Ig: @anantapio26_
Gemintang yang bersinar remang tampak enggan bertaburan di langit malam. Sementara angin kencang menerpa tubuhnya yang hanya berbalut outer cardigan tipis. Tanpa sadar Laisa kian merengkuh tubuh laki-laki yang kini masih melajukan kendaraan roda duanya.
Tangan Nanta bergerak menggenggam jemari Laisa yang dingin dengan hangat. "Kamu kedinginan, ya?" Nanta menolehkan kepalanya sedikit untuk mempertahankan suaranya dari embusan angin.
"Hmmm." Laisa hanya menggumam.
"La." Nanta memanggil gadisnya lagi, lalu mengarahkan tangan Laisa ke perutnya. Tak lama kemudian terdengar bunyi perut lapar yang merambat menyentuh telapak tangan Laisa.
"Kamu laper?" tanya Laisa sedikit mencondongkan kepalanya untuk bisa melihat sisi wajah Nanta.
"Iya, nih, belum makan. Dari siang malah." Nanta memelas.
"Hmmm, kasian sekali temanku ini," ledek Laisa seraya mencubit pipi Nanta dengan gemas.
Nanta meringis. "Aaiiissshhh ... kok teman?" tanyanya sedikit tidak terima.
"Iya, kelak biar bisa jadi teman hidup." Laisa terkekeh.
"Aw! Mbaknya bisa gombal gini diajarin siapa, nih?" goda Nanta bersama tawanya yang selalu menjadi candu Laisa.
"Kamu, kan?" balas Laisa gemas.
Tawa Nanta kembali mengudara. "Makan dulu, ya, Yang. Aku laper."
"Dulu alot banget buat manggil sayang, sekarang malah boros," nyinyir Laisa.
"Dulu nggak optimis bisa hidup dengan lebih baik, La. Tapi sekarang aku udah seperti menemukan harapan baru."
"Gitu?"
"Iya."
"Emang apa yang kamu harapkan?"
"Bisa hidup sama kamu, La. Entah sampai kita jadi kakek-nenek. Biarpun aku masih merasa itu menjadi hal yang mustahil."
Laisa menghela sejenak. "Tuhan pasti akan memberikan yang lebih baik dari aku buat kamu, Nan."
"Manusia itu egois, ya, La? Kadang dia nggak percaya sama rencana ajaib yang Tuhan susun untuk seluruh makhluknya."
"Ya, begitulah."
Nanta menepikan motornya di depan sebuah kedai angkringan sederhana. Lantas melesat ke dalam dan memesan makanan. Dekorasi lampu-lampu pijar yang mengelilingi tepi dinding terlihat menerangi setiap sudut ruangannya, seakan memberi kesan hangat.
"Bang, ayam bakar dua, ya. Minumnya es jeruk aja."
"Kok ayam bakar?" Laisa menampakkan raut penuh tanya.
"Iyalah. Kan aku sukanya ayam bakar."
"Jadi dua ayam bakar itu buat kamu semua?"
"Iyalah, La. Kan aku yang laper."
"Nggak peka banget, sih, jadi cowok!"
"Kamu juga laper?"
"YA IYA LAH!"
Nanta terkesiap. "Kamu lagi nggak datang matahari, kan?" Tangannya terulur untuk menyentuh dahi Laisa.
"Kok kamu ngeselin banget?!"
Nanta kembali tertawa.
"Idih! Malah ketawa, nih, anak," gemas Laisa tanpa sadar jemarinya bergerak meremas-remas.
"Emosian banget. Ini aku persen dua sekalian buat kamu." Tangannya Nanta bergerak melayang untuk menepuk dahi Laisa dengan pelan.
Gadis itu mendesis. "Bilang dong," gumam Laisa sedikit ada rasa sesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
AXIOMATIC (END)
Teenfikce(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Prequel of Kisah Tentang Ananta'S) Ini tentang laki-laki kaku dengan perasaannya yang kelu. Juga tentang cemburu dan rindu yang memaksa untuk menyatu padu. Tentang sajak dan alunan kisah. Pun tentang perjua...