Hamil🤰

7.5K 427 3
                                    

Rara mengusap darahnya menggunakan tangan kanan, dan tangan kirinya menghapus air matanya.

Kemudian dia berdiri dan berjalan ke atas menuju kamar mereka berdua.

Rara duduk dipinggir ranjang, pandangannya kosong menatap lurus.

Ting!

Ponselnya berbunyi. Rara melirik sekilas lalu membuka isi pesannya.

MyHusband

["Aku mau kita pisah! Tunggu suratnya dari pengadilan."]

Deg!

Hati Rara bergencar hebat, setelah membaca pesan dari suaminya. Air matanya kembali lolos, ia menangis terisak. Ponselnya dilempar kelantai hingga layarnya terbelah dua.

"Ahh! Aku kecewa sama kamu. Aku menyesal nikah sama kamu, kalau jadinya seperti ini!" tangis Rara menjambak rambutnya.

"Oke, kalau itu mau kamu," gumam Rara.

Rara berdiri dan mengambil koper besar, lalu pakaiannya dipasukin kedalam. Rara mengemasi semua miliknya sehingga tidak ada barang yang tersisah.

Sudah beres semua, Rara menariknya dan keluar dari kamar turun kebawa. Air matanya terus saja turun. Mata dan hidungnya sudah merah akibat menangis terlalu lama.

"Aku pamit," lirih Rara saat sudah sampai di depan rumahnya.

Rara menunggu taxi yang lewat. Tak lama kemudian, taxinya datang. Rara langsung memasuki kopernya juga dirinya.

Kemudian, taxi tersebut berjalan dari kediaman rumah itu. "Jalan ke perumahaan anggrek," ucap Rara.

Sang supir hanya menurut. 1 jam menempuh perjalanan, kini taxi telah sampai di depan rumah ibunya. Rara membayarnya lalu turun sembari menyeret koper.

Tok, tok!

"Sebentar!" teriak Ana dari dalam.

Krek!

Ana membuka pintu. Tubuhnya menegang saat melihat penampilan anaknya yang sudah acak-acakan serta dahinya yang terus mengeluarkan darah.

"Kamu kenapa Ra?!" tanya Ana kaget.

Tanpa ba, bi, bu, Rara memeluk Ana dengan erat. Dirinya menangis di dalam pelukan sang ibu.

"Kita masuk aja, disini gak enak," ajak Ana membawa Rara dan kopernya masuk.

Mereka menduduki bangku ruang tamu. Rara masih memeluk Ana dengan erat, tangisannnya makin kencang.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Ana lembut sambil mengusap kepala anaknya.

"Rio, Buk," lirih Rara disela tangisnya.

"Rio kenapa?"

"Rio minta pisah," jawab Rara.

"Minta pisah gimana? Emang kamu ngelakuin kesalahan apa? Dan, kenapa dahimu berdarah?" tanya Ana bertubi-tubi.

Rara melepas pelukan itu, lalu menceritakan dari awal hingga akhir. Tidak ada bumbu yang ia campur di dalam ceritanya.

Mata Ana memerah menahan emosi, ketika mengetahui kalau Rio sudah keterlaluan kepada anaknya. Dalam hal cemburu wajar, tapi jika sampai melukai fisik, itu sunggu-sunggu diluar batas!

"Mending kamu pisah sama dia! Ibu sudah kecewa!" sewot Ana.

"Tapi, Buk ...," lirih Rara dengan tatapan sendu.

"Gak ada tapi-tapian! Kalau sampai ayahmu tahu, dia akan yang memisahkanmu secara langsung. Ayahmu pasti sangat marah dengan menantunya itu, karena putri kesayangannya disakitin. Bukan ayahmu saja, tapi abangmu juga!" jelas Ana sedikit meninggi.

Gadis Gendut Milik Mafia [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang