AX 28 - Always With You

260 47 16
                                    

Ig : @Anantapio26_

Gadis itu baru saja keluar dari sebuah gedung bercat abu-abu dengan palang 'Konsultasi Psikologi'. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir pukul lima sore dan hari ini ia belum menemui Nanta. Ah, rasanya begitu rindu. Pasti Nanta sedang menunggu di tempat yang sudah ia janjikan.

Sudah sebulan yang lalu sejak kepergian Gigi, Laisa bersyukur kalau Nanta tidak terpuruk. Bahkan sekarang, laki-laki itu justru menunjukkan jika dirinya pun bisa untuk bangkit.

Lantas tangannya terulur untuk menghentikan taksi yang melintas. Dan bersama taksi itu, ia melaju menuju tempat itu.

Jemarinya bergerilya mencari kontak nama Nanta untuk menghubunginya. Tidak lama kemudian terdengar suara Nanta di seberang.

"Nan, kamu udah sampe?" tanya Laisa.

"Udah. Nih, lagi makan bakso," jawab Nanta di seberang.

"Kok kamu makannya sendirian aja, sih?" omel Laisa merasa tidak terima kalau Nanta menikmati baksonya sendiri.

"Nggak, ah. Ini sama pelanggan lain, kok," sahut Nanta benar-benar membuat Laisa harus merotasi kedua bola matanya dengan sebal.

"Bukan itu maksud aku, Nan."

"Iya, aku tau."

Satu hal yang baru Laisa temukan sekarang dalam diri Nanta, yakni sosok yang sebenarnya peka tapi lebih memilih pura-pura tidak peka.

Laisa menghela. "Aku sebentar lagi sampe, nih," ujarnya.

"Ya udah. Hati-hati di jalan."

Datar. Laisa menatap layar ponselnya dengan penuh tanya. Apakah tadi itu benar-benar Nanta?

"Kamu juga." Akhirnya sambungan itu ia putuskan.

Laisa melempar tatapannya ke arah luar jendela. Jejeran gedung-gedung dengan taman-taman terlihat ramai di pekan ini. Sepertinya akan menjadi akhir pekan yang istimewa. Jelas, karena ia akan berjalan-jalan dengan Nanta setelah satu bulan ia janjikan.

"Sudah sampai, Mbak," ujar supir taksi itu, memberi tahunya.

"Oh iya, Pak. Terima kasih," sahut Laisa segera keluar setelah membayar ongkos taksinya.

Kedua netranya kembali mengedar ke segala arah. Mencari-cari sosok Nanta.

"Aduh, cantik-cantik kayak orang ilang, nih, Mbaknya," ledek seseorang dari belakang tubuhnya. Sontak Laisa menoleh dan mendapati Nanta tengah tersenyum jahil. Ia mendesis.

"Nih, aku kasih tau. Di kota-kota besar kayak gini kalo kamu nengok ke sana kemari kayak orang bingung, nanti dikira orang ilang. Bisa diculik, loh," ujar Nanta.

Laisa membulatkan kedua bola matanya. "Jangan ngaco!" Jujur saja, ia sangat takut mengenai hal penculikan. Membayangkannya saja ia sudah tidak sanggup.

"Tapi jangan takut. Kan, udah ada aku," ucap Nanta lagi dengan manis. Tangannya pun terulur untuk menerima genggaman tangan Laisa.

Mata Laisa turun pada tangan itu, tangan yang masih terlihat agak pucat dan jika digenggam masih terasa dingin. Sebenarnya ia senang atas sikap manis Nanta. Tapi tunggu dulu!

"Katanya bukan muhrim," balas Laisa memalingkan wajahnya dari Nanta.

"Ini kan darurat. Kalo kamu ilang gimana? Kan aku nggak mau kehilangan kamu."

Nanta sukses membuatnya tersenyum. "Ah, modus."

"Nggak apa-apa, atuh. Sekali-kali pegang tangan cewek cantik."

AXIOMATIC (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang