Jung Sarang merasa kalau hidupnya selalu saja terkena sial.
Segala hal yang dia lakukan selalu saja tidak berjalan lancar meskipun sudah berusaha untuk menanggulanginya.
Sampai suatu hari ponsel Sarang terpasang sebuah aplikasi aneh bernama Fortune...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Saat ini, hanya ada cerita bahagia yang tertulis, kisah-kisah yang sangat bahagia dan manis dari kita berdua, segalanya terpahat di sini disebuah tempat yang jauh namun selalu terlihat indah meskipun berbeda dari kenyataan pada sisi dunia lainnya."
....
****
Kerja kelompok membuat komik dilaksanakan pada rumah Sunghoon hari ini, setelah persiapan lomba antar sekolah akhirnya aku, Ryujin dan Jake pergi ke rumah Sunghoon untuk menggambar atau mewarnai komik yang akan kami buat.
Tugas dari guru seni memang sangatlah sulit, beberapa dari mereka tidak pandai menggambar begitu juga kelompokku, walaupun aku bisa menggambar tetapi Ryujin dan Sunghoon tidak bisa.
Padahal untuk membuat komik diperlukan kemampuan menggambar karena bagian itu paling sulit daripada mewarnai.
“Hahahaha, gambarmu jelek sekali!” tawa Ryujin saat melihat gambar milik Sunghoon, padahal gambar miliknya sama saja.
Akhirnya hanya aku dan Jake yang membuat gambar sedangkan Ryujin dan Sunghoon harus mewarnai.
“Cara menggambarmu menjadi jauh lebih bagus daripada dulu,” ucap Sunghoon sambil melihatku terus menggambar.
Aku tersenyum mendengarnya sambil terus menggambar di atas kertas putih, dia mendekat dan duduk di sampingku, terus memperhatikan seolah-olah dia ingin mempelajari bagaimana caraku menggambar.
“Memangnya kau pernah melihatku menggambar?” tanyaku padanya.
“Pernah, dulu sekali.”
Oh, aku jadi teringat pada anak laki-laki yang dulu pernah menjadi temanku, mungkinkah Sunghoon mengenalnya? Pasti Sunghoon adalah salah satu anak yang pernah bermain denganku di taman bermain.
“Sunghoon, apa kau kenal dengan teman lamaku? Maksudku, anak laki-laki yang kulitnya putih dan suaranya lembut. Aku tidak pernah melihat dia lagi dan tidak tahu seperti apa wajahnya sekarang, apa kau mengenalnya?”
Sunghoon nampak terpaku diam, dia justru menatapku begitu lekat dan sedikit kosong seperti seseorang yang setengah nelamun, apakah aku sudah salah bicara? Atau jangan-jangan teman lamaku sudah meninggal dunia tanpa aku sadari?!
“I-iya, aku mengenalnya,” jawab Sunghoon.
Aku menghela napas lega, “Di mana rumahnya? Aku ingin melihat dia lagi, kalau tidak salah dia seumuran kita.”
Sunghoon lagi-lagi terlihat kosong, dia tidak menjawab pertanyaanku.
“Seperti apa wajah anak itu sekarang?” tanyaku lagi.
Tiba-tiba tangan kiri Sunghoon terangkat dan mendarat di puncak kepalaku, apa-apaan ini? Dia ingin melakukan pengusiran setan?
Perlahan tangannya menepuk kepalaku beberapa kali, buru-buru aku menjauhkan diri sedikit agar dia berhenti, aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba Sunghoon bersikap seperti ini, apalagi ekspresi wajahnya yang sulit dijelaskan.