Sebulan berlalu begitu cepat. Semua terasa sama saja dalam kehidupan Ano. Tidak ada yang berubah. Kerjaannya tetap bertumpuk. Hanya kehidupannya yang semakin sepi. Sekarang ia berada diruang kerjanya terlihat sibuk dengan semua tumpukkan kertas. Ano menekan interkom terhubung pada sekretarisnya Fany.
"Fany, nanti bawakan saya kasus Pak Dimas, jangan lupa juga sore nanti saya juga harus ketemu pak Bimantara, jangan lupa ingatkan saya, sebelum pulang nanti tolong kirimkan kerjaan saya untuk besok."
"Baik pak," sahutan Fany cepat. "Pak, mau dipesankan makan siang?" tanya Fany ragu.
Ano terdiam beberapa saat. "Nggak usah, saya makan diluar aja, terimakasih Fany," ucap Ano langsung mengakhiri panggilannya.
Ano menutup matanya dan kembali membukanya pelan kemudian menatap kosong hadapannya.
"Siang...." Ano tersenyum saat mendengar suara dari arah pintu, Zora melangkah masuk kemudian duduk dihadapannya. Gadis itu tengah tersenyum manis padanya.
"Kebiasan deh ka Ano, kalau Zora sapa tuh dijawab," Ano tersenyum kecil mendengar keluhan yang keluar dari gadis dihadapannya.
Ano memejamkan matanya dan membuka matanya ragu. Ia tersenyum pahit ketika tak menemukan Zora dihadapannya. Gadis itu hilang. Entah kenapa, hal itu mulai terjadi selama sebulan ini, ia selalu melihat Zora tapi ketika ia sadar gadis itu sudah menghilang.
"Ka Ano...." panggilan Zora dari arah pintu membuat Ano menoleh.
Zora melangkah mendekati Ano dan duduk dihadapannya."Ka Ano pasti belum sarapan ya? Zora buatin bekal buat makan siang, makan sampe habis ya, terus.. ga baik tahu, pagi-pagi minumnya kopi terus," omel Zora sambil menunjukkan senyuman manis dengan mata yang menatapnya penuh minat.
Ano tersenyum miris dengan dirinya sendiri. Ia tahu ini hanya halusinasinya tapi ia selalu senang ketika Zora muncul seakan tengah mengobrol dengannya. Mungkin memang dia sudah gila.
Mario memperhatikan kegiatan Ano dari ruang kerjanya. Pria itu berubah lebih diam dan sering melamun jika tidak ada kerja. Seperti sekarang pria itu melamun dan kadang tersenyum entah pada apa. Akhirnya dirinya mencoba menyibukkan Ano dengan setumpuk kasus yang rasanya tak pernah berkurang. Pria itu tetap menjalani hidupnya seperti biasa, bahkan berkumpul jika Mario mengajaknya tapi hanya senyuman hampa yang ditunjukkan Ano. Mario menghela nafas mengamati Ano. Sahabatnya itu sekarang hanya seperti mayat hidup yang mempunyai raga tapi jiwanya sudah lama menghilang.
Kejadian sebulan lalu adalah pukulan berat untuk Ano. Zora kritis. setelah melewati masa kritisnya gadis itu dinyatakan koma dan tak tahu kapan sadar. Gadis itu masih setia terbaring di rumah sakit. Seminggu setelah dinyatakan koma bahkan Ano tidak bereaksi apa-apa, tidak menangis meraung, hanya diam tak mengatakan apapun. Ia hanya datang ke rumah sakit dan duduk disamping Zora berharap gadis itu bangun dan berceloteh padanya.
Ano hanya bisa mengingat tangisan dan raungan banyak orang disekitarnya saat Bryan mengumumkan kondisi Zora. Ia menyandarkan diri pada dinding tak mengatakan apapun lagi, tenaganya sudah tidak ada lagi untuk marah perlahan tubuhnya luruh ke lantai dan tatapannya hanya menatap pintu ruangan operasi yang lampu telah dipadamkan. Berharap ia bisa bangun dari mimpi paling mengerikan ini.
****
Ano berjalan masuk ke dalam koridor yang selalu ia kunjungi selama sebulan ini. Para perawat bahkan sudah menghafalnya. Ada beberapa perawat yang menyapanya dan Ano membalasnya ramah.
Ano menatap pintu ruangan tersebut. Ia bisa melihat ada Lanny dan Kio di dalam sana.
"Zora hari ini kamu makin segar ya, nggak lama lagi bangunkan, kamu pasti kangen bangetkan sama aku?" ucap Lanny riang dan Kio tersenyum lirih di sampingnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomanceAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...