Ano duduk di dalam ruangannya sambil membaca berkas dengan serius. Suara ketukan membuat Ano mengangkat kepalanya mendapati Zora. Ia mengernyit memperhatikan jam dinding. Pukul 10 pagi, mengapa gadis itu ada dikantornya.
"Ada urusan apa?" tanya Ano bingung.
"Ehm, mau ketemu pak Mario omongin kasus Sarah terus juga dia bilang ada hal penting banget yang mau dibahas," ucap Zora cepat sambil meletakkan sesuatu dihadapan Ano.
"Penting banget? Apa?" tanya Ano tak senang membuat Zora bingung.
"Gak tahu, ga dikasih tahu, katanya pas aku datang baru dikasi tahu," ucap Zora santai.
"Lalu kenapa kamu disini, diruanganku?" tanya Ano lagi lebih ketus membuat Zora menggeleng tak mengerti.
"Ketus banget sih, ka Ano lapar ya? Zora mau kasi sarapan, tadi pagi ga makan kan, ga baik tahu, pagi-pagi minumnya kopi terus," ucap Zora santai mendorong kotak yang sudah ia letakkan.
"Racun?"
"Ck! itu mulutnya aku jejelin cabe lama-lama!" seru Zora kesal mendengar suara dingin dan ketus Ano dari pertama ia masuk ke dalam ruangannya.
Ano mendengus dan kembali memperhatikan kasus perkaranya walau sebenarnya, ia memang mau makan dari tadi. Tapi karena terlalu sibuk ia sampai lupa menyuruh Fany membelikannya makanan. Lalu datang Zora membuatnya jadi kesal. Ia kesal pada Zora.
"Aku buat omlet, kata tante Claudia, ka Ano suka makan omlet, tapi aku juga ga tahu itu selera ka Ano atau gak, itu dibantuin Kio kalau mau tahu," ucap Zora panjang membuat Ano penasaran membuka isi kotak tersebut.
Ano memperhatikan omlet tersebut. Ia menahan senyumnya melihat omlet tersebut dihias menggunakan sambal, dibuat membentuk mata dan mulut. Ada juga mie yang dijadikan rambut. "Kamu mau kasi anak TK ya?" tanya Ano menatap wajah Zora yang salah tingkah menatapnya.
"Itu, itu aku samain sama punya Azel, biar lucu aja," ucap Zora sambil menatap ke arah lain karena malu. Ia merasa seleranya seperti anak kecil.
"Iya makasih," tawa Ano masih geli menatap kotak makan tersebut.
"Jangan diketawain gitu ka," gerutu Zora sebal. Seseorang mengetuk pintu membuat Ano dan Zora menoleh. Mario tersenyum di sana menatap minat pada mereka.
"Well, ada yang dibawain bekal, kamu ga bawain aku juga?" tanya Mario geli memperhatikan keduanya.
"Imut banget, bagi donk!" tepukan cepat ditangan Mario diterima saat ia mau mengambil sendok. "Nggak, gue lapar! Jadi ga bagi-bagi," seru Ano sebal sambil menarik kotak bekal tersebut dan memakannya. Ia bahkan menatap Mario seakan dirinya menang membuat Mario mencibir di dalam hati.
Zora merasa tak enak hati pada Mario, ia akhirnya bersuara agar hawa diruangan tidak terasa aneh. "Ehm, kapan-kapan dibuatin ya Pak, Zora masih belajar, kalau ga enak gimana?"
"Oh, jadi Ano hanya makan makanan yang belum pro ya? kalau gitu aku siap nunggu kamu pro masaknya, kasihan ya yang dapat uji coba," sindir Mario pada Ano yang menatapnya jenggah.
"Bukan gitu!" seru Zora sebal merasa Ano akan marah, jika dipanasi begitu.
"Tapi benarkan?" tanya Mario geli.
"Ck, udahlah, jadi Pak Mario mau bahas apa?" tanya Zora sebal.
Mario tertawa geli. "Pemarahnya, ayo ke ruanganku aja, kita punya banyak bahasan penting," Mario menarik Zora sambil menatap Ano, yang sudah menatap mereka dalam diam. Ia dapat melihat kekesalan Ano padanya. Ia pun sengaja merangkul Zora setelah berdiri di depan ruangan Ano.
"Akhirnya kamu lepas juga dari anjing penjaga kamu," tawa Mario sambil membawa Zora ke ruangannya. Sedangkan Zora mengerutkan keningnya bingung. Anjing penjaga? Siapa? Astaga? Ka Ano maksudnya? Pak Mario bisa habis jika Ano mendengar hal tersebut batin Zora tak percaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomanceAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...