Hai freen 👋
Apa kabar?
Sudah siap membaca part ini?
Mari cari tempat duduk yang nyaman, dan jangan lupa baca doa sebelum membaca.
Bismillah...
Happy reading!! (●'◡'●)
🌼✨
Setelah satu jam lamanya Bianca tidak sadarkan diri, akhirnya sekarang ia membuka mata. Pelan-pelan ia mengerjapkan kedua matanya, seakan berat sekali hanya untuk berkedip. Deru napasnya juga pelan sekali, tidak seperti orang normal padal umumnya.
Pemandangan pertama kali yang ia lihat adalah Angkasa yang tengah berdiri depan jendela menatap kosong ke arah sana. Dari wajahnya nampak sekali jika Angkasa sangat kelelahan. Hatinya tiba-tiba terasa nyeri seakan ikut mengerti apa yang yang suaminya rasakan. Sedangkan Aqilla, anaknya sedang bermain boneka di sofa tempatnya duduk.
"Angkasa..." ujar Bianca dengan suara parau.
Mendengar seseorang memanggil namanya, refleks Angkasa menoleh dan mendekat ke arah istrinya. "Bianca, kamu udah bangun. Masih ada yang nyeri? Masih ada yang kerasa sakit nggak?" tanyanya.
Bianca tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. "Enggak, aku nggak sakit. Emangnya aku sakit apa?" tanyanya berpura-pura tidak tahu, padahal aslinya ia sudah mengetahui penyakit ini sejak ia menderitanya.
"Kamu nggak usah bohong, Bi, aku udah tahu semuanya. Kenapa kamu sembunyiin hal penting kaya gini dari aku?"
"Aku... aku nggak mau buat kamu khawatir, Sa. Aku nggak mau ngerepotin kamu kalau kamu tahu aku sakit parah."
Angkasa berdecak, ada sedikit rasa kesal bercampur menyesal karena Bianca tidak memberi tahu dirinya sejak dulu. Kalau ia tahu kan penyakit ini tidak akan menjadi separah ini. Ia mengusap wajahnya kasar. "Gimanapun juga aku tetap takut kamu kenapa-kenapa, Bi, kamu yang bilang sendiri kita udah punya anak. Aku nggak bakal bisa ngerawat Qilla sendirian kalau tiba-tiba terjadi hal yang enggak-enggak menimpa kamu. Dan lagi Qilla masih butuh kamu sebagai mamanya."
"Maaf Angkasa aku nggak bermaksud-"
"Iya oke, aku maklumin nggak papa. Lain kali kali kamu ada apa-apa bilang sama aku, Bi, jangan disimpen sendiri," ucap Angkasa memotong ucapan Bianca.
"Iya, Angkasa," jawab Bianca seraya mengigit bibir bagian bawahnya merasa bersalah.
Mendengar suara berisik kedua orang tuanya, Aqilla menatap mereka dengan tatapan polos. Beberapa kali ia mengerjapkan mata. "Papa jangan malahin Mama, kasian Mama kan lagi sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASARAYA 2 [END]
Teen Fiction[SEQUEL OF ANGKASARAYA, DAPAT DIBACA TERPISAH] Hari kelulusan telah terlewati, kini Angkasa dan Raya meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di salah satu universitas swasta. Keseharian masa kuliah ternyata terasa lebih berat dari yang...