00| Prolog

891 71 17
                                    

Ketika sebuah rumah tangga tak lagi mampu bersama karena berselisih paham, apa kita masih bisa memperbaikinya? Maksudku, bahkan pemikiran kami pun sudah tak sejalan lagi dan aku rasa ini memang sudah menjadi garis tangan Tuhan untuk kami berpisah.

Kau tahu sebuah kata 'mencintai sampai mati' hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar mampu bertahan ketika berada dalam keadaan dimana kita menerima kesalahan masing-masing dan berusaha memperbaiki hubungan agar kembali pada tujuan akhir, yaitu bersama sampai maut memisahkan.

Sayangnya aku dan suamiku tidak seperti itu. Inilah pilihan kami. Berpisah karena tak lagi bisa membendung rasa kecewa telah dikhianati. Baik aku dan Jaehyun sama-sama tak memiliki alasan lagi untuk kembali bersatu.

Jadi ketika pengadilan mengatakan bahwa kami resmi bercerai dengan aku yang mendapatkan hak asuh anak, sejak saat itulah keadaan benar-benar berubah.

Aku tak menyesal sama sekali. Justru aku ingin berterima kasih pada Tuhan karena akhirnya aku tak lagi merasakan sakit hati yang teramat dalam karena pria itu.

Dia—Jung Jaehyun. Lelaki yang dulu selalu ku puja-puja di depan kolegaku sampai mereka terpesona oleh sosoknya. Dan sekarang, aku malah menyesal dulu sempat memujinya karena ternyata dia tak sebaik apa yang aku pikir.

Tidak-tidak. Jaehyun sebenarnya baik. Terlalu baik untuk aku yang munafik. Seharusnya dia memang tidak menikahi ku karena nyatanya, perpisahan tetap akan segera tiba. Hanya menunggu waktu saja untuk membuktikannya.

Pernikahan kami bukan berawal dari perjodohan, bukan pula dalam paksaan. Kami murni sama-sama saling mencintai dan itu tidak dibuat-buat.

Bahkan kami sudah memiliki buah hati yang tampan dan cantik. Wajahnya benar-benar perpaduan antara aku dan Jaehyun. Anak kami kembar dan kini berusia lima tahun.

Dan sekarang, tinggal lah aku, Jeno dan Minjeong di sebuah rumah sederhana pusat kota. Sehari-hari waktuku dihabiskan untuk menangani pasien dan menjalani operasi. Sebagai dokter spesialis, aku harus profesional untuk lebih mementingkan orang lain dibanding diriku sendiri.

Untungnya Jeno dan Minjeong dijaga oleh Winwin, sahabatku sewaktu kuliah. Kami masih berteman baik sampai sekarang.

Dia seorang direktur perusahaan besar di wilayah Gangnam. Memiliki banyak properti dan menjadi incaran para wanita. Lelaki itu sudah memiliki kekasih. Namanya Son Eunseo—Seorang modeling dan actress yang wajahnya selalu muncul di majalah-majalah mingguan dengan pesona yang luar biasa.

Aku sebenarnya tak enak menitipkan Jeno dan Minjeong padanya, tapi itu semua atas permintaan Eunseo karena katanya anakku bisa dijadikan model alternatif juga untuk pakaian anak-anak dan aku tak melarang selama itu membuat anakku merasa nyaman.

Balik lagi ke topik awal.
Lokasi rumah Jaehyun memakan waktu hampir satu jam untuk sampai ke wilayah komplek ku. Dia berada di wilayah Apgujeong sementara aku di Cheongdam-dong. Bahkan sekolah Jeno dan Minjeong pun aku yang memindahkannya sehingga mereka harus beradaptasi lagi di lingkungan baru.

Sejujurnya aku tak bisa mengontrol bagaimana kehidupan mereka. Biasanya setelah mengantar Jeno dan Minjeong ke sekolah, aku akan menghabiskan waktu di rumah sakit dengan pasien-pasien yang mengeluh menderita ini dan itu.

Atau terkadang, aku baru bisa pulang larut malam ketika selesai jadwal operasi. Lalu setelah sampai rumah, aku melihat kedua anakku yang tertidur pulas di ranjangnya.

Beruntung aku menyewa pembantu untuk membuatkan makan pada si kembar. Pekerjaan yang membutuhkan waktu seharian membuatku tak bisa memantau pola makan mereka.

Jangankan pada Jeno dan Minjeong. Aku saja terkadang jarang makan. Itupun kalau ingat. Entah kenapa sudah hampir sebulan ini nafsu makan ku turun.

Bukan. Aku kehilangan selera bukan karena sedih akibat perceraian ku. Tetapi karena sesuatu yang aku tak bisa ceritakan sekarang pada kalian.

Nanti juga kalian tahu sendiri kan seiring berjalannya waktu? Aku berjanji akan menjelaskan dengan detail kenapa kehidupanku semakin berantakan.

Entah tentang tak bisa merawat Jeno dan Minjeong dengan baik, atau tentang kesehatanku sendiri. Sungguh, bukanlah hal yang mudah menjadi single parent. Aku harus berjuang sendiri tentang materi dan mengurus anak.

Semoga kalian tak mengalami apa yang aku alami. Ini adalah sebuah ujian dalam hidupku bahkan sampai maut menjemput pun, aku tidak akan bisa membahagiakan kedua anakku.

Mereka seharusnya ikut dengan Jaehyun dan hidup layak dengan penuh kasih sayang.
Bukan denganku yang disebut ibu pun tak pantas, karena aku tak bisa memberikan apa yang menjadi kebutuhan untuk keduanya.

Ibu yang gagal? Benar. Itu yang harusnya kalian pikirkan, ketika terlintas bagaimana karakterku pada cerita ini yang dibuat oleh si penulis.

Semoga ada akhir yang bahagia untukku dan kedua anakku.

Namun nyatanya itu hanya sebuah mimpi. Takdirku tak lebih berarti untuk diceritakan dalam buku yang kalian baca sekarang.

—To be continued—

Tes ombak JaeYeon. Kalau banyak yang respon, lanjut wkwk

22-Februari, 2021

Tertanda,
Chaa

Mom's Struggle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang