Zora berlari mengejar adiknya, Azel. Ia di dalam rumah membuat kehebohan yang tak pernah terjadi di sana. Kio dan Ano terdiam di meja makan menatap kakak beradik tersebut. Ia mengejar adiknya karena Azel menakutinya tentang arwah yang mengikuti nya, sosok perempuan yang menyeramkan dan membuat nya takut.
"Itu dua bocah di rumah sendiri gimana ya? Ternyata mereka berdua tuh heboh banget!" tanya Kio sambil menggeleng menyumpit nugget diatas meja.
"Kayaknya lebih parah, tapi turunan siapa ya, perasaan tante Sisi ga gitu," ucap Ano sambil memijit pelipisnya mendengar kehebohan Zora dan Azel.
"Lebih mirip mama sama papa ya ka," tawa Kio geli mengingat mamanya jika sedang adu mulut dengan papanya.
"Udah capek sih ka!" elu Azel lelah sambil berdiri dibelakang Kio tertawa cekikikan.
"Kalian kenapa sih?" tanya Kio mencoba menahan Azel yang mau bersembunyi.
"Azel tuh, nakutin aku, bilang ada arwah yang ikutin aku, aku kan takut, pokoknya aku bakal aduin ke papa!" omel Zora sambil menghentakkan kakinya sebal.
"Azel hanya bercanda kok ka!" tawa Azel kembali meledak melihat kakaknya hampir menangis.
"Nanti di rumah ga ada orang aku sendirian, gimana kalau ada yang ganggu," ucap Zora lirih membuat Ano dan Kio bersamaan memanggil Zora.
"Zora."
Ano dan Kio saling tatap. Ano tampak menimbang dan mempersilahkan adiknya saja yang berbicara.
"Tadi Azel hanya bilang itu bercanda, jadi kamu di rumah aja ga akan kenapa napa, beberapa hari lagi mamaku datang, kamu ga bakal sendirian lagi, di rumah malah aman banget," ucap Kio tenang dan mencoba mengelus punggung Zora agar tenang.
"Tapi..."
"Azel bercanda kok kak, ga ada arwah perempuan hanya anak anak aja!" seru Azel geli sambil berlari mengambil tasnya Sedangkan Zora hampir mengejar nya lagi.
Zora duduk sambil meremas kedua tangannya khawatir. Ia memang sepenakut itu. Ia tak suka dengan hal berbau mistis, apalagi kalau ditinggalkan sendirian pikirannya malah akan semakin ke mana mana.
~
Ano menghela nafas panjang memperhatikan Zora yang sekarang sedang mengobrol dengan Fany diluar. Akhirnya ia membawa Zora ke kantor. Melihat gadis itu akan menangis saat ia akan meninggalkannya sendirian di rumah. Ano tersenyum kecil mengingat wajah memelas Zora dihadapannya.
"Oi, fokus!" seru Mario kesal sambil melempar berkas keruangan Ano. Dari ruangannya yang penuh kerjaan ia rela bergerak ke ruangan Ano mengantar berkas tapi pria tersebut malah melamun sambil tersenyum.
"Lo mikir jorok ya?" tanya Mario. Ano hampir saja mengumpat jika tak mengingat ia dikantor sumpah serapah sudah keluar dari mulutnya.
Mario terkekeh dan duduk sambil meletakkan kakinya di meja Ano. "Berkas yang lo minta tentang kasus yang serupa dengan gue," ucap Mario lagi malas.
"Waktu itu gue kalah, banding pun ga berdampak apapun, kalau bisa kita jangan terlalu melawan dengan Daniswara, backingan nya banyak, dulu sebelum sidang bahkan gue diteror sama orang, lo dulu udah pernah berurusan dengan Elang Daniswara kan, lihat aja dia bisa keluar bebas sekarang bahkan katanya si manusia bejat itu mulai edarin ganja lagi di klub nya, bahkan gue denger prostitusi dia yang menilai miliaran itu mulai jalan lagi," ucap Mario membuat Ano menatapnya horor.
"Iya, Elang, gue hampir lupa dengan satu manusia itu!" seru Ano cepat. Ia memegang keningnya. Kepalanya tiba-tiba saja panas padahal belum memulai apapun.
Tawa Zora menginterupsi Ano. Ia mengarahkan matanya dan kemudian menemukan Mario yang tersenyum geli padanya. "Apa?" tanya Ano sengit.
"Jadi sekarang lo udah ngerti?" tanya Mario dengan tatapan menggoda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomanceAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...