55

6K 502 24
                                    

Happy reading guyssssss.
.
.
.
.
.

"Al, apa yang sedang lo rencanakan?" tanya Geri yang duduk di depan Alfian.

"Hm, apaan?" tanya Alfian balik bertanya, matanya masih fokus membaca buku fiksi tanpa melihat Geri yang sedang mengajaknya berbicara.

Geri tidak menjawab, ia meluruskan kaki dan tiduran di atas sofa panjang berwarna coklat. Geri memainkan jemarinya, melihat kuku yang tidak terlalu panjang tapi bersih, lidahnya terasa malas melanjutkan pertanyaan yang sedari tadi sudah tersimpan di dalam benaknya.

Alfian menaruh buku di atas meja saat Geri tidak lagi bersuara, ia merubah posisi kaki yang tadi menyentuh lantai menjadi bersila. Alfian menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari sambil melihat Geri dengan tatapan bertanya.

"Rencana apaan?" tanya Alfian lagi.

"Lupain aja," jawab Geri cuek.

Alfian meraih bantal di sebelahnya dan dilempar tanpa perasaan tepat di wajah Geri, sampai Geri terperanjat bangun menjadi duduk kembali.

"Geri sayang kalo ngomong yang jelas dong," ucap Alfian membuat Geri langsung merasa jijik.

Alfian menaikkan sebelah alisnya, sedangkan Geri memasang wajah kesal, keduanya saling pandang menatap satu sama lain.

Sedetik kemudian Geri berdiri, tatapan Geri berubah menjadi tajam, dan bibirnya melengkung ke bawah. "Alfian," panggil Geri.

Alfian terkesiap mendengar namanya dipanggil, keningnya menyernyit heran melihat perubahan pada wajah Geri. Apakah Alfian terlalu kuat melempar bantal tadi? Alfian hanya bisa membalas menatap Geri dan meremas kuat buku yang dipegangnya.

"Alfian," panggil Geri lagi saat tidak dapat sautan.

"Apa?" jawab Alfian ragu.

Geri berjalan mendekati Alfian yang hanya terhalang sebuah meja dari kayu jati yang di permukaan atasnya dilapisi kaca berwana putih bening. Geri berdiri dengan jarak satu langkah di depan Alfian, memegang pundak sepupunya itu dan diremasnya dengan kuat.

"Ger, lemparan gue sakit ya? Gue minta ma__"

Belum sempat Alfian menyelesaikan ucapannya, Geri sudah melayangkan bogeman mentah tepat di pipi kanan Alfian, membuat denyutan dan rasa panas menjalar di pipinya. Alfian tersungkur di atas sofa, buku yang dibacanya tadi terhempas begitu saja di lantai.

Bugh!

Geri kembali melayangkan kepalan tangannya ke arah Alfian, membuat Alfian meringis dan memejamkan matanya sejenak.

"Geri," panggil Alfian dengan suara berat, membuat Geri yang ingin kembali meninju terhenti tiba-tiba.

"Lo pikir gue enggak bisa main fisik?" Alfian tersulut emosi, dengan gerakan cepat Alfian menendang perut Geri sampai Geri terlempar ke lantai keramik berwarna putih.

Alfian menduduki perut Geri dan tangannya menarik kerah baju Geri. Alfian membalas apa yang ia terima tadi, tanpa sungkan ia memukul wajah Geri dengan kekuatan penuh. Sudut bibir Geri mengeluarkan darah, tapi Alfian masih saja menatap Geri bengis.

"Lo dari dulu belum pernah 'kan dibuat menangis karena gue, selalu gue yang menangis melihat lo," ucap Geri, tangan Alfian seketika kaku di udara. "Gue iri kenapa sih lo harus terlahir ke muka bumi ini? Dengan adanya keberadaan lo di sini membuat gue tambah terpuruk, kenapa lo harus pintar, kenapa semua perhatian Kakek selalu lo ambil, kenapa orang tua lo masih lengkap, sedangkan gue?"

Alfian tidak berkedip, bibirnya terkatup rapat tidak tau harus berbicara apa. Alfian mengangkat tubuhnya dan duduk di samping Geri.

Melihat adanya celah, Geri langsung bangkit dan mendorong dada Alfian sampai laki-laki itu terlentang, Alfian merasakan sakit di kepala bagian belakang saat Geri menghentakkannya dengan kuat sampai terbentur lantai.

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang