•GGMM•

7.7K 447 5
                                    

Hari sudah gelap gulita dan jam pun sudah menunjukan pukul 10 malam. Rara terlebih dahulu untuk tidur agar ia bisa beristirahat dengan total.

Sementara Rio, ia pergi untuk mengurus cacing-cacing tak berguna yang mencoba mempermainkan dirinya.

Sebelum Rio meninggalkan ruangan Rara, Rio menyuruh beberapa bodyguard untuk menjaga istrinya dari luar.

Rio masuk ke dalam mobil dan menjalankannya ke arah jalan yang ia tuju. Selang beberapa menit, Rio telah sampai di sebuah markasnya yang berada di tengah hutan. Para bodyguard berdiri tegap kalah bosnya telah sampai.

"Di mana curut itu?!" tanya Rio dengan tegap.

"Di dalam, bos," sahut mereka serempak. Rio mengerti lalu masuk ke dalamnya.

Di dalam sebuah ruangan terdapat satu lampu yang redup. Dan di sebuah bangku pun telah di tempati seseorang yang mencoba berkhianat.

Rio tersenyum smirk, lalu berjalan mendekati orang tersebut. Telunjuk Rio menyentuh dagu dia sambil mendongakkannya.

"Kau sudah bosan hidup, Anto?" tanya Rio menaikan satu alis.

"Ma-maafkan aku, Rio. A-aku g-gak bermaksud be-begitu," jawab Anto terbata-bata.

Rio merogoh pisau belati di dalam sakunya. tangannya mengelap pisau itu sembari melirik Anto. Tanpa berlama, Rio menyayat tangan Anto pelan. Darah segar keluar perlahan-lahan membasahi lantai.

"Am-ampun, Ri." Anto memohon kepada Rio, tapi Rio tak menggubris permohonan Anto. Malahan dirinya makin gencar untuk menyayat-nyayat tangan Anto.

Puas dengan tangan, Rio berpindah kebagian leher Anto. Dengan tersenyum devil, Rio menggores leher Anto dengan cepat.

"Ahkk!" teriak Anto merasa kesakitan di bagian leher miliknya.

"Kau harus mati!" tekan Rio dengan mata memerah.

Clast!

Plak!

Satu potongan dan satu tamparan, Rio merasa senang dengan Perlakuannya ke Anto. Tanpa membuang waktu, Rio menebas kepala Anto tanpa ampun.

Brak!

Kepalah Anto telah jatuh ke lantai dengan di lumuri darah kental. Bau amis serta anyir ternyium di hidung Rio.

Selesai membunuh Anto, Rio mengelap pisaunya dan langsung di masukan ke dalam saku. Rio berjalan keluar sambil menatap bodyguardnya satu-persatu.

"Jangan mencoba berkhianat dengan saya! Kalau hidup kalian ingin panjang!" bentak Rio yang rahangnya mengeras serta matanya memerah bak iblis.

"Bereskan mayat curut itu!" perintah Rio tegas. Bodyguard mengangguk patuh dan langsung membereskan darah sambil membawanya ke belakang gudang untuk di kasi ke peliharan buayanya.

Rio memasuki mobil sembari penutup pintu mobil kembali. Rio mengganti baju di dalam mobil dengan cepat. Setelah mengganti baju, Rio menghidupkan mesin mobil lalu menancap gas mobil ke jalan rumah sakit untuk menemui istri tercintanya.

2 jam kemudian ....

Rio telah sampai di parkiran mobil. Rio keluar dengan gaya coolnya, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah sakit tersebut. Setelah sampai di depan ruangan Rara, Rio membuka knop pintu lalu masuk.

Rio melihat Rara yang masih menutup matanya dengan rapat. Wajah ayunya sangat damai ketika tidur.

Rio mendekati wajah Rara, lalu mencium setiap rinci dan berakhir di bibir. Rio mengecup bibir Rara cukup lama.

Kemudian, setelah Rio mencium istri tercintanya, Rio menduduki dirinya di sofa. Tangannya menutupi wajah dia dan langsung tidur memasuki alam mimpi.

_

Matahari telah tiba, malam pun berganti pagi. Embun menyeruak di pagi hari untuk mengiasi tumbuhan serta semua kota.

Rio membuka matanya kala sinar matahari menembus gorden. Rio menguap sambil mengucek-ngucek matanya. Dia bangkit untuk mendekati istrinya.

Cup!

Rio mengecup bibir Rara cukup lama untuk menandakan morning kiss. Bibir terangkat dari Rio, ia mengamati wajah cantik Rara dengan perlahan.

"Sayang," panggil Rio lembut.

"Eugh ...." lenguh Rara dengan cukup menggeliat. Karena kalau terlalu kencang menggeliat bisa-bisa selang imfusannya tercopot.

"Kenapa?" tanya Rara menatap Rio.

"Mau sarapan apa?"

"Bubur aja," sahutnya.

"Tunggu bentar, aku beli di luar." Rio berjalan keluar untuk mencari bubur ayam serta air mineral untuk sarapan pagi.

Di karenakan Rara tidak suka dengan makanan khas rumah sakit. Bagi dia, makanan rumah sakit tidak ada rasanya dan terasa hambar.

Sambil menunggu suaminya membelikan makanan, Rara lebih memilih memainkan ponselnya. Saking fokusnya, Rara tak menyadari Rio yang sudah sampai dengan membawa satu kantong plastik.

"Ekhem!"

"Eh ... Sayang," cengir Rara. Dirinya tak sadar karena telah mengucapkan kata 'sayang' ke suaminya.

"Nih, Sayang. Aku sudah membelikan sarapan untukmu," ujar Rio menaruh makanan itu di meja.

Rio menatap Rara antusias, lalu dirinya mendekati perlahan-lahan yang membuat sang empu salting.

"Ka-kamu, ma-mau apa?" tanya Rara gelagapan.

Tanpa merasa malu, Rio mengecup bibir Rara cukup lama. Seketika mata Rara membola ketika bibir Rio menempel di bibirnya.

Rara terus memberontak saat sudah kehabisan nafas. Rio melepas kecupannya sembari menatap istrinya yang sedang menarik nafas tersenggal-senggal.

"Dasar mesum!" bentak Rara mengusap bibirnya dengan kasar.

"Kau bilang apa? Mesum? Aku sudah melakukan ini berulang-rulang kepadamu di saat kamu tidur," sengit Rio sambil menggoda istrinya.

"What?!" teriak Rara menggemah.

"Jangan teriak begitu, Sayang. Nanti suaranya hilang, hahah ... hahah." tawa Rio tak kalah menggemah di dalam ruangan.

"Iss, nyebelin!" ketus Rara memanyunkan bibirnya ke depan.

"Tuh, kenapa bibir? Pengen di cium lagi," ucap Rio menaik turunkan alisnya.

"Gak danta!" sinis Rara.

Gadis Gendut Milik Mafia [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang