"Ka Ano.. Zora pergi dulu ya..."
Kedua mata Ano terbuka, tubuhnya tersentak hingga ia memilih duduk diatas tempat tidurnya, nafasnya memburu seperti baru berlari. Ia mimpi buruk. Suara Zora terngiang dikepalanya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskan nya. Ia pun mengusap wajahnya berat. Ia melirik jam dinding, ternyata baru pukul 3 pagi.
Ano memilih menyandarkan dirinya setelah menyusun bantal dibelakang tubuhnya. Ia memang sering bermimpi buruk beberapa minggu ini. Mungkin dirinya stress kerjaannya yang banyak, harus menghadapi Elang dipersidangan besok dan sudah masuk bulan kedua Zora koma. Sepertinya semua hal tersebut bertumpuk di dalam kepalanya membuat pening.
Ano menutup matanya dan merasakan seseorang kembali hadir disampingnya.
"Ka Ano mimpi buruk?"
Suara Zora membuat Ano membuka matanya. Anggap ia gila tapi ia selalu merasa senang, ia selalu merasa terobati dengan kehadiran halusinasinya.
"Ini semua karena Zora ya?" tanya Zora pelan.
"Iya.. ini karena kamu belum mau bangun, kamu kapan mau bangun?"
Zora mengetuk-mengetukkan jarinya pada dagunya tampak berfikir membuat Ano tersenyum. "Ehm, jawaban jujur ya?"
Ano mengangguk menatap Zora. Gadis itu sekarang tersenyum melipat kakinya ke atas kasur. "Walau Zora belum sadar tapi Zora akan terus di sini bersama ka Ano," ucap Zora menyentuh dadanya sendiri dan tersenyum manis. Ano tersenyum pedih.
"Besok ka Ano pasti menang melawan Elang, aku akan membuat ia membayar semua kesalahannya, aku akan membuat dia tak akan pernah keluar dari sana, tapi kamu janji akan sadarkan?" ucap Ano panjang membuat Zora tersenyum.
Zora menghilang. Ano tersenyum miris dengan dirinya sampai kapan gadis itu selalu menjadi halusinasinya. Ia baru merasakannya sekarang, selama ini dirinya sangat membutuhkan Zora. Tawanya, senyuman, kemarahan, kekesalan, suara celotehan yang biasa selalu terdengar jika mereka bertemu yang selama ini adalah hal yang ia sukai.
****
Lala berjalan di koridor pengadilan menuju tempat Elang disidang. Cukup Lala berdiri dan memegang mikrofon karena setelah Elang keluar dari ruangan. Semua akan disiarkan secara live tentang keputusan pengadilan terhadap pria bajingan yang pernah ia kenal dalam hidup.
"Siap La?" tanya kameran pada Lala yang diam berdiri.
"Iyalah, aku balas dendam dengan pria sialan itu!" seru Lala cepat saat mendengar keputusan sidang sudah terdengar.
Pintu dibuka dan semua wartawan yang menunggu langsung menghambur. Flash kamera langsung menyala menyorot orang yang keluar dari dalam pengadilan. Dan Lala langsung mengarahkan micnya pada Elang saat pria tersebut dijaga oleh dua polisi dan dibawa keluar.
"Bagaimana dengan keputusan sidang yang anda dapat pak, apa anda terima, bagaimana dengan banding yang anda minta apa kembali ditolak?"
Elang menatap Lala saat pertanyaan bertubi-tubi itu menganggunya. "Bagaimana tanggapan anda tentang semua kasus Daniswara yang akhirnya terungkap ke publik, apa benar anda mengakui semuanya?"
"Apa anda siap menghadapi hukuman anda?"
"Apa rasanya?" tanya Lala angkuh menatap Elang.
"Sudah menyesalkah anda?"
"Apa perasaan anda setelah kalah dan tidak bisa lagi menyuap siapapun?"
Lala menatap Elang tanpa ragu. Ketika pria itu diseret pergi, Lala kembali berbicara untuk terakhir kali. "Semoga anda bisa menjalani hukuman seumur hidup anda dengan baik dan jangan pernah berharap anda kembali bebas."

KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomanceAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...