AX 84 - Only Ever

101 22 10
                                    

Ig: @Anantapio26_

Aku dan kamu hanya sebatas pernah. Pernah saling berharap. Pernah saling hadir memberi tawa lantas kesedihan. Lalu perlahan, aku dan kamu berjalan pada orbit masing-masing. Belajar menjadi terasing dengan hanya sebatas mengenal nama tanpa perlu lagi saling sapa.

Bruk!!!

Arya menabrak bahunya hingga Nanta terhuyung ke tembok. Bocah tengil itu berlari menuju kelas.

"Sialan," rutuk Nanta pasrah. Ia pun kembali menegakkan tubuhnya. Dari belakang Bobi merangkulnya.

"Minta disunat tuh bocah," katanya mengerikan.

Nanta hanya terkekeh. Baginya, hari-hari berat itu perlahan terkikis dan hanya menyisakan debu kenangan yang bertengger manis di bingkai foto. Meski sebenarnya tidak ada satu lembar foto pun yang terpampang untuk mengingat jelas kenangan itu. Namun setidaknya, tidak ada lagi yang mengharuskannya mengingat masa-masa menyedihkan itu. Ya, walaupun sesekali masih teringat. Sudahlah!

Jam istirahat berdering tepat saat mentari tengah terik. Dan percayalah, Arya mulai bertingkah gila dan tidak kalah gilanya dengan Bobi. Dua anak manusia itu kini tengah berlomba makan seperti yang sudah dijanjikan semalam. Dan hukumannya, yang kalahlah yang membayar semua makanan itu.

Dimas hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia sudah tahu dengan perut Arya yang selebar lapangan bola meski tubuhnya hanya sebesar galah antena televisi. Dan Nanta, ia malah sibuk dengan ponselnya. Jemarinya pun nampak menari dengan asyik. Sesekali kepalanya mengangguk ikut mengiringi alunan lagu di earphone yang sedang dipakainya. Bahkan ia nampak tidak tertarik untuk menonton tingkah gila kedua sahabatnya dan lebih memilih untuk sibuk sendiri dengan perasaannya yang kini tengah ditulisnya rapi.

Menyadari lirikan mata Dimas, salah satu tangannya segera mencabut earphone dari telinganya lantas menegakkan tubuhnya. "Projek. Mayan dapet fee," jelasnya menunjukkan ponselnya pada Dimas.

Sahabatnya itu hanya mengangguk-angguk.

Ting!

Ponselnya bunyi. Nanta kembali menatap layar ponselnya yang menampakkan pesan dari Sherin dan memintanya untuk segera hadir di ruangan jurnalistik.

"Man, sorry, nih. Saya harus nemuin Sherin. Kalo nggak bisa kacau," pamitnya pada ketiga sahabatnya.

"Halah, bilang aja lo mau modus!" seru Bobi sukses membuat beberapa lirikan mata mengarahnya.

Ah, sial. Nanta meremas wajahnya sendiri. "Modus-modus matamu!" kesalnya. Pasalnya ia harus menahan malu setengah mati karena kelakuan Bobi. Ia pun segera melesat pergi dari kantin.

"Jangan lupa salamin buat Kakak Cantik!" bubuh Arya ikut berseru.

Nanta tidak menganggapnya ada. Bahkan kalau perlu ia menganggap Arya telah lenyap. Sedang ia tahu, Arya malah terkekeh senang berhasil membuat Nanta kesal.

🐟🐟🐟

Lapangan basket sekolah nampak ramai saat Nanta tengah berjalan melewatinya menuju ruang jurnalistik sekolah. Rupanya ada tanding basket antara dua kelas dan terlihat jelas Jonathan dengan Alfan sedang bertanding merebutkan poin entah untuk apa. Nanta terus berjalan tanpa memedulikan suasana ramai di sana. Tapi tunggu dulu, ia melihat Laisa tengah berdiri ditemani Putri jauh dari jarak keramaian.

Nanta menghela berusaha menetralisir perasaannya yang mulai membuncah tak keruan. Sudah, Ananta. Tak perlu lagi kau pikirkan gadis itu. Langkahnya yang sempat terhenti kembali berlanjut.

Ia masuk ke ruang jurnalistik yang hanya menampakkan sosok Sherin. Gadis itu sedang sibuk di depan komputer yang sudah menjadi fasilitas ekskul jurnalistik.

AXIOMATIC (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang