Zora berbaring di sofa sambil memainkan ponselnya. Ia sedang menonton drama setelah sekian lama hobi itu tidak ia lakukan. Karena kemarin ia mencoba menyibukkan diri dengan menghindari Ano jadi ia kembali melakukan kegiatan malas-malasan itu kembali.
Ano hanya berkacak pinggang memperhatikan belanjaan yang masih tertata di meja tak tersusun padahal sudah hampir 1 jam mereka pulang. Tapi belum ada satu pun yang beres.
"Zora, kamu ngapain sih, ini belanjaan kenapa ga kamu susun?"
"Hmm, bentar ka, lagi seru nih, 10 menit lagi!"
"Nggak mungkin, pasti kamu bakal lanjut lagi!" seru Ano menarik ponsel Zora. Gadis itu hanya bisa mengerang frustasi menatap pria yang baru saja merebut handphonenya.
"Ka, itu lagi romantis-romantisnya, aahhhh," pekik Zora kesal. Tapi Ano tetap menunjuk arah meja yang tertata belanjaan yang mereka bawa.
Zora menghentakkan kakinya malas dan berjalan ke arah meja mulai mengeluarkan barang-barang dari tas belanjaan. Ano hanya menggeleng melihat kelakuan Zora.
Zora mengeluarkan semua belanjaan sambil meggerutu. Tapi kegiatannya terhenti dan tersenyum memperhatikan kotak coklat yang ia pegang tadi. Bahkan ada snack yang ia pegang dalam ukuran kecil tidak besar seperti ia ambil. Bukannya pria itu tidak memperbolehkannya membeli semua ini.
"Ka Ano beliin ini?"
"Nggak."
"Terus kok bisa di sini?"
"Udah tahu pake tanya, udah cepat susun!" seru Ano sebal membuat Zora memanyunkan bibirnya malas mengerjakan yang diperintahkan Ano padanya.
"Terimakasih kakanda, adinda sangat bahagia," ucap Zora usil tapi kemudian tertawa keras melihat wajah jijik Ano.
Ano hanya berdecak sebal. Ia kembali memperhatikan Zora. "Besok kita belajar masak, kamu belum bisa apa-apa selain goreng telur kan?" tanya Ano membuat tawa Zora terhenti.
"Enak aja, aku bisa masak mie instan sekarang!" seru Zora bangga membuat Ano hampir tertawa.
Ano berjalan mendekat pada Zora. "Oon!" Ano mendorong kepala Zora pelan dengan telunjuknya.
"Ish, sakit ka!" gerutu Zora menggosok keningnya.
Kio yang baru saja mencuci pakaiannya tak sengaja melihat pemandangan tersebut. Ano yang memarahi Zora kemudian Zora yang menggoda Ano kembali. Ia tersenyum kecil melihat senyuman Zora lagi. Gadis itu memang lebih cocok seperti itu.
*****
Noah menatap istrinya bingung sudah beberapa minggu istrinya selalu berada disekitarnya. Rasanya lelah, ya siapa yang tidak lelah menghadapi istrinya yang aktif mengikutinya tapi juga aktif berbelanja. Ia sudah tak tahu istrinya sudah menghabiskan berapa ratus juta di negara ini.
"Dia, sampai kapan kamu bakal di sini?"
"Ehm, pas kamu meeting nanti, aku bakal ke supermarket!"
"Bukan tapi kapan kamu pulang Indonesia!"
"Emang kenapa, kamu ga suka?" tanya Claudia sebal.
"Aku udah ga apa-apa, tensi ku aman, semua aman, kemarin hanya kelelahan makanya bisa ambruk di apartemen."
"Kamu ngusir aku biar bisa mesra-mesraan sama sekretaris bule kamu ya, aku juga udah pernah jadi sekretaris kamu, aku bisa kok gantiin dia!" cerocos Claudia membuat Noah pening.
"Kamu ga cocok jadi sekretaris!"
Claudia mencibir kelakuan Noah. "Kamunya lebih cocok jadi Nyonya Wibowo, di rumah, berleha-leha, habisin uang seperti biasanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomansaAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...
