.
."Hei," sapa seseorang.
Mengalihkan atensi Yasinta dari dinding kaca yang terdapat rintik hujan di luar sana. Yasinta menoleh kepada seorang yang baru saja menyapanya dengan sebuah senyuman, hingga membuat mata orang itu bergaris lurus tak tampak bola mata.
"Udah lama nunggu?"
Yasinta menggeleng pelan, secercah senyum kecil terbit dari bibir yang beberapa menit lalu terhanyut dalam lengkungan yang menghadap ke bawah. Yasinta membenarkan rambutnya yang menutupi mata, dan menatap orang yang kini telah duduk di hadapannya tanpa berkedip.
"Gue tau apa yang lo rasain, tapi lo enggak boleh hanyut dalam kesedihan terus-temerus. Gue janji akan menjaga lo."
"Gue enggak sedih, gue yakin dia juga udah bahagia di sana." Yasinta tersenyum getir. "Terima kasih atas niat baik lo mau menjaga gue."
Yasinta menyesap coklat panas yang sedari tadi dianggurkannya tanpa tesentuh. Udara dingin menyeruak menusuk kulit yang hanya memakai baju lengan pendek. Hujan di luar sana masih saja berjatuhan dengan deras, seperti menyesuaikan suasana hati Yasinta saat ini, suasana hati yang ia tutupi dengan ekspresi wajah seolah dirinya sedang baik-baik saja.
"Di minum, Rev." Yasinta mendorong secangkir gelas berisi coklat panas ke arah Revaldi, yang sengaja dipesannya sebelum laki-laki itu datang.
"Makasih." Revaldi menggapai cangkir yang di beri Yasinta dan meneguknya sedikit.
"Jadi?" tanya Yasinta dengan tatapan bertanya. "Untuk apa lo ngajak gue ketemuan di sini? Bukan mau selingkuh dari Anggi 'kan?" Yasinta sedikit bergurau sekedar mencairkan suasana.
Revaldi berdehem, ia menelan ludah lega. "Syukurlah, lambat laun gue akan membuat lo kembali pada Yasinta yang dulu tanpa melupakan Geri." Revaldi mengepalkan tangan kirinya di bawah meja, entah kenapa laki-laki itu kembali teringat kebersamaannya dengan Geri saat-saat mereka masih bermain basket. "Geri juga enggak suka melihat lo yang seperti ini."
Yasinta memilin jarinya, menatap kuku putih yang baru kemarin ia potong. "Lo benar, Geri enggak akan suka melihat gue seperti ini. Rev, lo belum jawab pertanyaan gue, ngapain lo ngajak gue ke sini?"
Revaldi mengeluarkan kotak putih berukuran sedang yang di atasnya bertuliskan 'My life' dan menaruhnya di atas meja tepat di hadapan Yasinta.
Yasinta nampak tidak asing pada kotak yang dibawa Revaldi, ia pernah sekali melihat itu di ruang basket. Yasinta menegang, ia tau betul itu milik siapa. Yasinta menatap Revaldi bertanya, jujur dirinya tidak paham mengapa laki-laki itu membawa sesuatu yang bahkan bukan miliknya.
"Lo masih ingat ini?" tanya Revaldi.
"Itu milik Geri, kenapa bisa ada di lo?" Yasinta menuntut meminta penjelasan.
"Karena gue mengambilnya," jawab Revaldi. Ia membuka kotak yang dibawanya, terdapat bola basket mini berukuran genggaman tangan orang dewasa.
Yasinta kembali mengingat pada saat ia diskorsing karena tuduhan merokok. Pada saat itu, ia pura-pura bersekolah dan bersembunyi di ruang basket. Ketika di ruang Basket Yasinta bertemu Revaldi yang ingin mengambil kotak milik Geri yang kini berada di depannya.
"Ini benda kesukaan Geri. Gue mau lo yang menyimpannya."
"Kenapa gue?" tanya Yasinta.
"Karena lo juga kesukaan Geri."
Wajah Yasinta menunduk dalam mendengar ucapan Revaldi. Hatinya terasa ngilu.
"Lo tau alasan Geri menyukai bola ini?" Revaldi memutar-mutar bola di atas meja. "Ini dibelinya sewaktu menang pertandingan basket pas kelas sepuluh. Pada saat itu, uang Geri hanya cukup untuk membeli bola kecil ini. Banyak diantara anak-anak basket lainnya yang menawarkan untuk membelikan Geri bola sungguhan. Tapi Geri menolak, dia bilang bola ini hanya untuk disimpan, sebagai kenang-kenangan kemenangan tim basket kami untuk yang pertama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasinta (SELESAI)
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Gimana rasanya gadis yang kita cintai malah mempermalukan kita di depan banyak orang? Ini kisah benci jadi cinta atau cinta jadi benci? Di saat Geri mengungkapkan perasaan dengan surat cinta, tapi Yasinta mala...