💃
Langsung cuss aja yuu di baca😉
Tandain kalau ada typo ya.Fiuhhh, otak author sedikit ngelag sama part ini dan part sebelumnya😔✊.
***
Rio memakai jaket hitamnya, lalu memakai topi dan juga membawa senjata kecil di dalam sakunya untuk berjaga-jaga.
Ikbal serta yang lain nya pun sudah siap menggempur para musuhnya. Mereka semua keluar dari markasnya, dan menaiki mobilnya masing-masing.
Mata Rio berjaga-jaga menatap sekelilingnya. Kemudian, ia menekan mikrofon yang ada di telinganya.
"Siapkan senjata, dan letakan sesuai yang kusuru!" titahnya pada anak buahnya lewat mikrofon.
Rio melajukan mobilnya kencang yang di ikuti mobil anak buahnya dari belakang. Selama perjalanan, semua aman-aman saja, tidak ada yang mencurigakan.
Hingga pada akhirnya, mobil mereka telah sampai di salah satu tempat sepi, bahkan sangat sepi. Tempat itu lah yang akan membuat orang tergeletaknya nanti.
Rio hampir mau keluar dari mobil, namun langkahnya terhenti saat suara tembakan tiba-tiba bergemuruh di langit.
"Angkat tangan!" teriak seseorang dari balik semak-semak. Untuk sesaat, Rio terdiam bisu. Perlahan-lahan, ia mengangkat kedua tangannya.
Orang yang di balik semak-semak akhirnya keluar dengan senyum smriknya. "Serakan file itu, atau nyawamu akan melayang!" ancamnya mengarahkan pistol ke Rio.
"Coba aja kalau bisa!" tantang Rio dengan cepat meraih pistol nya dari dalam saku dan menembaknya langsung ke dia.
Sasaran Rio kali ini cuman mendarat di pundaknya. Rio berjalan maju mendekat. "David-David, licik sekali kamu!" ledeknya.
David memegangi pundaknya, ia meringis pelan. "Kurang ajar!" marah David mencoba menahan sakitnya.
"Tembak dia!" teriak David mengarahkan anak buahnya.
Anak buah Rio juga segera keluar dari dalam mobil dengan membawa pistol, mereka semua saling tembak menembak, ada juga yang menggunakan tangan kosong.
Rio dan David saling berhadaban, tatapannya mengartikan kebencian yang amat dalam. David juga seorang mafia, namun berbeda negara.
Dor!
Dor!
Dor!
Dor!
Suara tembakan terus menggema di sekitar lokasi tersebut. Seakan tahu, darah perlahan-lahan bercucuran membanjiri tanah. Detik demi detik, tembakan memakan korban.
"Perang di mulai!" ujar David dengan mata memerah.
Dorr!!
"Arghh!" erang Rio saat lengannya di tembak oleh David karena lengah.
David menyeringai. "Luh udah berani nembak Darah! Dia itu kakak gue! Siapapun yang menyakitinya akan berurusan dengan adeknya!"
Kondisi keduanya saling lemah, David dan Rio sama-sama terluka.
Rio meninju wajah David dengan keras hingga tubuh David terhuyung ke belakang. Setelah di lihat David lengah, secepatnya Rio mengarahkan pistolnya di wajah dia.
"Hama kek luh gak pantas hidup!" hina Rio di hadapannya.
Tenaga David terkuras, belum lagi pundaknya terus mengeluarkan darah. Napasnya pun mulai tak beraturan.
"Luh mau file ini?" tanya Rio sambil menunjukan file kecil yang ia pegang. "File ini akan tetap jadi milik gue!"
Rio memasukan filenya ke dalam saku, dan tak lama kemudian Rio menatap intens wajah David.
"Luh harus cepat mati!" geram Rio mengeker pistol tersebut, lalu di tarik platuknya dan ....
Dorr! Dorr!
Dua kali tembakan, wajah David hancur karena peluru. Pertahan tubuh David tak terbendung, ia ambruk yang di banjiri oleh darah.
"Fiuuuu!" Rio meniup asap tembakannya, lalu berjongkok di depan jasad David. "Ini akibatnya, jika berani mengusik urusanku! Apalagi berniat mengambil file penting yang di curi oleh anak buahku!"
Rio berdiri, dan menyuruh anak buahnya kembali ke mobil meninggalkan anak buah David yang terbaring lemah.
Mobil mereka sedikit menjauh dari tempat itu, lalu berhenti.
"Tekan tombolnya!" teriak Rio dari mobilnya.
Ikbal yang akan paham langsung mengangguk dan menekan tombol tersebut.
Detik berikutnya....
Duarr!!
Duarr!
Suara ledakan menghancurkan tempat perkelahian mereka tadi. David serta anak buahnya terbakar oleh bom.
Rio dan parah anak buahnya tertawa bangga atas apa yang mereka perbuat.
"Ayo pergi! Tinggal satu hama lagi yang belum mati!" Rio mengepalkan tangannya mengingat wajah Darah, kakaknya David. Mereka berdua tak henti-hentinya menganggu Rio.
_
Rara berjalan hati-hati keluar rumah menghampiri pedagang pentol.
"2 mangkuk ya, bang," pesan Rara padanya.
Pedagang itu mengangguk. "Iya, neng."
Selama menunggu pesanan jadi, Rara memainkan ponselnya agar menghilangkan suntuk.
"Kandungannya udah berapa bulan, neng?"
Rara mendongak, menatap pedagang pentol. "8 bulan, bang."
"Ouh, sudah hampir mau lahiran ya? Semoga selamat ya, pas lahiran nanti," balasnya lagi.
"Aamiin, makasih." Rara mengambil dua mangkuk yang sudah jadi pesanannya, kemudian membayarnya dan masuk kembali ke rumahnya.
"Mama! Rara beliin pentol nih. Mau gak?!" teriak Rara sambil menduduki sofa.
Ana keluar dari dapur, menghampiri outrinya dan duduk di sebelah. Rara memberikan satu mangkuk pentol untuk Ana.
"Kamu beli di mana?"
"Di luar tadi," jawabnya sambil mengunyah pentolnya.
"Hmhhf! Enak bangat!" seruh Rara dan memakannya lagi dengan cepat.
"Eh? Pelan-pelan! Itu pedas bangat gak? Jangan sampai berdampak sama kandunganmu, Ra!" pesan Ana menatap Rara tajam.
"Enggak, Ma."
Ana hanya membuang napas pasrah, membiarkan putrinya memakan pentol itu.
_
Tangan Rio kini tengah di obati oleh Ikbal. Kalau dalam masalah ini jangan di tanya, Ikbal sangat pandai mengeluarkan peluru dari dalam daging.
Rio meringis sedikit saat lengannya di tuangkan obat anti inpeksi. Ikbal memperban lengan bosnya dengan cepat.
"Sudah!" seruh Ikbal, lalu membereskan peralatan medis.
Rio mengamati lukanya. "Ini semua gara-gara si kembar itu!" umpatnya.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Gendut Milik Mafia [SEGERA TERBIT]
Fanfiction"Ketika cinta tak memandang fisik, disitulah kebahagiaan yang sesungguhnya tumbuh," Rara. Belum di revisi, jadi maklumi aja ceritanya amburadul. Versi cetak sama yang di WP, nanti beda ya🦋🤙. Buang Negatifnya dan ambil Fositifnya dari dalam cerita...