Zora tersengal tapi terus terisak memeluk jaketnya sesekali menatap kedua tangannya yang dipenuhi darah. Air matanya tidak dapat berkompromi terus mengalir. Ia memperhatikan orang-orang yang menatapnya iba tapi tak berani mendekatinya. Isakkannya kembali lolos, ia hanya bisa menyatukan kedua tangannya berharap ini hanya mimpi dan sebentar lagi ia akan bangun dari mimpi buruk ini. Saat dibawah ke rumah sakit Ano sudah tak sadarkan diri membuat ia makin takut.
"Zora!" suara seseorang membuat Zora menoleh.
"Kamu ga apa-apa, kamu ada luka? maaf uncle datang terlambat, bagaimana Diano?" tanya Bryan bertubi-tubi sambil mengamati Zora yang memeluk jaketnya yang penuh darah.
Zora kesusahan mengeluarkan suaranya. Rasanya ia sama sekali tidak bisa berbicara. "Uncle, ka Ano.. dia..." suara Zora yang terputus putus membuat Bryan khawatir. Ia mengelus lengan Zora. Ia terkejut saat Zora menelpon sambil terisak mengatakan Ano ditusuk seseorang dan ia segera membantu Zora menghubungi rumah sakit dan mobil ambulance.
"Uncle hubungi papa dan mama kamu, kamu tenang, Diano tidak apa-apa, dia hanya terluka sedikit."
"Tapi darahnya banyak banget, Zora takut, seharusnya Zora menuruti ucapan ka Ano," isak Zora makin menjadi.
"Kamu tenang ya, apa uncle panggil aunty datang, "Zora menggeleng membuat Bryan kalut, ia tak mungkin meninggalkan Zora dengan kondisi menangis seperti ini.
Suara larian orang berlari mendekat ke arah mereka membuat Zora menoleh memperhatikan Lanny dan Kio. "Zora!" Lanny langsung duduk disebelah menatap Zora yang tampak kacau.
"Lanny," Zora terisak dan Lanny dengan cepat memeluk Zora, menepuk pelan punggung Zora agar tenang.
"Kita bersihkan darah dibadan kamu ya, pakai bajuku saja," ucap Lanny mencoba menenangkan. Zora mengangguk membuat Lanny tersenyum.
"Lanny, ka Ano ga apa-apa kan?" Lanny mengangguk membuat Zora tersenyum kecil walau air matanya masih belum berhenti mengalir. Ia tahu Lanny hanya mencoba menenangkannya dan ia hanya perlu diyakini bahwa memang Ano tidak kenapa-napa.
"Zora, kamu tenang ya, sekarang sudah ada aku di sini, ga akan apa-apa, percaya sama aku," ucap Kio dan menyentuh jemari Zora. "Kamu lebih baik bersih-bersih seperti perkataan Lanny," lanjut Kio tenang. Lanny menatap Kio dan menyentuh lengan Kio agar tenang juga.
Zora berdiri dan melangkah pergi, ia sempat ragu. Bagaimana kalau Ano kenapa-napa. "Nggak apa-apa," ucap Kio melihat keraguan Zora, ia mengelus pelan kepala Zora kemudian beralih pada Bryan setelah Zora pergi.
"Uncle, gimana ka Ano?"
"Tidak ada masalah, kalian ga perlu khawatir, uncle juga sudah meminta dokter terbaik di rumah sakit ini dan juga sudah menghubungi orang tua kalian."
"Uncle juga sudah bicara dengan dokter, dia terlalu banyak kehilangan darah untungnya tipe darah Ano tidak langka dan lukanya tidak terlalu dalam, tidak mengenai organ tubuhnya juga, ga perlu khawatir, dia hanya perlu istirahat," ucap Bryan panjang.
Kio tersenyum kikuk. Jika kakaknya tersadar mendapati orangtuanya datang. Ia pasti mengomel. "Uncle, sudah hubungi mereka?"
"Sudah, mungkin mereka sudah dalam perjalanan menuju Indonesia," Kio hanya bisa menipiskan bibirnya mendengar hal tersebut.
'Semoga mama ga lebay atau drama' batin Kio dalam hati sambil tersenyum menatap Bryan.
*****
Zora termenung menatap kedua kakinya. Ia masih menunggu diluar ruangan. Waktu bahkan menunjukkan pukul 7 malam. Tapi ia tak bergerak dari sana kecuali kamar mandi. Walau dipersilahkan masuk tapi Zora tak ingin menganggu istirahat Ano. Pria itu masih belum sadar karena dipengaruhi obat bius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomanceAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...