Rara POV.
Setelah kepergian pria sombong dan nyebelin itu, aku pun melanjutkan perjalananku.
Aku berjalan menelusuri jalan yang lalai ramai dengan kendaraan beroda dua maupun beroda empat.
Aku tak seberuntung mereka, yang mempunyai mobil mewah, motor mewah, bahkan rumah mewah.
Tapi aku tetap bersyukur, walaupun keadaanku tak sama seperti mereka aku bisa merasakan kebahagiaan yang kudapat.
Satu jam aku berjalan, dan akhirnya sampai juga di rumah sederhanaku. Aku mengucapkan salam serta mengetuk pintu.
"Assalamualaikum, buk. Rara pulang!" teriakku dari luar.
"Walaikumsalam," sahut Ibuku yang bernama Ana.
Pintu pun dibuka oleh Ibuku, aku tersenyum manis kepada dirinya lalu mencium punggung tangannya. Akupun masuk bersamaan dengan Ibuku.
Aku pergi ke kamar sebentar untuk mengganti pakainku serta menaru tas dan buku-bukuku di lemari.
Selesai semuanya, aku berjalan keluar dan memasuki ruang makan yang dimana ada Ibu dan juga Ayahku.
Aku menduduki bokongku dan meraih piring serta lauk-lauk kesukaanku.
Piring yang tadinya kosong sekarang berisi dengan nasi yang begitu banyak serta lauk-lauk yang begitu rupa-rupa.
Ayahku dan Ibuku hanya menggeleng-gelengkan kepala saat melihat piringku sudah numpuk dengan berbagai makanan.
"Rara ... katanya mau diet, kok makannya banyak bangat?" tanya Ibuku dengan nada lembut.
"Aku tak perduli bu, Rara laper bangat," rengekku seperti anak kecil.
"Berat badanmu, nanti naik."
"Gak-papa, buk. Aku malah seneng, jika nanti ada cowo, aku jadi tau mana yang benar-benar tulus mencintaiku serta tak mandang fisikku dan mana yang enggak," jelasku yang hanya di bales anggukan oleh kedua orang tuaku.
🏵🏵🏵
Jleb!!
"Mau lagi?" tawar seorang pria yang tengah memegang pisau yang sudah berlumuran dara.
"Ti-tidak, tuan. Saya mohon, jangan bunuh saya," mohonnya.
"Kau harus mati! Manusia licik sepertimu, harus musnah dari muka bumi ini!" bentak pria itu yang tidak lain Satrio Adara Putra. Mafia sombong serta kejam yang sifatnya ia miliki.
"Saya moh--"
Jleb!!
Jleb!!
Satrio atau di panggil Rio. Kini dirinya sedang membantai manusia yang berada di hadapannya.
Orang tersebut sudah sangat sakit dengan tiga tusukan di tubuhnya. Orang itu terus memohon agar ia di bebaskan tapi Rio tak menggubris perkataannya.
Rio malah gencar menusuk-nusuk pria itu.
"Tu-tuan ... sa-saya, mo-mohon." permohonan pria itu yang coba meraih sepatu milik Rio.
"Hey! Jangan memegang sepatu mahalku. Sepatu itu aku beli di paris dengan harga 2 juta!" bentak Vero lalu menjauhkan kakinya dengan tangan dia.
"Aku memang kaya, apapun akanku miliki. Semua yang aku inginkan bakal tercapai!" tegas Rio.
"Ja-jangan, so-sombong," ucap pria itu lalu memejamkan matanya dengan menghembuskan nafas terakhir kalinya.
"Aku tidak sombong. Hanya saja, aku sedang mengagumi diriku sendri," ujar Rio berjongkok dan telunjuk jarinya ia arahkan ke hidung pria itu.
Memastikan, apa dia sudah mati atau belom. Dan akhirnya, napasnya benar-benar tidak ada. Rio berdiri dan menatap bodyguard untuk memerintah.
"Bawa jasad ini, kasi dia ke jack!" bodyguard mengangguk dan menyeret mayat tersebut ke belakang rumah untuk ia kasi ke singa jagoannya.
Jack itu singa peliharaannya Rio, dari kecil ia merawatnya hingga tumbuh dewasa yang amat menyeramkan. Bagaimana bisa, makanan sehari-harinya saja daging.
Rio keluar dari gudang berjalan menuju kamarnya untuk mengganti pakaian yang sudah berlumuran darah.
Rio meraih handuk dan berjalan ke kamar mandi. Selang beberapa menit, ia pun keluar dengan menggunakan kaos hijauh serta celana jeans.
Rio duduk di pinggir ranjang sambil menyesap secangkir kopi manis yang ia pesan tadi.
Rio menatap arah pintu dengan tatapan tak bisa ditebak. Pikirannya seakan-akan melayang ke arah gadis gendut tadi.
Sebenarnya lucu serta menggemaskan bagi dirinya, gadis gendut itu benar-benar membuat dirinya pusing.
"Kau gadis gendutku," gumam Rio sambil merebahkan tubuhnya.
🏵🏵🏵
Jam 21.31 malam.
Aku duduk di meja belajar dan membaca setiap tulisan yang berada dibuku kedokteranku.
Aku memang bukan orang kaya, tapi setidaknya aku ingin mengubah nasibku dan orang-tuaku.
Setiap malam aku membaca bukuku, hingga membuatku hafal dengan berbagai peralatan dokter serta obat-obatan yang dimilikinya. Bahkan cara mengoperasi saja aku sudah sedikit mengetahuinya.
Di kampus, aku mahasiswi terbaik dari yang lain bahkan nilaiku pun sangat memuaskan, menurutku.
Malam semakin larut, aku pun memutuskan untuk menutup bukuku dan berjalan ke atas kasur. Aku langsung menghempaskan tubuhku dan memejamkan mataku.
"Tuan yang tadi, menyebalkan. Sombong pula. Aku tau dia orang kaya, setidaknya jangan kaya gitu lah ... bikin orang greget!" gerutuku yang masih memejamkan matanya.
🏵🏵🏵
"Pelayan!" teriak Rio dari atas tangga.
"Iya, tuan," sahut pelayan yang baru sampai.
"Di mana jas kesayanganku? Kau tau itu, aku membelinya dengan harga tinggi!" bentak Rio yang membuat pelayan semakin ketakutan.
"Maaf, tuan. Jas tuan sedang di setrika dengan pelayan lain, tadi saya lihat," ucap pelayan menunduk.
"Oh." Rio langsung berbalik badan dan pergi ke kamarnya.
"Lambat sekali! Bisa-bisa telat meeting ini!" gerutu Rio mondar-mandir.
Rio melirik jam dinding yang di mana, jam menunjukan pukul sepuluh siang.
Rio membulatkan matanya sempurna, ia langsung keluar dan berjalan ke dapur.
"Dimana jas saya!" teriak Rio. "Lelet sekali! Mau gajimu kupotong nanti?" lanjutnya lagi sambil merampas jasnya secara paksa.
Rio langsung memakainya dan berjalan ke parkiran mobil, lalu masuk dan menjalankannya.
Satpam pun segera membuka gerbang lalu menutupnya kembali disaat mobil milik Rio sudah tak terlihat.
Cukup memakan waktu untuk menuju ke perusahaan miliknya Rio. Jadi, Rio pun menambahkan kecepatan agar bisa sampai tepat waktu.
Rio memang kaya, tapi kalo soal duit dan menyangkut perusahaannya, ia tak segan-segan untuk mengembangkannya agar lebih maju dan sukses.
Mobil pun sampai di perusahan miliknya, ia turun dari mobil dengan gaya coolnya yang membuat pekerja disana mengagumi dirinya, terutama kaum hawa. Mafia kaya plus tampan sekaligus ketua perusahaan di asia.
"Selamat pagi, tuan," sapa mereka kompak.
"Hem." Rio langsung menuju lift dan masuk ke ruang kerja pribadinya.
"Sombong sekali, tuan," ejek pekerja wanita.
"Jangan bicara seperti itu, kau mau dipecat?" tegur pekerja wanita satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Gendut Milik Mafia [SEGERA TERBIT]
Fanfic"Ketika cinta tak memandang fisik, disitulah kebahagiaan yang sesungguhnya tumbuh," Rara. Belum di revisi, jadi maklumi aja ceritanya amburadul. Versi cetak sama yang di WP, nanti beda ya🦋🤙. Buang Negatifnya dan ambil Fositifnya dari dalam cerita...