Sinar rembulan telah berganti oleh sinar matahari, Rara sedang fokus-fokusnya mengemasih semua bajunya untuk keberangkatan yang dikit lagi.
Selesai semua, Rara menarik kopernya keluar kamar, dan duduk di bangku sofa. Ana menghampiri Rara, diapun sama membawa koper.
"Ayukk kita berangkat, nanti pesawatnya ketinggalan," ujar Ana.
Rara mengangguk dan menyeret kopernya keluar rumah. Taxi yang mereka pesan pun sudah sampai. Ana memasukan kopernya, lalu koper Rara juga. Setelah itu, mereka berdua masuk."Jalan, pak," titah Ana.
"Siap, buk!"
Mobil dijalankan meninggalkan pekarangan rumah itu. Sepanjang perjalanan, Rara hanya diam dan tak mau berbicara. Membuat Ana sedikit heran.
"Kamu kenapa?" tanya Ana memperhatikan wajah Rara yang sedang sedih.
"Gak papa, buk. Rara hanya kangen sama suami Rara," jawab Rara tersenyum kecut.
"Sudah lah, jangan memikirkan hal itu. Ingat, kamu lagi hamil. Tidak boleh terlalu banyak pikiran!" balas Ana menekan setiap kata.
"Rara sudah tahu," timpal Rara cemberut. Ana terkekeh geli, mengusap puncuk kepala anaknya.
Sekian cukup lama, taxi telah sampai dibandara. Mereka turun sembari membawa koper mendekati pesawat. Saat dipertengahan anak tangga, tubuh Rara rasanya berat untuk melangkah.
"Ayuk naik," titah Ana menarik tangan Rara dan menyeret kopernya. Mereka menduduki tempat duduk bagian tengah.
Semua penumpang sudah berada didalam, dan disitulah pramugari mengumumkan untuk tenang dan duduk ditempatnya masing-masing.
Perlahan-lahan, pesawat Mulai jalan dan terbang. Berat rasanya pergi kesana, apalagi tidak bersama dengan suami. Rara diam terus, enggan untuk berbicara.
Secara tidak sengaja, air mata lolos begitu saja. Memikirkan keadaan Rio di sana. Rasa benci Rara kini telah hilang, persetan jika dia membencinya terlalu dalam. Karena rasa cinta Rara lebih besar darinya.
_
Badan Rio seraya diguncangkan dengan seseorang, perlahan matanya terbuka. Pertama yang dia lihat adalah Tara yang sudah ada diatasnya.
"Badan kamu berat bangat Tara!" gerutu Rio sambil mencubit gemas pipinya.
"Ihh! Atitt om!" kesal Tara memanyunkan bibirnya. Rio mengangkat badan Tara agar Rio bisa bangun dan duduk.
"Om, istli om kemana?" tanya Tara polos.
Membuat Rio terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Istri om lagi nginap di rumah ibunya, katanya dia kangen," jawab Rio mengelus pipi Tara.
"Om, Tala mau mandi!" rengek Tara menarik-narik rambut Rio, membuat sang empu meringis.
"Ayo mandi," ajak Rio bangkit dan menggendong tubuh gemuk Tara ke kamar mandi.
Selang beberapa menit, Tara telah selesai dengan mandinya. Dia juga sudah memakai pakaian baru, yang sempat Rio belikan tadi malam menyuruh anak buahnya.
Kini giliran Rio mandi, dia cepat-cepat menutup pintu agar Tara tidak masuk dan melihatnya. Tara berbalik badan dan menggedor-gedor pintu.
"Om! Tala takut!" teriak Tara gemetar, melihat sekelilingnya yang terasa sepi.
"Tunggu bentar, Sayang. Om lagi mandi!"
"Cepet om!"
"Iya-iya."
Krek.
Rio keluar yang sudah memakai baju santai dan celana jeans pendek, serta rambutnya yang basa karena keramas.
Rio mengacak-ngacak rambutnya menggunakan handuk, sontak Tara terdiam melihat ketampanan Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Gendut Milik Mafia [SEGERA TERBIT]
Fiksi Penggemar"Ketika cinta tak memandang fisik, disitulah kebahagiaan yang sesungguhnya tumbuh," Rara. Belum di revisi, jadi maklumi aja ceritanya amburadul. Versi cetak sama yang di WP, nanti beda ya🦋🤙. Buang Negatifnya dan ambil Fositifnya dari dalam cerita...