AX 47 - My World

188 32 15
                                        

Ig:@Anantapio26_

Pagi itu Laisa terbangun karena ketukan pintu kamarnya. Suara Papa pun yang tengah membujuk seolah menyambut paginya.

"Laisa, Sayang," panggil Papa dengan terus mengetuk-ngetuk pintu kamar anak gadisnya.

"Sayang, buka pintunya. Papa mau bicara."

"Laisa, ayo, Nak. Mama udah buatkan kue pie susu kesukaan kamu." Kini Mama ikut membujuknya.

Laisa menegakkan tubuhnya. Berusaha bangkit dari posisi baringnya. Masih terlalu pagi untuknya mendapatkan bujukan dari Papa dan Mama. Kemudian beranjak dan membuka pintu kamarnya. Memperlihatkan senyuman yang memancar dari sepasang bibir kedua orang tuanya.

"Pa, Ma." Laisa bergilir menatap Papa dan Mama.

"Sayang." Mama memeluk Laisa dengan hangat.

"Jangan larang aku untuk mencintai Ananta," lirih Laisa.

Bagi Mama dunia seolah berhenti berputar. Planet-planet dalam tata surya pun seakan berhamburan. Tapi Mama berusaha untuk tersenyum.

"Sayang, Mama tahu yang terbaik untuk kamu," ujar Mama lembut.

"Mama hanya tahu, tapi nggak pernah paham." Laisa melepaskan pelukannya dari Mama. Kemudian kembali masuk ke kamar.

"Sayang," panggil Mama sia-sia.

"Laisa, Papa tunggu kamu di bawah, ya? Hari ini Papa tidak mengijinkan kamu membolos lagi," ujar Papa kemudian berlalu dan diikuti langkah Mama.

Di dalam kamarnya, Laisa menghela. Paginya sudah hancur terlebih dulu sebelum ia mengumpulkan nyawa yang masih terbang hambur di alam mimpi.

🐟🐟🐟

Lima belas menit lagi jarum jam menunjukkan pukul tujuh. Untunglah jarak rumah dengan sekolahnya hanya berkisar sepuluh menit.

Papa menoleh ke arah anak semata wayangnya yang sejak tadi hanya diam membisu.

"Laisa." Gadis kecilnya diam. Tidak menyahut meski sepatah kata pun.

"Papa hanya tidak mau kehilangan kamu," jelas Papa.

"Tapi aku udah lama kehilangan Papa. Papa terlalu sibuk dengan pekerjaan," balas Laisa.

"Kalian itu berbeda. Papa hanya tidak mau terjadi sesuatu denganmu."

"Laisa–"

"Pa. Aku sayang sama Nanta, seperti halnya aku sayang Papa."

Papa menghela panjang. Pandangannya kembali terfokuskan ke depan. Di mana jalanan mulai terlihat padat dan merayap.

"Kalau tahu seperti ini aku nggak akan pernah mau untuk datang ke Ibu Kota," gumam Laisa.

Papa menarik napasnya. Berusaha ingin mengutarakan apa yang ada di dalam benaknya sejak pertama kali melihat Nanta di rumah sakit.

"Papa tahu Ananta itu baik. Papa hanya–" Napasnya mendadak tercekat. "Hanya tidak ingin nasibmu seperti Papa dan Mama dulu. Kalian belum terlalu siap. Kalian masih terlalu muda. Jalan kalian masih begitu panjang."

"Memang, apa salahnya jika mencintai seseorang yang berbeda? Bukankah dari perbedaan kita harus mencintainya?"

"Itu lain lagi, Laisa." Mobil yang tengah dikendarainya berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Cepat-cepat Laisa keluar dari mobil dan berlari kecil masuk ke pelataran area sekolahnya.

AXIOMATIC (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang