45| Perihal Foto

5.8K 584 380
                                    

🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁

Angkasa dan Bianca berada di luar ICU menunggu Shena yang saat ini sedang ditangani oleh para dokter. Pikiran Bianca sangat kalut, ia takut mamanya kenapa-kenapa. Ia tidak akan sanggup hidup jika sampai Shena meninggalkannya. Kepalanya  menunduk sambil menggenggam jemarinya kuat. Isak tangis tak bisa tertahankan, ia menumpahkan air mata sejadi-jadinya.

"Ssstt... lo jangan nangis terus, Bi, gue yakin nyokap lo bakalan baik-baik aja." Angkasa berusaha menghibur Bianca, refleks tangannya menepuk-nepuk punggung Bianca agar cewek itu merasa tenang.

Bianca menelan ludah tetapi hal itu terasa sangat sulit saat dilakukan, efek karena terlalu banyak menangis. Matanya yang sembab menatap Angkasa sayu. "Ta-tapi aku takut Angkasa, aku takut mama ninggalin aku."

Angkasa menghela napas sejenak. "Lo jangan mikir yang negatif mulu mikir yang positif-positif aja, emang lo beneran mau nyokap lo ninggalin lo? Enggak kan?"

Cewek itu menggeleng frustrasi dan malah semakin menangis histeris. "Enggak mau... enggak mau! Mama nggak boleh ninggalin aku."

Angkasa kewalahan dibuatnya, ia bingung harus memenangkan Bianca dengan cara apa. Satu yang di benaknya saat ini, walau sedikit ragu tetapi tidak ada salahnya dicoba. Lantas ia menarik Bianca dalam dekapannya mengelus punggung Bianca pelan, meyakinkan gadis itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Kenapa nasib aku gini banget, Sa? Baru aja aku kehilangan bayi aku, sekarang tiba-tiba mama masuk ICU, besok lagi bakal ada kejutan apa? Aku nggak kuat kalau kaya gini terus, Sa..." rintihnya dengan suara yang memilukan.

Tentu saja Angkasa tidak mampu menjawab, mulutnya bungkam seolah tak ada satu kata pun yang mampu terucap, ia hanya terus mengelus punggung Bianca berharap secepatnya berhenti menangis.

Sepuluh menit telah berlalu, tetapi tangis Bianca belum kunjung berhenti. Hal itu membuat Angkasa semakin merasa tidak tega sekaligus tidak nyaman.

"Udah, Bi, jangan nangis terus. Semua akan baik-baik aja, okay?"

Bianca mengusap ingusnya yang meler menggunakan tisu. "Aku... aku-"

Angkasa menghela napas lelah. "Berhenti nangis atau gue pergi?"

Mendengar ucapan itu sontak membuat Bianca menatap Angkasa lekat. "Jangan pergi! Aku takut sendirian," cegahnya.

"Makanya jangan nangis terus."

"I-iya, aku coba buat nggak nangis lagi. Tapi janji jangan tinggalin aku ya, Sa?"

Angkasa menanggapinya dengan deheman saja.

Cukup, seperti itu saja sudah membuat Bianca tersenyum lega. "Makasih."

Tidak lama setelah itu Haris datang dengan tergesa, laki-laki itu tak kalah khawatirnya seperti Bianca. Bunyi decitan sepatu yang beradu dengan lantai mengakibatkan suara yang menggema di lorong sepi itu. Sesampainya di sana ia langsung memeluk Bianca dengan erat.

ANGKASARAYA 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang