Seminggu sudah ia berada di rumah Ano dan Kio. Tidak ada yang berubah. Ano masih saja ketus padanya. Insiden menyiram tanaman berakhir dirinya dingin terhadap Ano. Lebih tepatnya ia mencoba bersikap ketus seperti Ano. Pria itu tetap biasa mengajaknya bicara atau menyuruhnya melakukan sesuatu. Tapi ia melakukan semua tanpa mencoba ramah dengan Ano walau ia merasa tak enak hati jadinya. Suasana menjadi canggung dan membuatnya risih. Ia tak suka rasanya ia ingin mengobrol tapi harga dirinya harus lebih tinggi kali ini.
"Zora," panggilan seseorang membuat Zora melirik dan mundur melihat Ano yang memanggilnya.
"Apa?"
"Titip cuci kemeja ya, kamu lagi mau cuci baju kan?" ucap Ano menyerahkan kemeja putihnya yang hanya beberapa helai pada Zora.
Zora mengerjapkan matanya tak percaya. Pria itu baru saja memintanya mencuci baju. Zora mengerutkan keningnya tak mengerti, bukannya mereka ini sedang perang dingin, kenapa pria itu terlihat santai.
Zora segera memasukkan baju Ano dan bajunya ke mesin cuci dengan mendengus kesal menatap pria itu berjalan ke arah kulkas mengambil buah. Ia kembali fokus pada cuciannya. Sebenarnya ia dari tadi berdiri di depan mesin cuci karena ia tak mengerti bagaimana menjalankan mesin cuci ini. Mengapa begitu banyak tombol, ia benar-benar tak paham. Dan harga dirinya masih cukup tinggi untuk bertanya pada Ano. Ingin bertanya pada Kio tapi pria satu itu sedang sibuk dan ia tak mau menganggu.
Zora menghidupkan air dan mulai menuang detergen. Ia memasukkan sesuka hati tanpa mengerti takaran yang pas. Ano kembali mendekati Zora, ia ingin tahu bagaimana gadis itu mencuci pakaiannya. Tapi ia terkejut memperhatikan Zora menuang detergen yang begitu banyak.
"Zora!" pekikkan Ano mampu membuat Zora terperanjat dan menjatuhkan detergen tersebut ke mesin cuci.
Ano buru-buru langsung mengambil detergen tersebut yang sudah tumpah di dalam sana, cukup banyak. Ia menghela nafas melihat busa yang keluar begitu banyak bahkan bajunya sudah tidak bisa terlihat lagi.
"Matikan airnya!"
Zora segera mematikan air tersebut dan menatap Ano takut. "Kamu gila ya, taruh detergen sebanyak itu?" tanya Ano frustasi memperhatikan busa sudah naik sampai ke atas.
"Ka Ano kagetin!" seru Zora takut takut.
"Ok, terserah kamu, tapi ini tetap banyak banget, kamu lihat busanya?"
"Aku ga tahu kalau itu kebanyakan."
"Terus kenapa ga tanya?"
Zora mengigit bibirnya takut. Ano menghembuskan nafasnya pelan melihat wajah ketakutan Zora. Ia mencoba membuang air dari mesin cuci dan mengambil baskom besar.
"Keluarkan baju-baju di sana ke baskom tersebut!" perintah Ano membuat Zora mengikuti ucapan Ano cepat.
Zora melirik Ano yang menatapnya tajam. Sekarang ia kembali mengikuti ucapan Ano. Harga dirinya memang murah karena sekarang ia bahkan menurut omongan Ano.
Ano menyilangkan tangannya memperhatikan kegiatan Zora. Walau terlihat kepayahan gadis itu tidak mengeluh dengan apa yang ia lakukan. Ano tersenyum kecil melihat rambut Zora tertempel busa.
"Kamu campur baju berwarna?" tanya Ano bingung memperhatikan baskom di sana. Ia kembali mengambil satu baskom kembali.
"Pisahkan yang berwarna dan putih, takutnya yang berwarna ada yang luntur," jelas Ano membuat Zora mengangguk.
"Sudah," ucap Zora malas memperhatikan ke dalam mesin cuci yang sudah dibilas berkali-kali masih terdapat banyak busa.
"Cuci pakai tangan yang putih dan masukkan yang berwarna kembali ke mesin cuci," Zora kembali menuruti ucapan Ano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomantikAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...