Zora menghembuskan nafasnya pelan. Bagaimana nasibnya kedepan? Apakah ia harus ke rumah keluarga Wibowo, di mana Ano dan Kio berada. Rasanya ia benar-benar malas jika harus ke sana. Padahal sudah beberapa tahun ini dia selalu menghindar pergi ke sana jika bukan orang tuanya ke sana tidak akan mungkin dia yang pergi ke sana. Zora mengalihkan perhatiannya, pada adiknya yang masih asik berkutat dengan game diponsel tanpa perduli dengan dirinya.
"Zel, kita di rumah aja ya?"
"Oke," sahut Azel tanpa perduli lagi dengan kakaknya.
"Zel.."
"Hmm."
"Zel, bantuin ka Zora napa," rengek Zora membuat adiknya menoleh sebentar kemudian sibuk kembali.
"Nggak ah, lagi seru ka, itu kan belanjaan kakak sendiri, kalau ada buat Azel baru mau aku bantuin," ucap Azel santai masih terus bermain.
"Tega kamu," gerutu Zora sambil membawa sebagian barangnya ke kamar kemudian kembali lagi.
Zora kembali menatap adiknya, ia masih tampak berfikir harus pergi atau tidak dari rumahnya ini. "Zel, emang kamu ga takut apa, kita berdua aja di rumah, kamu ga takut lihat yang aneh gitu?" tanya Zora bingung.
"Lah, kan disuruh ke tempat tante Claudia, kalau kakak mau dirumah ya apa mau dikata, Azel mah ikut kakak aja, atau kakak antar aja aku ke sana, kakak sendiri disini," ucap Azel. Zora mendengus kesal menatap adiknya.
"Nggak, pokoknya apapun yang terjadi kamu harus temenin kakak!" seru Zora cepat langsung berjalan ke arah kamarnya lagi membawa sisa belanjaannya.
Zora keluar dari kamar setelah menaruh belanjaannya. Semua belanjaannya adalah sebab kemarahan mamanya memuncak. Tapi ia terlalu sayang untuk meninggalkan hobi belanjanya barang branded itu. Rasanya kepalanya berdenyut kembali memikirkan nasib hidupnya di rumah mengurus diri sendiri juga adiknya dan tanpa bisa berbelanja. Rasanya ia ingin berteriak jika kembali mengingat perlakuan mamanya.
Mama kejam. Batin Zora sambil berjalan ke arah dapur.
"Mbok!" panggil Zora tapi kemudian ia terdiam sejenak.
"Ck, ga ada orang sama sekali, udah pada liburan semua? awas aja kalau balik nanti!" Zora memperhatikan meja makan yang hanya tersedia buah. Ia kembali berjalan ke arah dapur memperhatikan wastafel penuh piring kotor.
"Huaaa, mama benar-benar mengibarkan bendera perang!" seru Zora sambil menatap nanar cucian piring yang bertumpuk.
Zora perlahan membuka kran air sambil membuang sisa makanan dengan jijik ke kantong plastik. Semuanya berjalan aman, Zora berhasil mencuci beberapa piring. Tapi kemudian kesibukannya terhenti saat mendengar kresek dari dalam kantong plastik. Zora menatap waspada dan kemudian berteriak setelah melihat sesuatu yang keluar dari sana.
"Azel! Kecoa!" pekik Zora menaruh kasar sabut dan piring yang ia pegang dan mundur ke tepi menjauh dari binatang tersebut.
"Mamaa," Zora berteriak panik melihat binatang menjijikkan itu.
"Ada apa sih, ka, belum 24 jam mama dan papa pergi nih!" protes Azel geram dengan suara ribut kakaknya.
"Kecoa, Zel, kakak takut!" cicit Zora pelan. Azel menghembuskan nafasnya pelan, ia kira kakaknya kerasukan hantu dapur,ternyata hanya kecoa.
Azel menatap kasihan kakaknya yang terlihat maju kemudian mundur mencoba mematikan kran air yang terus berjalan tapi ketakutan melihat binatang.
Azel mengambil tisu dan menangkap kecoa tersebut. Ia berkonsentrasi penuh tapi nyatanya ia gagal menangkap kecoa, malah sekarang binatang itu terbang membuat kakaknya menjerit lebih nyaring dari sebelumnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Devilish (END)
RomantikAku Ozora, panggil saja Zora. Aku menyukai seorang pria tanpa ingin rasa memiliki, karena aku tahu pria ini sangat susah untuk didekati. Dan aku sadar diri, anak pecicilan sepertiku bersanding dengan dinding es. Rasanya mustahil. Tapi karena hukuman...