Siapkan tisu😭✊
Dua suster tergesah-gesah mendorong brankar yang di tepati oleh Rara. Hari ini, tepat 9 bulan Rara melahirkan sang buah hati.
Ana dan Adi mengikuti mereka dari belakang, perasaan cemas menjalar di tubuhnya. Ana sebelumnya sudah memberitahukan Rio bahwa istrinya akan melahirkan anak mereka.
Rara meringis terus semanjak koridor rumah sakit sambil memegangi perutnya.
"Buk ... sakit buk!" isak Rara benar-benar tak kuat, ia ingin segera mengeluarkan bayinya.
Langkah Ana di percepat agar bisa melihat wajah anaknya. "Tahan, nak!"
Akhirnya mereka tiba lah di ruang bersalin, langsung saja Rara di masukan ke dalam dan sementara orangtuanya menunggu di luar.
Adi bermondar-mandir di depan Ana. "Rio kemana sih? Lama bangat datangnya?! Gak tau kali, kalau istrinya butuh sosok dia!" geram Adi mengepalkan tangannya.
Ana mendongak menatap suaminya. "Sabar, ayah. Jangan marah-marah, nanti penyakit ayah kumat."
"Ayah gak bakal maafin Rio kalau terjadi apa-apa dengan anak kita juga bayinya!" ancam Adi dengan mata memerah.
Rara terus meringis saat di dalam, hatinya terus saja memanggil nama suaminya agar ia bisa di sampingnya.
"Ayoo buk, waktunya sudah tepat!" dokter mengintraksi Rara agar mengejen untuk mengeluarkan bayinya dari rahim.
"Emmmm!" Rara terus berusaha agar bayinya cepat keluar. Suster yang di sebelah Rara membantunya.
Suster tersebut mendorong perut Rara agar cepat pengeluaran bayinya. Kaki Rara yang mengangkang lebar dapat memudahkan persalinanya.
"Ayoo, buk! Kepalanya sudah keluar, tinggal badannya," tutur dokter pelan-pelan menarik kepala bayi.
"Arghhhh!" jerit Rara dengan kuat sambil mengejen.
"Oekk! Oekkk!"
Suara tangis bayi menggelegar di dalam ruangan, sehingga yang berada di luar dapat merasakan kebahagiaan.
"Ma, cucu kita lahir!" seruh Adi pada Ana setelah mendengar suara bayi.
Setelah sepenuhnya bayi keluar, Rara tak sadarkan diri yang di iringi dengan pendarahaan.
Dokter yang melihat itu pun kaget. "Dok! Tolong bersihkan bayinya. Pasien mengalami pendarahan!" paniknya segera menyerahkan bayi yang berjenis laki-laki bertubuh gemuk.
_
Berbedah di lain waktu, Rio tergesah-gesah berjalan menaiki pesawat bersamaan oleh Ikbal.
Setelah mendapatkan kabar dari mertuanya bahwa istrinya akan melahirkan, seketika itupun Rio panik dan langsung pulang.
"Bos, yang tenang. Kita pasti sampai," ujar Ikbal saat mengetahui Rio bergelagat gelisah.
"Saya gak bakal tenang, kalau belum mengetahui istri dan anak saya!"
_
Sekian beberapa jam, dokter dan para suster mengenangani pasien bernama Rara dengans serius, namun takdir berkehendak lain.
Dokter menggendong bayi laki-laki itu dan keluar dari ruangannya.
Ana dan Adi segera mendekat, lalu mereka tersenyum melihat sang cucu. "Wahh, cucu kita sehat bangat!" girang Ana langsung menggendong bayinya Rara.
"Dok, gimana keadaan anak saya?" tanya Adi dengan panik.
"Maaf, Pak. Pasien mengalami pendarahan, dan kami tidak bisa menyelamatkannya," jelas dokter yang membuat mereka syok, terutama Ana.
"Maksud d - dokter, anak saya meninggal?" tanya Ana dengan suara gemetar.
Dokter mengangguk cepat.
Keduanya menggelengkan kepala, masih tidak percaya dengan semuanya. "Jangan bercanda dok!" bentak Adi dengan mata memerah.
Ana yang masih dalam situasi kurang percaya, langsung menerobos dokter sambil membawa cucunya.
Lutut Ana lemas saat melihat sekujur tubuh anaknya Tenga berbaring tak berdaya.
Dia tergesah-gesah mendekat, lalu menangis histeris. "Ra, bangun sayang! Ini mama! Kamu tega ninggalin anak kamu? Anak kamu butuh kamu!" tangis Ana pecah di ruangan.
Suster yang melihatnya sedikit merasa iba.
Seisi ruangan di penuhi oleh isakan Ana. Ia masih belum percaya dengan semuanya.
Sementara Adi di luar, ia pun menangis sambil menunduk.
Tiba-tiba seseorang datang dengan tergesah-gesah di hadapannya. Adi pun mendongak, dan betapa geramnya saat di depannya mantu sialannya.
"Yah? Gimana keadaan istri Rio?" tanya Rio panik.
Adi berdiri dan langsung menarik kera Rio dengan kuat. Ikbal yang berada di samping sempat terjingkat.
Wajah Rio panik, kenapa ayah mertuanya bisa semarah ini?
"Kenapa di saat Rara sudah tiada kamu baru datang?!" amuk Adi di depan Rio.
Deg!
Hati Rio hancur berkeping-keping mendengarnya. "Maksud ayah apa?!"
Bugh!
Bugh!
Bukannya menjawab, Adi malah meninju wajah Rio, sehingga Rio terhuyung kebelakang.
"Rara sudah meninggal! Kamu tau? Di saat Rara kontraksi, dia terus memanggil namamu sialan! Gara-garamu anakku meninggal!" murka Adi sambil menunjuk wajah menantunya.
"Kau ini lebih mentingin pekerjaanmu di banding istrimu! Hingga istrimu di abaikan saat dia hamil tua!" sambung Adi setelah itu menangis.
Rio menggeleng dengan mata memerah. "Gak! Gak mungkin! Istriku belum meninggal!" bantah Rio menahan sesak di dalam tubuhnya.
Krek!
Mereka bertiga menoleh ke pintu ketika di buka oleh Ana sembari menggendong bayi gemuk.
Rio menatap ibu mertuanya yang kondisinya berantakan. Rio cepat-cepat berdiri, menghamipiri mama mertuanya.
"Ma, yang ayah bilang salah kan?! Rara belum meninggalkan?!"
"Ayah mertuamu benar Rio, istrimu telah meninggal!" jawab Ana kembali menangis.
"Oekk! Oekk!" suara tangisan bayi terdengar, membuat alihan Rio ke dirinya. Rio menatap haru ke bayi tersebut, ia yakin kalau itu anak mereka.
"Ini an- anakku?" tanya Rio dengan suara gemetar sambil tersenyum haru.
Ana mengangguk. "Ini anak kalian."
Rio mengambil alih gendong, kemudian menciumi pipi merah sehatnya yang segar. Wajah putranya mirip sekali dengan dia, namun bibirnya saja yang berbeda dengannya. Lebih tepatnya, bibirnya mirip Rara.
Air matanya turun dengan deras, sudah tidak bisa di bendung lagi. Seharusnya ini kebahagian mereka bukan kesedihan mereka.
Rio menangis meraung-raung dengan posisi terus memeluk bayinya yang gemuk.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Gendut Milik Mafia [SEGERA TERBIT]
Fanfiction"Ketika cinta tak memandang fisik, disitulah kebahagiaan yang sesungguhnya tumbuh," Rara. Belum di revisi, jadi maklumi aja ceritanya amburadul. Versi cetak sama yang di WP, nanti beda ya🦋🤙. Buang Negatifnya dan ambil Fositifnya dari dalam cerita...