AX 22 - Promise

304 54 7
                                    

Ig : @Anantapio26_

Skuy, vote dulu. Baru boleh baca :v

Meski tangannya sedang sibuk menempelkan burung-burung kertas pada dinding polos kamar rawat Gigi, pandangan Handara tidak kunjung lepas dari sosok Laisa.

Oh, iya. Sekedar informasi. Hari ini Gigi harus menjalani terapinya yang sedikit menyakitkan.

"Namamu siapa?" suara Handara bertanya pada gadis yang kini ada di hadapannya. Iya, dirinya belum berkenalan secara langsung dengan gadis itu.

"Laisa," jawab Laisa singkat.

Handara mengangguk-angguk. "Kenapa harus Ananta?" tanyanya tiba-tiba.

Laisa terdiam. Membiarkan atmosfer di sekitarnya menghening. Apalagi saat mendengar pertanyaan Handara yang ambigu.

"Kenapa harus Ananta yang kamu pilih?" ulang Handara memperjelas.

Laisa masih diam. Ia tak kunjung menjawab pertanyaan Handara sampai laki-laki itu kembali bersuara.

"Nyaman?"

"Aku sama Ananta cuma sekedar temen." Akhirnya Laisa bersuara.

"Oh iya?"

"Iya."

"Nggak lebih?"

Ah, entahlah. Laisa menghela napasnya dengan berat kemudian menggeleng pelan.

"Atau lagi nunggu kepastian?"

"Makhluk nggak ada yang bisa memastikan. Semuanya atas kehendak Tuhan."

Wow! Handara menghela pelan. Tangannya bergerak memasang burung kertas yang terakhir. "Lalu?"

Lagi-lagi Laisa memilih diam.

"Sayang sama Ananta?"

Laisa spontan menoleh ke arah Handara dan menatapnya penuh makna.

Handara tertawa kecil. Lalu kembali diam dan duduk di bangku. Pandangannya berubah hampa. "Dari kecil Nanta di rumah sakit ini. Fibrosis kistik, penyakit genetik yang juga pernah diderita kakek kami."

Hening.

"Kadang saya bertanya pada Tuhan. Kenapa harus Ananta, bukan saya?" lirih Handara menahan rasa sesaknya.

Laisa menghentikan pekerjaannya. Apa yang sedang Handara bicarakan? "Mungkin Tuhan punya rencana indah," ucapnya.

"Saya harap begitu." Handara mengangguk. Dan lagi, ia menghela napasnya dengan berat.

"Saya titip Ananta," lanjutnya lantas bangkit dan menepuk bahu Laisa sambil berlalu.

Laisa mengulum bibirnya dan mengangguk. "Promise," ucapnya sebelum Handara menghilang.

Laki-laki itu menghentikan langkahnya dan mengangguk. Menatap Laisa sejenak kemudian kembali mengayunkan kakinya keluar.

Laisa terduduk di kursi. Ia menghela, kenapa dirinya bisa sesayang ini pada Nanta? Apa laki-laki itu merasakan hal yang sama?

Pintu kembali terbuka, menampakkan sosok Arya dan Dimas yang membawa banyak hiasan warna-warni, siap untuk memenuhi dinding.

"Hai, bidadari. Maaf kita telat. Tadi sempet dicegat sama rombongannya Ronaldo buat tetep di sekolah. Soalnya tadi acara perkemahan udah dimulai," ujar Arya begitu masuk.

"Lagian lo, sih," suara Dimas yang terdengar sedang kesal pada Arya.

"Kan udah gue bilang, Bambang. Nggak usah ijin. Eh, lo malah sok-sokan ijin. Ke si Ronaldo, lagi," balas Arya tidak mau kalah.

AXIOMATIC (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang