"Raya, mabar skuy!"
🍁🍁🍁
Mentari mengepalkan tangannya, menatap murka Angkasa dan Bianca yang duduk di salah satu tempat. "Ah anjing bener tuh si Angkasa, nggak tau apa Raya ada di sini. Pake berduaan lagi sama tuh pelakor." Ia menggelengkan kepalanya.
Kepala Mentari tergerak sembilan puluh derajat ke arah Raya, ia menatap sehabatnya terlihat sekali wajah Raya yang sendu.
Dia pasti shock banget, pikir Mentari.
"Kita pergi aja yuk dari sini," ajak Raya. Tangannya sibuk mengutak-atik ponselnya padahal tidak ada satu pun hal menarik di sana.
"Ayo Ri, Sen, kita pergi dari sini." Suara Raya mulai serak karena menahan air mata yang meminta untuk dikeluarkan. Kemudian dirinya beralih mengenakan cardigan yang sempat ia lepas tadi.
"Lo sama Senja keluar duluan aja, gue mau nyamperin Aang sama tuh pelakor bentar," tukas Mentari.
Raya menggeleng pelan. "Nggak, Ri, jangan buat keributan. Ayo kita pergi dari sini kita cari kafe yang lain aja."
"Sen." Mentari meminta Senja agar mengajak Raya keluar segera melalui gerakan dagu.
Senja mengangguk paham lalu memegang satu tangan Raya agar mengikutinya. Tak ada penolakan dari Raya, raganya sudah lelah untuk memberontak.
Mentari memastikan Senja dan Raya sudah keluar dari kafe, setelah mereka sudah tidak terlihat barulah ia melancarkan niatnya untuk melabrak targetnya sekarang juga.
Dengan emosi yang menggebu dirinya menggebrak meja kedua orang itu. Matanya menatap nyalang Angkasa dan Bianca.
"Ooo jadi gini kelakuan lo di belakang Raya ya, Sa? Gue bener-bener nggak nyangka, hebat!" cecar Mentari, kedua tangannya ia letakkan di samping pinggangnya.
Angkasa mendongak ke arah Mentari, bisa-bisanya dirinya kepergok saat sedang bersama Bianca. Raut wajahnya menunjukkan keterkejutan yang kentara.
"Lo ngapain jalan berdua sama ni cewek kegatelan?" tanyanya sambil menunjuk-nunjuk Bianca.
"Gue bukan cewek kegatelan ya!" sela Bianca, ia tidak terima dikatai seperti itu.
"Diem aja lo, gue nggak tanya sama lo!" hardik Mentari sambil melototi lawan bicaranya. Bianca bungkam seketika. Aura kemarahan Mentari memang mengerikan.
"Gue tanya sekali lagi, ngapain lo jalan berdua sama dia, Angkasa?!" tanyanya penuh penekanan. Berharap Angkasa akan memberikan jawaban yang bisa diterima oleh logikanya.
Angkasa mengepalkan kedua tangannya, ia menatap Mentari tak kalah tajam. "Bukan urusan lo, Ri! Lo gak tau apa-apa, lebih baik lo diem aja."
Mulut Mentari menganga tidak percaya, bukan urusan dia katanya? Hei, jelas ini juga termasuk urusannya, karena dia bernotabene sebagai pacar dari sahabatnya. Sahabat yang sangat ia sayangi seperti saudaranya sendiri, ia tidak rela jika Angkasa menyakiti Raya untuk yang kesekian kalinya. Dia terkekeh, menertawai kebodohan Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASARAYA 2 [END]
Teen Fiction[SEQUEL OF ANGKASARAYA, DAPAT DIBACA TERPISAH] Hari kelulusan telah terlewati, kini Angkasa dan Raya meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di salah satu universitas swasta. Keseharian masa kuliah ternyata terasa lebih berat dari yang...