Justin bangun lebih awal dari biasanya, pukul 05:30. Ketika bangun laki-laki itu langsung pergi untuk mengambil minum karena kemarin tidak sempat mengambilnya.
Melihat pintu dapur terbuka yang artinya ada orang di sana dan Justin tahu siapa orang itu, Justin memilih pergi ke dapur dan mengambil minum di sana.
"Tumben bangunnya cepet, kemaren tidurnya cepet?" Kata Afra menatap sejenak Justin yang baru saja masuk ke dapur.
"Enggak, aku tidur jam satuan gitu." Justin menenggak habis air putih yang dari botolnya langsung dan memperhatikan Afra yang mulai sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sarapan.
Justin duduk di kursi mini bar, "tadi malem aku denger mommy sama Lily ngobrol."
Afra tampak bingung, "jam berapa? Mommy tidurnya cepet, sekitar jam sembilan."
Justin tertawa kecil, "maksud aku mommy Valerie."
"Oh," Afra ikut tertawa.
Justin menaruh botol yang ia pegang di mini bar dan menautkan kedua tangannya di antara kedua pahanya yang terbuka lebar.
"Aku pikir mommy ke sini bukan karena mau liat aku sama Lily,"
"Kenapa malah bilang kayak gitu?"
"Aku nguping. Mereka ngobrol di ruang makan, tengah malem gitu."
"Bahas apa emang?" Tanya Afra.
"Mommy minta bantuan Lily untuk bikin dia balikan sama daddy,"
Afra yang hendak balik badan mengurungkan niat dan menatap Justin dengan syok tanpa bisa mengatakan apa-apa.
"Aku gak tau harus apa, tapi yang jelas aku gak akan setuju mereka balikan, rujuk. Alasan dia minta balikan sama daddy karena suaminya orang yang sibuk banget, gak bisa bagi waktu antara kerjaan sama keluarga."
Afra masih tidak bisa mengucapkan apa-apa, tubuhnya sedikit lemas dan jantungnya berdetak tidak karuan.
"Aku bilang kayak gini bukan untuk bikin mommy down, tapi supaya mommy bisa antisipasi sama mommy Valerie nantinya. Soal Lily biar urusan aku, aku cuma gak mau mommy kayak Rora yang apa-apa pasrah."
Afra menghela napas dan mengangguk kecil.
-Can We?-
Celine tersenyum seraya mengulurkan tangan kepada klien barunya, bertemu di ruangannya dan kini mereka duduk saling berhadapan.
"Saya Baron, saya benar-benar merasa lega bisa bertemu dengan Anda karena reputasi Anda sebagai pengacara sangat bagus. Saya berharap Anda bisa memberikan perlindungan hukum untuk saya,"
"Terima kasih. Jadi, kasus apa yang harus ditangani?" Tanya Celine.
"Penipuan," pria bernama Baron itu membuka map yang berisi lembaran kertas sebagai bukti dan mengarahkannya pada Celine.
Celine mulai membaca dan memperhatikan lembaran kertas yang Baron berikan kepadanya.
"Orang yang melakukan penipuan dan penggelapan bernama Adrian yaitu sebesar dua ratus miliar rupiah,"
Celine langsung menatap Baron yang terus berbicara mengenai kasus pria itu, raut wajah Celine tampak syok ketika Baron menyebutkan nama Adrian.
"Adrian Mahendra?"
Baron menatap Celine dan mengangguk, "Anda kenal?"
Celine sedikit gelagapan lalu menggeleng dengan cepat, "saya tau nama lengkapnya dari sini." Celine menunjuk lembaran kertas yang berada di bagian paling atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [COMPLETED]
Teen Fiction[Celine Story] Dibalik sifatnya yang ketus, ceplas-ceplos, dan ucapan yang keluar selalu sadis dari mulutnya. Celine termasuk golongan orang-orang bucin, Celine begitu setia dan menaruh harapan besar kepada kekasihnya namun siapa sangka jika kesetia...