36| Pregnant

7K 427 228
                                    

🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁

“Kamu tadi ke sini sendiri, Ra?” tanya Angkasa sembari mengelus punggung gadis yang masih dalam dekapannya itu.

Raya melepas pelukannya dari Angkasa. “Tadi aku sama Kak Elang.”

“Kak Elang?”

“Iya, tadi dia yang bantuin aku bawa ayah ke sini.”

“Trus sekarang dia ke mana?”

Raya melihat sekelilingnya. “Eh iya juga ya, tadi dia bilangnya mau ke kantin beliin aku minum. Apa dia pulang ya?”

Angkasa mengedikkan bahunya. Ada perasaan tak nyaman dari lubuk hatinya saat laki-laki lain lebih peduli pada kekasihnya. Tapi untuk kali ini tak mengapa, ini memang kesalahannya ia tidak bisa hadir saat Raya membutuhkan dirinya.

“Sekarang kondisi ayah kamu gimana?”

Raya menggeleng lesu, menoleh ke ruang perawatan UGD tepat di mana Damar ditangani. “Aku gak tau, dari tadi dokter belum keluar. Aku takut kalau ayah kenapa-napa, Sa.”

Angkasa mengusap rambut Raya. “Sstt... Udah ya kamu harus tenang dulu, ayah kamu pasti baik-baik aja. Percaya sama aku.” Raya hanya membalasnya dengan anggukan saja.

Entah mengapa kini pikiran Angkasa kembali pada Bianca. Cukup lama ia meninggalkan gadis itu sendiri di ruangannya bersama dengan dokter yang sedang menanganinya. Karena pemeriksaannya cukup lama, ia memutuskan untuk keluar sebentar mencari udara segar. Namun, karena ia tak sengaja melihat Raya yang ternyata juga di sini, lantas ia menghampiri kekasihnya.

Lalu kira-kira bagaimana kondisi Bianca sekarang? Apa gadis itu baik-baik saja? Apa jangan-jangan dia memang benar... Ah tidak, semoga saja apa yang dipikirkannya tidak terjadi.

Sepertinya ia harus kembali ke ruangan Bianca sekarang. Sekadar memeriksa bagaimana keadaan gadis itu.

“Ra,” panggilnya pada Raya.

“Kenapa, Sa?”

“Aku ke toilet bentar ya.” Ini hanya alibi Angkasa semata. Tidak mungkin dirinya dengan gamblang menyatakan kalau dia ingin menemui Bianca bukan.

Raya mengangguk. “Iya, Sa.”

Tiba di ruang rawat Bianca, ia melihat gadis itu tengah bersandar di bantal yang diletakan di kepala brankar. Syukur dia sudah siuman, dan di sampingnya ada dokter yang masih menanganinya.

“Dok, sebenarnya saya sakit apa?” tanya Bianca lirih yang masih terdengar di telinga Angkasa.

Bukannya menjawab, dokter tadi justru beralih pada Angkasa yang berdiri di dekat pintu. “Apa Anda suami pasien?”

“Ha? Memangnya kenapa dok? Bianca sakit apa?” Angkasa tidak paham apa yang dimaksud oleh dokter tersebut.

“Jadi begini, setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, hasilnya menyebutkan bahwa pasien Bianca tidak mengalami sakit apapun.”

ANGKASARAYA 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang