24

6.4K 651 14
                                    

Yasinta menatap papan tulis di depannya yang berisi rumus-rumus matematika, isi kepalanya seakan berputar-putar ketika otaknya harus dipaksa mencerna setiap angka yang tertera di sana. Belum lagi, Anggi yang merengek di sebelahnya membuat Yasinta pusing saat itu juga.

Pelajaran matematika baru saja usai. Tapi, sakit di kepalanya bukannya berkurang malah semakin bertambah akibat guncangan kuat di bahunya.

Yasinta menatap Anggi jengah, temannya itu mengganggu ketenangannya saja. Satu tangan Yasinta menepis kasar jari-jemari Anggi dari bahunya lalu mengusapnya pelan membenarkan bajunya yang kumal.

"Yas, udah dong ngambeknya." Anggi menatap Yasinta dengan wajah bersalah.

"Gue lagi marah."

"Udah dong marahnya." Anggi kembali memegang pundak Yasinta. Tapi kali ini, ia hanya menyampirkan tangannya tanpa mengguncangnya seperti tadi.

"Malas," jawab Yasinta dingin.

Anggi menarik kedua pipinya ke dalam, menghisap kuat dengan memasang wajah melas. Sorot matanya berisi penuh penyesalan.

"Gue memang nggak berpikir panjang karena meninggalin lo sama Geri begitu saja. Waktu lihat wajah lo murung gitu gue kira dengan bertemu Geri, lo akan lebih baik," ucap Anggi.

"Sebelumnya lo nyuruh gue buat menjauhi Geri dan memperingati gue jangan sampai melanggar perjanjian. Tapi, tiba-tiba lo malah seenaknya mengubah pendirian dan membuat gue kembali berinteraksi lagi dengan dia."

"Gue ngaku salah." Anggi menggeser kursinya lebih dekat dengan Yasinta.

"Memang lo salah. Lo tau nggak gue kedinginan karena ulah lo, gue harus menunggu di bengkel karena Geri ninggalin gue gitu aja." Yasinta mengingat kejadian semalam saat dengan teganya Geri meninggalkannya setelah Yasinta mendorong motor dengan jarak yang lumayan jauh. "Pokoknya gue kesal sama lo." Yasinta bangkit dari duduknya lalu beranjak keluar kelas.

Yasinta memasang wajah bete ia berjalan dengan acuh tidak tau mau kemana. Tadinya Yasinta ingin mendatangi kantin sebagai pengobat kesalnya dengan cara mengicip-icip makanan. Tapi sialnya dompetnya malah tertinggal di dalam tas, mengingat Anggi berada di kelas Yasinta malas untuk kembali ke sana.

Kakinya membawanya pada sebuah ruangan yang di depan pintunya bertuliskan 'Perpustakaan'. Yasinta berpikir sebentar, lalu setelahnya memlih masuk ke dalam.

Buku-buku tersusun rapi di dalam rak, Yasinta menelusuri perlahan melihat judul-judul yang tertera di sampul depan buku. Sebenarnya Yasinta sama sekali tidak tertarik membaca buku, terbukti saat ia mengambil buku secara asal lalu membawanya menuju kursi yang telah tersedia.

Sunyi, tidak ada percakapan yang tercipta. Beberapa Siswa yang berada di sana lebih memfokuskan diri dengan membaca. Yasinta melungkupkan wajahnya pada buku di atas meja menjadikan buku tersebut sebagai alas untuknya.

"Yas," panggil seseorang yang kini tengah menatap Yasinta.

Yasinta mendongak, matanya terbuka lebar tatkala melihat seringaian orang di depannya.

"Mau ngapain lo di sini?" tanya Yasinta to the point.

"Santai dong lo nggak ada basa-basi gitu atas hasil karya yang pernah lo perbuat di pipi gue?"

"Nggak ada, pergi aja sana." Yasinta mengibas-ngibaskan tangannya bermaksud mengusir.

Bukannya pergi, Titan malah duduk di kursi depan Yasinta. "Gue dengar lo sudah putus dari Geri kalau gitu gue masih ada kesempatan dong." Titan mengerling nakal kepada Yasinta.

"Jangan mimpi gue nggak sudi pacaran sama lo," tolak Yasinta mentah-mentah.

Titan bukannya marah tapi malah tertawa renyah. Ia berdesis melihat Yasinta yang begitu angkuh terhadapnya.

Yasinta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang