AX 16 - The Point

355 62 27
                                    

Ig : Anantapio26_

Vote, comments and share, dongsss. Biar Astor Pio makin semangat :)

Baru satu menit yang lalu bel pulang sekolah berbunyi. Namun dua makhluk itu sudah berdiri di depan pintu kelasnya. Dan lima menit kemudian satu makhluk dengan jenis yang sama datang.

Laisa merotasikan bola matanya dengan gemas. "Gercep banget sih kalian," ujarnya usai guru piket keluar dan semua murid berhamburan keluar kelas.

"Hai," sapa Alfan dengan suaranya yang hangat.

"Halo." Putri yang menyahutnya. Gadis itu kemudian terkekeh geli.

"Bukan sama lo, Put," ujar Arya membalas dendam dengan apa yang Putri lakukan tadi pagi.

"Jadi, gimana? Pulang sekarang?" tanya Alfan tanpa memedulikan ketiga manusia di depannya selain Laisa.

Laisa menghampiri Alfan. "Maaf, Kak. Gue mendadak ada urusan sama temen-temen gue. Jadi sekarang nggak bisa pulang bareng lo," jelasnya.

Alfan mengangguk mengerti. "Tapi, sebagai gantinya besok gue jemput, ya."

Laisa mengangguk bersamaan dengan senyum yang mengembang tipis di sudut bibirnya.

"Hati-hati di jalan." Alfan mengusak rambut Laisa pelan. "Gue duluan," pamitnya kemudian. Manis.

Tapi lebih manis Nanta!

Laisa menghela berat sambil terus menatap langkah kaki Alfan.

"Buset. Sombong amat tuh bocah," gerutu Dimas yang memang tahu seluk-beluk sosok Alfan.

Tatapan Laisa beralih pada Dimas. "Lo kenal?" tanyanya.

"Kenal," jawab Dimas jujur.

"Lagian anak kayak dia siapa yang nggak kenal, sih," timpal Arya.

"Emang dia kenapa?" selidik Laisa.

"Hati-hati aja pokoknya," ujar Dimas mulai melangkahkan kakinya menuju tempat parkir.

"Kayak dia bilang tadi, hati-hati," tambah Arya mengekor langkah Dimas.

Kembali, Laisa harus merasakan otaknya bekerja dua kali lipat dari sebelumnya. Apa salahnya dengan Alfan yang pintar, berprestasi dan mungkin ... baik?

Laisa mendesah panjang. Berusaha menghilangkan semua hal yang semakin membebani pikirannya.

"Ayo, Ca," ujar Putri menarik tangan Laisa.

***

Kedua matanya tertuju ke arah bangunan rapuh di depannya. Apa ini rumah Nanta setelah melewati gang sempit dan berakhir di sudut jalan kecil? Ia turun dari tumpangan Dimas. Rumah itu terlihat kosong.

Dimas mengawali langkahnya kemudian mengetuk pintu papan tiga kali. Berharap ada yang menyahutnya meski hanya sepatah kata.

"Permisi." Arya ikut memanggil seseorang dari dalam rumah ini.

Tidak ada sahutan.

"Bentar, ya. Gue tanya tetangga sebelah." Dimas berlalu menuju satu rumah di samping rumah Nanta.

"Permisi, Bu," sapa Dimas pada seorang ibu paruh baya yang tengah sibuk menjahit pakaian.

"Iya." Ibu itu menatap Dimas.

"Ibu tahu pemilik rumah ini pergi ke mana?" tanya Dimas dengan sopan menunjuk ke arah rumah Nanta menggunakan ibu jarinya.

"Mungkin pemiliknya lagi ke rumah sakit kali, Mas. Kan anaknya ada yang sakit-sakitan. Katanya sih sakit kanker paru-paru." Bukan ibu yang kini ada di hadapannya yang menjawab. Tapi seorang wanita dengan usianya sekitar kepala tiga atau mungkin kurang dari itu.

AXIOMATIC (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang