Ano memperhatikan sekitarnya. Suasana yang ramai dan penuh keceriaan. Ia tak ingat kapan ia pernah menginjakkan kakinya di taman hiburan. Mungkin ketika ia sekolah dasar atau menengah. Rasanya sudah lama sekali. Tapi hari ini, ia ada di sini bersama Azel dan Zora. Ia mengajak Azel bermain ke taman hiburan yang mungkin sebagian orang tidak akan mempercayainya. Ia pun tak mempercayai dirinya. Taman hiburan? Ano hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Matanya menatap Azel yang berlari masuk ke dalam taman hiburan setelah memakai gelang pertanda pengunjung. Jika dipikirkan kembali ia rasanya ingin memaki pada ide spontannya kemarin.
Zora menghampiri Ano dengan senyuman yang tak bilang di wajahnya. "Makasih ya ka Ano."
"Ya, kemarin kan kamu bayar aku buat bawa kamu ke sini," ucap Ano santai sambil memasukkan tangannya ke saku.
"Ck, ga ya, aku tuh bayar hutang! Aku kan udah tanya tapi ka Ano malah marah ga jelas!" seru Zora sebal menatap Ano yang tersenyum.
Ano tersenyum dan menyentuh kepalanya lembut membuat Zora membatu. Selama hampir 2 bulan lebih bersama, pertama kali Ano tersenyum dan mengelus kepalanya. Rasanya ia lupa cara bernafas sebentar.
Zora masih menatap Ano dalam diam. Ia tak bisa bergerak rasanya.
"Iya, ini permintaan maaf aku karena ga bolehin dia makan coklat," ucap Ano seadanya menatap Azel yang tersenyum senang memperhatikan sekitar.
Zora mencoba tenang dan biasa. "Eh, tapi tetap terimakasih, toh Azel juga emang ga boleh makan coklat, setidaknya kalau sama ka Ano, Azel lebih nurut, ga kayak sama aku," ucap Zora sambil mengamati Azel yang menjauh dan kemudian mengejarnya.
Ano terdiam memperhatikan Zora yang meninggalkannya. Ia memang aneh! Ia tak mengerti perasaan anehnya, ia tak mau mengakuinya tapi semenjak ia menunggu Zora di rumah sakit, perasaan itu ada dan kian kuat setiap hari. Jika dulu ia bisa mudah menghilangkan perasaan itu dengan menghindar tidak bertemu Zora, sekarang gadis itu selalu disekitarnya, bahkan tinggal bersamanya. Ia menghela nafas mencoba menghilangkan pikiran aneh yang menjalar di dalam kepalanya.
****
Mario segera masuk ke dalam taman hiburan. Setelah ia berkali-kali menelpon Ano. Pria menyebalkan tersebut akhirnya mengangkat dan memberitahukan lokasinya. Ia mendapati Ano sedang melambaikan tangannya pada Azel yang sedang menaiki bom-bom car.
"Heh, lo gimana sih, gue kan udah bilang gue mau ikut, kok jadinya lo pergi sendiri?"
"Emang ga ada kerjaan ikutin gue?" tanya Ano sebal walau sempat terkejut dengan suara Mario.
"Iya gue kan mau jalan sama Zora!"
"Ck, cari cewe lain, gue udah bilang Zora ga sama dengan cewe lo yang lain!"
Mario menautkan kedua alisnya menatap Ano geli. "Idih, posesif, emang lo bapaknya?" tanya Mario tak mau kalah. Ano hanya menatapnya jenggah.
"Terus Zora mana, tadi dia telepon gue kalau dia lagi keseleo," bohong Mario sambil memperhatikan sekitar.
"Keseleo?" tanya Ano ulang seakan tak paham ucapan Mario. Sepertinya Zora tadi hanya ijin meninggalkan nya karena ia capek menemani Azel mencoba semua permainan. Apa selelah itu sampai Zora jatuh?
"Iya katanya tadi telepon lo, ga diangkat angkat," ucap Mario dan Ano segera merogoh ponselnya.
Ada 3 panggilan tak dijawab dari Zora. Mario tersenyum melihat perubahan raut wajah Ano. Sebelum masuk ke taman hiburan ini, memang ia menelpon Zora. Gadis itu bercerita bahwa ia sedang duduk di sebuah cafe outdoor. Ano tidak bisa dihubungi mungkin sedang asik bermain bersama Azel. Tentu saja ia merubah semua cerita itu kan. Ia masih dendam. Ia ingin membuat pria itu menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomansaAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...