lo nggak usah manfaatin Alfian buat dekat sama gue."

"Kenapa jadi bawa-bawa Alfian, gue nggak manfaatin dia." Geri menyernyit heran.

"Halah basi," cerca Yasinta, ia membuka knop pintu berniat ingin pergi, tidak tahan berlama-lama di sana.

"Siapa yang mengizinkan lo pergi?"

Geri menahan pintu tidak membiarkan Yasinta keluar begitu saja, kunci dengan gantungan bola basket mini itu segera ia masukan ke dalam saku celana, supaya Yasinta tidak bisa membuka pintu yang sudah dikuncinya itu.

Ruangan yang di dalamnya terdapat banner bertuliskan 'Club Basket' semakin mencekam, bukan karena adanya hantu. Tapi, dua manusia yang di dalamnya saling mengeluarkan aura permusuhanlah yang membuat suasana menjadi seperti itu.

"Buka pintunya." Suara pelan namun tegas itu terucap dari bibir tipis Yasinta.

"Nggak."

"Geri buka!"

"Buka aja sendiri." Geri melangkahkan kakinya menuju kursi kayu dekat etalase kaca yang berisi belasan piala hasil perlombaan basket.

"Sini kasih gue kuncinya."

"Nggak akan sebelum lo jelasin maksud ucapan lo tadi, kenapa lo bilang gue manfaatin Alfian?" tanya Geri menatap Yasinta, menuntut penjelasan.

Yasinta menyandarkan badannya ke pintu, matanya memandang Geri tidak suka, "Nggak ada yang perlu di jelasin. Lo kira dengan sikap lo yang kayak gitu gua akan percaya? Nggak sama sekali."

"Buka pintunya gue mau keluar," bentak Yasinta. "Geri buka pintunya!"

"Aww." Geri memegangi bahu sebelah kirinya sakit.

Bola basket yang tadinya terletak di dekat pintu, kini melayang mengenai bahu Geri. Yasinta dengan tatapan nyalang berani melempar Geri. Mimik wajahnya jelas sekali terlihat puas dengan apa yang telah diperbuatnya.

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang